Data global menunjukkan adanya lonjakan insiden dan kematian karena kanker pada usia lebih muda.
Oleh
AHMAD ARIF
·5 menit baca
Orang di bawah usia 50 tahun yang didiagnosis menderita kanker melonjak signifikan. Perubahan gaya hidup, terutama pola konsumsi dan lingkungan, diduga menjadi penyebabnya. Dampak perubahan gaya hidup tidak sehat ini kerap kali tidak hanya ditanggung mereka yang melakukannya, tetapi orang-orang di sekitarnya, bahkan anak dan keturunannya.
Penelitian Zhao J dan tim di jurnal BMJ Oncology (2023) menemukan, kejadian kanker di dunia meningkat drastis pada usia di bawah 50 tahun. Para peneliti memeriksa data dari 204 negara dan menemukan 3,26 juta kasus kanker dini pada 2019, meningkat 79,1 persen dibandingkan tahun 1990. Jumlah kematian akibat kanker di kalangan muda juga meningkat 27,7 persen.
Kanker payudara, trakea, bronkus dan paru-paru, lambung, serta kolorektal (usus besar) yang menyerang dini menunjukkan angka kematian dan kecacatan (disability-adjusted life years/DALY) tertinggi pada 2019. Secara global, angka kejadian kanker nasofaring dan kanker prostat stadium dini menunjukkan peningkatan tercepat.
Peningkatan dalam penapisan dini kemungkinan berkontribusi terhadap temuan tren peningkatan kanker pada usia lebih muda. Namun, peningkatan nyata dalam kejadian bentuk awal dari beberapa jenis kanker jelas tak terbantahkan. Zhao dan tim memproyeksikan, jumlah kejadian dan kematian global akibat kanker dini akan meningkat 31 persen dan 21 persen masing-masing pada 2030.
Di negara-negara Barat, seperti Amerika Serikat, temuan diagnosis kanker kolorektal (usus besar) di kalangan muda kini menjadi salah satu kekhawatiran terbesar. Salah satu kasus terkenal adalah saat bintang film Black Panther, Chadwick Boseman, meninggal karena penyakit tersebut pada Agustus 2020 di usia 43 tahun. Belakangan keluarganya menyampaikan, almarhum didiagnosis kanker usus besar empat tahun sebelumnya atau pada usia 39 tahun.
Tren ini menyebabkan Satuan Tugas Layanan Pencegahan (Penyakit) AS mengubah rekomendasinya pada bulan Mei 2021 agar pemeriksaan kanker usus besar dimulai pada usia 45 tahun. Sebelumnya, pemeriksaan kanker usus besar dianjurkan dimulai pada usia 50 tahun.
Pergulatan melawan kanker
Kanker sebenarnya termasuk penyakit kuno. Beberapa bukti awal kanker telah ditemukan di antara fosil tumor tulang mumi manusia di Mesir. Pertumbuhan yang menandakan kanker tulang yang disebut osteosarcoma terlihat pada beberapa mumi. Kerusakan tulang tengkorak seperti yang terlihat pada kanker kepala dan leher juga telah ditemukan.
Manuskrip kuno Mesir juga mendeskripsikan tentang penyakit ini sejak 3000 SM. Papirus Edwin Smith, salinan dari bagian teks Mesir kuno tentang bedah trauma, menjelaskan delapan kasus tumor atau tukak payudara yang diangkat melalui proses kauterisasi dengan alat yang disebut bor api. Tulisan tersebut mengatakan tentang penyakit ini sebagai ”tidak ada obatnya”.
Terjadinya tren kenaikan insiden kanker di usia lebih muda, di bawah 50 tahun, menjadi tanda tanya para ilmuwan.
Asal-usul kata kanker sendiri berasal dari dokter Yunani, Hippocrates (460-370 SM), yang dianggap sebagai ”Bapak Kedokteran”. Hippocrates menggunakan istilah carcinos dan carcinoma untuk menggambarkan tumor atau benjolan tidak lazim di bagian tubuh. Tabib Romawi, Celsus (25 SM-50 M), kemudian menerjemahkan istilah Yunani menjadi cancer (kanker), kata Latin untuk kepiting.
