Di Balik Kisah Perang Gaza 1948-2024
Alasan rangkaian perang itu selalu sama: perampasan wilayah. Israel terus mencaplok wilayah Palestina.
Perang Gaza yang meletus sejak 7 Oktober 2023 kini sudah memasuki bulan keenam. Inilah perang terpanjang Arab-Israel atau Israel-Palestina sejak perang Arab-Israel pertama tahun 1948. Ini pula perang yang menelan korban terbesar di pihak Palestina sejak perang Arab-Israel 1948.
Jumlah korban tewas di Palestina dalam perang Gaza saat ini sudah lebih dari 30.000 jiwa dan korban luka-luka lebih dari 70.000 jiwa. Dengan kata lain, korban Palestina telah mencapai lebih dari 100.000 jiwa antara tewas dan luka-luka.
Baca juga: Perang Gaza dan Pergerakan Kapal-kapal Perang AS di Timur Tengah
Israel pun masih terus menolak mendengar jeritan suara hati nurani masyarakat internasional agar segera menghentikan perang Jalur Gaza. Israel juga menolak mengakhiri genosida terhadap rakyat Palestina di Jalur Gaza.
Israel masih terus memaksakan misinya dalam perang Gaza ini bisa terwujud. Misi itu adalah membasmi Hamas yang berkuasa di Jalur Gaza sejak 2007.
Israel, dengan bantuan penuh AS, telah mengerahkan semua mesin militer tercanggihnya untuk membasmi Hamas. Akan tetapi, Israel sampai saat ini masih gagal menangkap atau membunuh pimpinan Hamas yang paling diburu.
Seperti dimaklumi, pemimpin Hamas yang paling diburu Israel saat ini adalah Yahya Sinwar (pemimpin Hamas di Jalur Gaza), Mohamed Deif (komandan militer Hamas), dan Abu Obeida (juru bicara Hamas).
Baca juga: Perang Gaza Rekatkan Hubungan Mesir-Turki
Israel sejak akhir Oktober lalu telah mengerahkan ribuan anggota pasukan darat dan aparat intelijen tercanggihnya ke Jalur Gaza. Meski demikian, Israel tetap gagal menangkap atau membunuh ketiga pemimpin Hamas tersebut.
Gagalnya Israel menangkap atau membunuh ketiga pemimpin Hamas itu menunjukkan kegagalan Israel mewujudkan misinya di Jalur Gaza. Gagalnya misi Israel tersebut bisa disebut mengulang kegagalan Israel dalam mewujudkan misinya di Jalur Gaza sejak perang Arab-Israel pertama tahun 1948.
Jalur Gaza bagi Israel ibarat duri dalam daging selepas berakhirnya perang Arab-Israel pertama tahun 1948. Wilayah Jalur Gaza pascaperang Arab-Israel pertama tahun 1948 mengecil hingga tinggal 1,3 persen dari keseluruhan wilayah historis Palestina.
Panjang wilayah Jalur Gaza dari selatan ke utara pascaperang Arab-Israel pertama tahun 1948 hanya sekitar 35 kilometer (km) dan lebar dari timur ke barat hanya antara 7 km hingga 14 km.
Baca juga: Mengenang Kota Rafah di Jalur Gaza
Semakin sempitnya wilayah Jalur Gaza itu karena Israel melakukan aneksasi wilayah Jalur Gaza yang berbatasan dengan Gurun Negev dalam upaya mengecilkan wilayah Jalur Gaza. Wilayah yang sangat sempit ini menampung 200.000 pengungsi dari sejumlah wilayah Palestina lainnya pascaperang Arab-Israel pertama tahun 1948.
Jumlah pengungsi Palestina tersebut dua kali lipat dari jumlah penduduk asli Jalur Gaza saat itu. Wilayah Jalur Gaza saat itu sudah mulai terasa sangat sempit untuk menampung warga asli dan warga baru dari pengungsi Palestina.
Inilah cikal bakal lahirnya gerakan perlawanan Palestina di Jalur Gaza melawan Israel. Perlawanan yang dilatarbelakangi isu wilayah itu tidak pernah padam sampai hari ini.
