Delapan Zat Baru Karsinogen Pemicu Kanker yang Harus Diantisipasi
Infeksi kronis akibat bakteri ”Helicobacter pylo” dapat menyebabkan kanker perut dan jenis limfoma perut yang langka. Demikian pula enam asam haloasetat yang dihasilkan dari proses disinfeksi air.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Delapan zat baru ditambahkan dalam daftar karsinogen sehingga total ada 256 zat yang telah diketahui sebagai pemicu kanker pada manusia. Zat baru itu meliputi infeksi kronis bakteri Helicobacter pylori, bahan kimia tahan api antimon trioksida, dan enam asam haloasetat yang ditemukan sebagai produk sampingan disinfeksi air.
Tambahan zat karsinogen ini dilaporkan dalam Laporan Karsinogen ke-15, yang dibuat oleh National Toxicology Program (NTP) untuk Sekretaris Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan Amerika Serikat. Laporan dikeluarkan pada Kamis (23/12/2021).
”Kanker memengaruhi kehidupan hampir semua orang, baik secara langsung maupun tidak langsung,” kata Rick Woychik, Direktur Institut Nasional Ilmu Kesehatan Lingkungan dan NTP.
Menurut Woychik, identifikasi karsinogen merupakan langkah kunci dalam pencegahan kanker. Publikasi laporan tersebut merupakan kegiatan pemerintah yang penting untuk meningkatkan kesehatan masyarakat.
Laporan Karsinogen mengidentifikasi banyak faktor lingkungan yang berbeda, yang secara kolektif disebut zat. Beberapa zat tersebut merupakan bahan kimia; agen infeksius, seperti virus; agen fisik, seperti sinar-X dan radiasi ultraviolet; serta skenario eksposur. Suatu zat diidentifikasi sebagai karsinogen manusia untuk menunjukkan adanya potensi bahaya.
Laporan tersebut tidak menyertakan perkiraan risiko kanker karena banyak faktor yang memengaruhi apakah seseorang akan atau tidak akan terkena kanker. Itu termasuk potensi karsinogenik zat, tingkat dan durasi paparan, serta kerentanan individu terhadap tindakan karsinogenik zat tersebut.
Bakteri Helicobacter pylori merupakan bakteri yang berkoloni di perut dan dapat menyebabkan gastritis dan tukak lambung. Kebanyakan orang tidak menunjukkan gejala saat terinfeksi bakteri ini. Namun, infeksi kronis dapat menyebabkan kanker perut dan jenis limfoma perut yang langka.
Infeksi bakteri ini terutama terjadi dari kontak orang ke orang, terutama dalam kondisi perumahan yang padat, dan bisa juga melalui air sumur yang telah terkontaminasi H pylori. Orang yang hidup dalam kemiskinan dan kelompok ras, etnis, dan imigran paling banyak terinfeksi H pylori. Pengobatan sakit mag atau tanda-tanda infeksi lambung dapat menurunkan risiko kanker.
Zat berikutnya yang dimasukkan sebagai karsinogen adalah antimon trioksida yang kerap digunakan sebagai komponen penghambat api dalam plastik, tekstil, dan produk konsumen lain.
Zat berikutnya yang dimasukkan sebagai karsinogen adalah antimon trioksida yang kerap digunakan sebagai komponen penghambat api dalam plastik, tekstil, dan produk konsumen lain. Paparan tertinggi bisa terjadi di antara pekerja yang memproduksi zat atau menggunakannya untuk membuat penghambat api.
Orang berpotensi terpapar antimon trioksida tingkat rendah dari menghirup udara luar yang terkontaminasi atau debu dari keausan produk konsumen tahan api, seperti karpet dan furnitur. Lembaga negara bagian dan federal membatasi paparan zat di tempat kerja dan lingkungan melalui peraturan.
Sementara enam asam haloasetat (HAA) ditemukan sebagai produk sampingan disinfeksi air. Pengolahan air menyebabkan hilangnya kontaminan dan agen penyebab penyakit dari air minum. HAA terbentuk selama disinfeksi air dari reaksi antara agen disinfeksi berbasis klorin dan bahan organik di sumber air.
Sekitar 250 juta penduduk AS menggunakan sistem air komunitas dan berpotensi terpapar HAA dalam air yang didisinfeksi. Sistem air kota memantau beberapa HAA. Perbaikan teknologi disinfeksi, seperti metode filtrasi, dapat menurunkan kadar HAA dalam air minum.
Keenam HAA yang termasuk dalam laporan sebagai zat karsinogen ini adalah asam bromokloroasetat (BCA), asam bromodikloroasetat (BDCA), asam klorodibromoasetat (CDBA), asam dibromoasetat (DBA), asam dikloroasetat (DCA), dan asam Tribromoasetat (TBA).
Sebelumnya, Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Ali Ghufron Mukti di Jakarta, Rabu (15/12/2021), memaparkan, beban pembiayaan penyakit kronis, seperti kanker dan stroke, di Indonesia selama Januari-Oktober 2019 mencapai Rp 16,2 triliun (Kompas, 16 Desember 2021).
Karena itu, layanan kesehatan perlu bertransformasi dan para pengidap penyakit kronis mesti mengelola gaya hidup yang lebih sehat serta rutin mengonsumsi obat untuk mengontrol penyakit.