Jonatan Christie Juara, Bukti Tunggal Putra Kita Masih Ada
Menjuarai tunggal dan ganda putra All England 2024, jadi modal tim bulu tangkis kita menuju Olimpiade Paris 2024.
Oleh
REDAKSI
·3 menit baca
Tanpa mengurangi apresiasi setinggi-tingginya kepada ganda putra Fajar Alfian/M Rian Ardianto yang berhasil mempertahankan gelar mereka di All England, gelar juara di nomor tunggal putra terasa sangat fenomenal. Kesuksesan Jonatan Christie meraih gelar juara All England 2024, setelah menundukkan sesama pebulu tangkis Indonesia, Anthony Sinisuka Ginting, membukukan sejumlah catatan sejarah impresif.
Sejarah pertama ketika Anthony Ginting menundukkan pebulu tangkis peringkat pertama dunia asal Denmark, Viktor Axelsen pada perempat final. Mengapa jadi bersejarah? Karena ini kemenangan perdana Anthony atas Axelsen dalam empat tahun. Selama empat tahun terakhir, atau terdata 11 laga, Anthony selalu kalah. Kemenangan ini membuktikan bahwa dengan strategi tepat dan performa di atas rata-rata, Axelsen, yang sejak 2017 bertengger di puncak peringkat dunia, bisa dikalahkan.
Sejarah berikutnya terukir setelah Anthony memastikan diri lolos ke final dengan menundukkan Christo Popov (Perancis) di semifinal. Keberhasilan Anthony ini mengakhiri kemarau panjang ketiadaan pemain tunggal putra Indonesia yang melaju ke final All England sejak Budi Santoso mewujudkan prestasi itu pada 2002. Dengan kata lain, Anthony dan Jonatan Christie, yang menyisihkan Lakshya Sen (India) pada semifinal berikutnya, mengakhiri dahaga panjang selama 22 tahun.
Sejarah baru terlahir lagi seiring terciptanya final sesama pemain Indonesia di tunggal putra. Pertemuan Anthony dan Jonatan alias Jojo juga mengakhiri paceklik 30 tahun final sesama pemain Indonesia. Terakhir, final antarpemain Indonesia tercipta pada 1994 ketika Hariyanto Arbi berlaga melawan Ardy B Wiranata di laga puncak. Waktu itu, Hariyanto Arbi tampil sebagai juara setelah menang 15-12 dan 17-14 atas Ardy BW.
Jojo kemudian tampil sebagai juara All England 2024 setelah menang dua gim, 21-15 dan 21-14, atas Anthony. Keberhasilan Jojo dan Anthony melenggang ke final membuktikan bahwa tunggal putra Indonesia masih ada, mampu bersaing, dan layak diperhitungkan oleh lawan-lawan kita. Kesan ini penting, mengingat sudah lama tunggal putra kita tidak berlaga di panggung-panggung utama kejuaraan bulu tangkis elite dunia.
Kapan tunggal putra kita juara dunia bulu tangkis? Dia adalah Taufik Hidayat pada kejuaraan dunia di Anaheim, Amerika Serikat, pada 2005, atau 19 tahun lalu. Kapan tunggal putra kita merebut medali emas Olimpiade? Juga Taufik Hidayat pada Olimpiade Athena 2004, dan itu 20 tahun lalu. Ini belum termasuk turnamen prestisius All England, yang terakhir kita juara 30 tahun lalu. Bahkan, di kejuaraan bergengsi di Indonesia, yakni Indonesia Terbuka, terakhir tunggal putra kita juara pada 2012 atau 12 tahun lalu, melalui Simon Santoso.
Di dunia olahraga, yang menjadi kata kunci adalah daya saing. Keberadaan kita untuk tetap berada di level elite dunia sangat ditentukan oleh konsistensi kita menjaga daya saing. Menurun sedikit saja, kita akan tergilas seiring persaingan yang makin ketat. Ketiadaan juara tunggal putra Indonesia di berbagai kejuaraan penting, bahkan dalam kurun 10 tahun lebih, selayaknya membuat kita ekstra waspada.
Konsistensi kita menjaga daya saing di ganda putra, seharusnya menjadi cerminan bagi nomor-nomor lain termasuk tunggal putra. Momentum keberhasilan Jojo dan Anthony menghadirkan final antarpemain Indonesia di All England 2024 jangan sampai terbuang percuma dan tidak dioptimalkan sebagai pemantik prestasi-prestasi gemilang berikutnya.
Olimpiade Paris 2024 yang tinggal hitungan bulan menjadi ajang pembuktian berikutnya atas prestasi kelas dunia bulu tangkis kita. Selain ganda putra, ganda putri, dan ganda campuran, tunggal putra pernah dua kali menyumbang medali emas bagi Merah Putih, yakni melalui Alan Budikusuma pada Olimpiade Barcelona 1992 dan Taufik Hidayat di Athena 2004. Asa medali emas dari tunggal putra bulu tangkis di Paris 2024 tentu bukan harapan kosong.