Sejak awal, para dokter dibuat bingung mengenai penyebab kanker. Orang Mesir kuno menyalahkan kanker pada kutukan para dewa dan karena itu sulit untuk disembuhkan.
Namun, kedokteran modern terus berupaya mencari cara mengatasi penyakit ini dan itu dimulai dengan menelisik penyebabnya. Pada 1915, Katsusaburo Yamagiwa dan Koichi Ichikawa di Universitas Tokyo untuk pertama kalinya menginduksi kanker pada hewan laboratorium dengan mengoleskan tar batubara pada kulit kelinci. Temuan ini menguatkan laporan dokter John Hill dari London, Inggris, yang pada 1761 mengidentifikasi tembakau sebagai karsinogen, zat yang diketahui atau diyakini menyebabkan kanker pada manusia.
Pada 1911, Peyton Rous di Rockefeller Institute di New York mendeskripsikan sejenis kanker (sarcoma) pada ayam yang disebabkan virus Rous sarcoma. Ia dianugerahi hadiah Nobel untuk karyanya pada 1968. Beberapa virus kini dikaitkan dengan kanker pada manusia, misalnya virus hepatitis B atau C yang bisa memicu kanker hati.
Badan Internasional untuk Penelitian Kanker (IARC) Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kini mengidentifikasi lebih dari 100 karsinogen berupa zat kimia, virus, atau bahkan obat-obatan dan paparan radiasi untuk medis. Beberapa karsinogen yang lazim diketahui mulai dari minuman beralkohol, cemaran aluminium, asbes dalam segala bentuk, emisi batubara dan knalpot kendaraan, hingga asap rokok.
Zat karsinogenik dapat menyebabkan kanker dengan berbagai cara, di antaranya melalui kerusakan langsung pada DNA di dalam sel. Kanker telah diketahui merupakan penyakit genetik, dalam artian disebabkan oleh perubahan pada gen yang mengontrol fungsi sel kita, terutama cara sel tumbuh. Perubahan genetik penyebab kanker itu dapat terjadi karena kesalahan yang terjadi saat sel membelah.
Eror atau kerusakan pada DNA ini bisa disebabkan oleh paparan zat berbahaya di lingkungan, seperti bahan kimia dalam asap tembakau dan sinar ultraviolet matahari. Sekitar 10 persen kerusakan ini bersifat heredis, artinya bisa diwariskan ke generasi berikutnya.
Tubuh manusia secara alami bisa menghilangkan sel-sel dengan DNA yang rusak sebelum berubah menjadi kanker. Namun, kemampuan tubuh untuk melakukan hal tersebut menurun seiring bertambahnya usia. Inilah salah satu alasan mengapa risiko kanker pada umumnya lebih tinggi di usia lanjut.
Maka, terjadinya tren kenaikan insiden kanker di usia lebih muda, di bawah 50 tahun, menjadi tanda tanya para ilmuwan. Bukti menunjukkan peran etiologi paparan faktor risiko, termasuk zat karsinogen, pada awal kehidupan dan usia muda masa dewasa semakin meningkat. Sejak pertengahan abad ke-20, terjadi perubahan besar pada paparan multigenerasi.
Perubahan itu termasuk perubahan pola makan, gaya hidup yang cenderung sedentari atau kurang bergerak, obesitas, lingkungan, dan mikrobioma, yang semuanya mungkin berinteraksi dengan kerentanan genomik dan/atau genetik. Perubahan juga terjadi di lingkungan yang menjadi ruang hidup kita, terutama dengan tingginya paparan partikel pencemar, baik di udara, air, maupun makanan kita.
Sekalipun dampak dari paparan individu sebagian besar masih belum diketahui secara pasti terhadap peningkatan tren kanker di kalangan muda usia ini. Namun, menghindari paparan risiko ini agaknya merupakan langkah pencegahan yang bisa dilakukan. Perlu diingat, mencegah paparan berbagai bahan karsinogen saat ini juga berarti mengurangi risiko pada anak-anak kita di masa depan.