Menuju Kemiskinan Ekstrem Nol Persen
Kemiskinan ibarat lingkaran setan (vicious circle) yang bisa menjadi sebab sekaligus akibat.
Problem kemiskinan selalu menjadi perhatian utama dari pemerintahan ke pemerintahan sejak Indonesia berdiri. Kemiskinan ibarat lingkaran setan (vicious circle) yang bisa menjadi sebab sekaligus akibat. Oleh karena itu, perlu diupayakan untuk diputus jika kita ingin mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan angka kemiskinan Indonesia sudah turun di bawah dua digit meskipun masih belum bisa mencapai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sebesar 7,5 persen.
Pemerintah juga memberikan perhatian khusus terhadap persoalan kemiskinan ekstrem sebagai bagian dari komitmen Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Bahkan, Presiden Joko Widodo menetapkan target kemiskinan ekstrem menjadi nol persen pada 2024. Berarti enam tahun lebih awal dari target SDGs dunia, yaitu 2030.
Saat ini Indonesia menggunakan ukuran absolut garis kemiskinan (GK) untuk mengidentifikasi kemiskinan. GK adalah nilai rupiah minimal untuk mencukupi kebutuhan dasar, baik makanan maupun nonmakanan, yang dihitung BPS dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas).
Baca juga : Pemerintahan Jokowi Tinggal 7-8 Bulan, Orang Miskin Masih 26 Juta dan Kemiskinan Ekstrem 6 Juta Orang
Penduduk yang pengeluarannya di bawah GK Rp 550.458/kapita/bulan dikelompokkan sebagai penduduk miskin. Sementara penduduk yang pengeluarannya di bawah GK ekstrem Rp 351.957/kapita/bulan —atau 1,9 dollar AS (sekitar Rp 30.000)/kapita/hari paritas daya beli (purchasing power parity/PPP)—dikelompokkan sebagai penduduk miskin ekstrem.
Pada Maret 2023, berdasarkan rilis BPS tercatat bahwa di antara 100 penduduk terdapat sembilan orang miskin dan di antara sembilan orang tersebut, satu di antaranya orang miskin ekstrem. Berdasarkan data terbaru BPS, angka kemiskinan tahun 2023 sebesar 9,36 persen dan kemiskinan ekstrem 1,12 persen.
Selain ukuran moneter, miskin ekstrem juga ditandai beberapa ciri, di antaranya rendahnya pendidikan, minimnya akses kesehatan, dan tidak tersedianya infrastruktur dasar yang memadai.
Warga miskin kota beraktivitas di gubuknya yang berada di sempadan Kanal Barat Ciliwung, yang membelah kawasan Tanah Abang, Jakarta, Minggu (23/10/2022).
Strategi khusus
Untuk mengatasi kemiskinan ekstrem, diterbitkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem. Inpres ini menetapkan tiga strategi untuk dilaksanakan oleh 22 kementerian serta enam lembaga dan semua pemda.
Strategi pertama, pengurangan beban pengeluaran warga miskin ekstrem. Strategi ini memastikan kelompok miskin ekstrem memperoleh program perlindungan sosial yang komplementer antara pusat dan daerah. Targetnya terutama kelompok rentan, yakni penderita gangguan kesehatan permanen, penyandang disabilitas, orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), warga lansia, anak sebatang kara, dan sebagainya.
Strategi kedua, peningkatan pendapatan. Ditujukan untuk warga miskin ekstrem yang masih produktif. Mereka dibukakan akses pada pekerjaan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia serta akses dan kapasitas sebagai pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), termasuk akses pembiayaannya. Melalui strategi ini diharapkan rumah tangga (RT) miskin ekstrem dapat naik kelas untuk mendapatkan program lanjutan, seperti pendampingan, pelatihan, dan permodalan.
Strategi ketiga, pengurangan kantong-kantong kemiskinan ekstrem. Strategi ini ditujukan untuk peningkatan akses terhadap layanan dasar dan peningkatan konektivitas antarwilayah.
Kemiskinan ibarat lingkaran setan ( vicious circle) yang bisa menjadi sebab sekaligus akibat.