Mesir mencoba memberi kelegaan selepas Revolusi Juli 1952 yang mengakhiri sistem monarki di Mesir. Pemerintah baru Mesir, atas rekomendasi Badan Perserikatan Bangsa-bangsa untuk Perbantuan Pengungsi Palestina (UNRWA), mencoba memberikan 21.000 hektar tanah di Gurun Sinai. Tanah itu untuk menampung 12.000 keluarga pengungsi Palestina di Gaza. Upaya itu tidak lepas dari fakta bahwa dulu Gaza dikelola Mesir.
Baca juga: Kisah Afrika Selatan Bela Palestina
Namun, Palestina saat itu menolak keras tawaran Mesir tersebut. Mesir kemudian berbalik arah dengan mendukung gerakan perlawanan Palestina di Jalur Gaza melawan Israel.
Israel lalu membalas dendam terhadap Mesir. Caranya, ikut Perancis dan Inggris mengobarkan perang Suez 1956. Serbuan itu dilancarkan setelah Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser melakukan nasionalisasi Terusan Suez pada 1956.
Israel bersama Inggris dan Perancis sempat menduduki Gurun Sinai pada 1956. Belakangan, Uni Soviet dan Amerika Serikat memaksa mereka meninggalkan Sinai dan Suez.
Israel tidak hanya mundur dari Suez. Israel juga mundur dari Sinai. Israel kembali masuk dan mengendalikan Gaza selepas perang 1967.
Namun, perlawanan Palestina terhadap Israel di Jalur Gaza tidak pernah berhenti pascaperang Arab-Israel tahun 1967. Di masa pemerintahan Ariel Sharon, Israel akhirnya keluar dari Gaza pada 2005.
Baca juga: UNRWA, Napas Hidup Palestina, dan Langkah Tega Negara-negara Barat
Rangkaian perlawanan di Gaza antara lain Intifadah Pertama pada 1988. Perlawanan itu dimulai dari pusat penampungan pengungsi di Jabaliya, Gaza utara. Intifadah itu berakhir setelah Kesepakatan Oslo tercapai pada 1993.
Begitu sengitnya perlawanan Palestina terhadap Israel di Jalur Gaza mengantarkan para pemimpin Israel, seperti PM Golda Meir, PM Yitzhak Rabin, dan Moshe Dayan, sering melontarkan ucapan ”Saya menginginkan bangun dari tidur bisa melihat Jalur Gaza sudah tenggelam ditelan lautan”.
Pada abad ke-21, perlawanan di Gaza terus berlanjut. Di masa pemerintahan Sharon, Israel akhirnya mengakui kelelahan lalu memutuskan keluar dari Gaza.
Penarikan pasukan Israel pada 2005 tidak membuat perlawanan di Gaza padam. Justru perlawanan semakin dahsyat. Pada 2007, Hamas menang pemilu dan mengendalikan Gaza.
Baca juga: Setelah 100 Hari Perang yang Meluluhlantakkan Gaza
Sejak berkuasa di Gaza, Hamas sudah lima kali berperang dengan Israel. Perang pecah pada 2009, 2012, 2014, 2021, dan 2023-2024. Alasan rangkaian perang itu selalu sama: perampasan wilayah.
Israel terus memangkas wilayah Gaza sejak 1948. Di sisi lain, jumlah penduduk Gaza terus bertambah. Kini, Jalur Gaza yang sempit itu menampung sekitar 2,3 juta jiwa sehingga disebut salah satu wilayah paling padat di muka bumi.
Isu sempitnya wilayah Jalur Gaza itu kemudian berkelindan dengan isu rakyat Palestina di bawah pendudukan Israel. Hal itu membuat satu-satunya solusi isu Palestina adalah berdirinya negara Palestina yang meliputi Jalur Gaza, Tepi Barat, dan Jerusalem Timur. Seluruh wilayah itu terus dirampas Israel lewat pembangunan permukiman Israel.
Musthafa Abd Rahman, wartawan Kompas 1991-2022