Targetnya adalah kawasan-kawasan miskin yang kumuh menjadi kawasan sehat dengan ketersediaan infrastruktur dasar yang memadai, terutama rumah layak huni, ruang bermain anak-anak, sanitasi, air minum, dan air bersih.
Anak-anak konstitusi
Untuk memastikan target nol persen kemiskinan ekstrem tercapai, diperlukan prasyarat pendukung. Pertama, sesuai Inpres No 4/2022, diperlukan lokus prioritas dan data penyasaran yang tajam dan berkualitas.
Sesuai penugasan dalam inpres, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) telah menetapkan Keputusan Menteri Koordinator (Kepmenko) PMK No 25/2022 tentang Lokasi Prioritas dan Target Penghapusan Kemiskinan Ekstrem serta Kepmenko PMK No 30/2022 tentang Kebijakan Sumber dan Jenis Data yang Digunakan.
Sebagai tindak lanjut kepmenko itu, telah ditetapkan data Penyasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) yang merupakan hasil triangulasi dan pemadanan dari data sensus Pendataan Keluarga Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), data nomor induk kependudukan (NIK) Kementerian Dalam Negeri, dan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial.
Seorang tuna wisma melepas lelah di trotoar Jalan MH Thamrin, Jakarta, Jumat (16/2/2024).
Data hasil triangulasi kemudian dirinci kesejahteraannya menjadi 10 tingkatan atau desil. Setiap desil dibagi lagi dalam 10 persentil untuk memastikan siapa individu dan RT yang paling layak mendapatkan intervensi kebijakan.
Data P3KE dimutakhirkan setiap tahun dan kini mencakup lebih dari 71 juta keluarga by name by address (BNBA) atau lebih dari 245 juta data individu. Untuk intervensi program, data itu telah digunakan oleh 25 kementerian/lembaga serta lebih dari 85 persen pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota.
Kedua, data P3KE itu diharapkan menjadi pedoman semua pihak untuk bersinergi, berkonvergensi, dan berkomplementasi (sikokom). Sikokom terjadi jika semua program berjalin berkelindan saling menguatkan, bergerak sentripetal menuju satu titik sasaran, dan saling menyempurnakan.
Untuk menjadi pedoman konvergensi dan komplementaritas, telah ditetapkan Kepmenko PMK No 32/2022 tentang Pedoman Umum Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem dan telah dibentuk Satuan Tugas Konvergensi Program untuk mengawal terjadinya sinergi dan komplementasi melalui Kepmenko PMK No 7/2023.
Baca juga : Hanya 0,37 Persen Kelompok Termiskin yang Terima Bansos Lengkap
Ketiga, keterlibatan unsur-unsur nonpemerintah, seperti dunia usaha melalui tanggung jawab sosial korporasi (CSR), organisasi sosial kemasyarakatan, lembaga filantropi, lembaga amil zakat, dan perguruan tinggi. Saat ini lembaga-lembaga itu telah terlibat sangat aktif dalam mendukung ketiga strategi di atas. Namun, peran dan andilnya perlu ditingkatkan lagi.
Keempat, tidak kalah penting adalah memastikan bahwa semua upaya yang sudah dan sedang berjalan terus berkesinambungan. Penurunan angka kemiskinan ekstrem yang signifikan dari 2,14 persen (2021), 2,04 persen (2022), dan 1,12 persen (2023) perlu terus dijaga momentumnya. Inpres No 3/2022 akan berakhir 2024 ini, tetapi keberlanjutan perlu dijaga oleh pemerintahan yang baru.
Penurunan kemiskinan ekstrem memang tidak akan bisa bulat di angka nol persen. Jika kondisi penurunan dapat dijaga seperti tahun sebelumnya sebesar 0,92 persen, tahun 2024 ini angkanya dapat turun 0,3-0,4 persen.
Di sinilah negara wajib hadir mendampingi dan menyantuni mereka, sesuai amanah Pasal 34 Ayat (1) UUD 1945 bahwa ”Fakir miskin dan anak-anak yang telantar dipelihara oleh negara”. Merekalah ”anak-anak konstitusi” yang tidak boleh ditinggalkan karena menjadi salah satu kebajikan dari amanah konstitusi dan mengapa negara Indonesia ini berdiri.
Muhadjir EffendyMenteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan