Setelah 100 Hari Perang yang Meluluhlantakkan Gaza
Melihat dahsyatnya tragedi kemanusiaan di Gaza, banyak ide muncul di masyarakat internasional guna mengakhiri perang.
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN
·5 menit baca
Pada 14 Januari 2024, genap 100 hari perang Gaza meletus. Perang Gaza kali ini, dimulai dari operasi Badai al-Aqsa pada 7 Oktober 2023 oleh gerilyawan Hamas, telah banyak mengubah catatan tentang kisah perang Arab/Palestina melawan Israel. Perang Gaza saat ini menjadi perang terpanjang dan paling berdarah dalam sejarah perang Arab-Israel pascaperang tahun 1948.
Setelah 100 hari perang berkecamuk, belum ada tanda-tanda kepastian kapan perang Gaza akan berakhir. Sebelum ini, perang Arab-Israel yang tercatat paling panjang adalah perang Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) pimpinan Yasser Arafat melawan Israel di kota Beirut, Lebanon, pada tahun 1982. Perang ini berlangsung selama 88 hari.
Adapun Perang Arab-Israel tahun 1967 hanya berlangsung enam hari, sedangkan perang Arab-Israel tahun 1973 berlangsung sekitar 21 hari.
Setelah perang Gaza berlangsung 100 hari, Israel masih gagal mencapai target utamanya, yaitu membasmi Hamas serta membebaskan sandera warga Israel dan asing yang disekap kelompok Hamas. Saat ini masih ada sekitar 130 sandera Israel dan asing yang ditawan Hamas di Jalur Gaza.
Israel juga gagal menemukan lokasi tempat para tawanan itu disembunyikan oleh Hamas. Israel gagal pula menangkap satu pun pemimpin Hamas yang menjadi buron utama Israel saat ini. Mereka yang menjadi buron utama Israel saat ini adalah pemimpin Hamas di Jalur Gaza, Yahya Sinwar, dan komandan sayap militer Hamas Mohemad Deif.
Hamas juga sampai saat ini belum menunjukkan akan menyerah meskipun sudah digempur habis-habisan dari darat, laut, dan udara oleh Israel selama lebih dari 100 hari.
Bahkan, sebaliknya bergulir berita bahwa terjadi perang kota sengit antara pejuang Hamas dan pasukan Israel di pusat kota Khan Yunis, Jalur Gaza tengah, dan beberapa titik di sekitar Kota Gaza. Setelah 100 hari, Hamas masih mampu menembakkan roket ke sasaran di Israel selatan.
Kemampuan Hamas bertahan setelah 100 hari perang Gaza mungkin disebabkan sistem pertahanan jaringan terowongan bawah tanah yang dibangun selama bertahun-tahun oleh Hamas. Harian The New York Times, mengutip sumber militer Israel, melaporkan bahwa Israel sangat terkejut dengan kecanggihan, panjang, dan kedalaman terowongan bawah tanah di Jalur Gaza yang berhasil ditemukan militer Israel.
Menurut laporan intelijen Israel, jaringan terowongan bawah tanah di bawah kota Khan Yunis memiliki panjang sejauh 160 kilometer. Israel juga mengklaim menemukan 50 terowongan bawah tanah di Beit Hanoun, utara Kota Gaza.
Perang Gaza kali ini juga menelan korban terbanyak sejak perang Arab-Israel tahun 1948. Menurut Kementerian Kesehatan Palestina, jumlah korban di pihak Palestina sampai hari Selasa (16/1/2024) mencapai 24.448 orang tewas dan 61.504 orang luka-luka.
Setiap hari puluhan korban tewas dan luka-luka dari pihak Palestina terus berjatuhan akibat gempuran udara, darat, dan laut yang tidak pernah berhenti dari Israel. Jalur Gaza pun menjadi arena tragedi kemanusiaan paling akut pada abad ke-21 ini.
Jalur Gaza menjadi arena tragedi kemanusiaan paling akut pada abad ke-21.
Kantor PBB Urusan Koordinasi Kemanusiaan (OCHA) melaporkan, Israel sejak awal 2024 semakin membatasi masuknya bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza. Hal ini berdampak buruk pada lingkungan dan kesehatan di Jalur Gaza.
Menurut OCHA, hanya tujuh dari 29 bantuan kemanusiaan yang bisa mencapai tempat-tempat tujuan penyaluran bantuan kemanusiaan di Jalur Gaza pada dua pekan pertama bulan Januari 2024. Program Pangan Dunia (WFP) memperingatkan akan terjadinya kelaparan massal di Jalur Gaza jika Israel terus mengganggu dan menghambat masuknya bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza.
Televisi Al Jazeera merekam video wawancara dengan anak-anak di Jalur Gaza setelah 100 hari perang Gaza. Mereka berteriak menginginkan perang Gaza segera berakhir agar mereka bisa hidup normal lagi dan bisa kembali ke sekolah-sekolah.
Anak-anak di Jalur Gaza adalah termasuk korban yang paling menderita akibat perang Gaza. Banyak dari mereka tewas dan luka-luka. Mereka pun harus hidup di kamp-kamp pengungsi. Selama 100 hari terakhir ini, mereka putus sekolah.
Menurut laporan organisasi Save The Children pada 11 Januari 2024, sudah sekitar 10.000 anak tewas akibat perang Gaza atau, jika dirata-rata, berarti 100 anak tewas setiap hari di Jalur Gaza.
Badan PBB untuk Anak-anak (UNICEF) juga melaporkan, setelah 100 hari perang Gaza, ribuan anak tewas di Jalur Gaza. Adapun Kementerian Kesehatan Palestina melaporkan, ada sekitar 350.000 warga Jalur Gaza yang luka-luka atau sakit tidak mendapat perawatan dan pengobatan semestinya sejak meletus awal perang Gaza.
Jalur Gaza secara fisik dan infrastruktur sudah hancur dan tidak layak lagi untuk dihuni sebelum dilakukan pembangunan kembali pascaperang nanti. Semua rumah sakit di Jalur Gaza sudah tidak bisa beroperasi lagi. Padahal, ribuan korban luka-luka membutuhkan perawatan dan pengobatan.
Aksi brutal Israel di luar standar kemanusiaan itu mendorong Afrika Selatan pada 29 Desember 2023 mengajukan Israel ke Mahkamah Internasional dengan dakwaan Israel melakukan genosida dan kejahatan perang di Jalur Gaza.
Setelah 100 hari perang Gaza, opini dunia pun berubah. Tuntutan gencatan senjata permanen di Jalur Gaza menggelinding semakin kencang dengan tujuan agar tragedi kemanusiaan di Jalur Gaza bisa segera diakhiri.
Aksi unjuk rasa di kota-kota besar di negara-negara Barat dengan tuntutan agar perang Gaza segera diakhiri terus marak. Hal ini termasuk yang memaksa Israel, Rabu (17/1/2024), menerima kesepakatan transaksi dengan Hamas melalui mediasi Qatar dan Perancis.
Transaksi itu berupa kesepakatan pasokan bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza dengan imbalan suplai obat-obatan untuk sandera warga Israel dan asing yang disekap di Jalur Gaza. Seperti telah disebutkan, masih ada sekitar 130 warga Israel dan asing yang disekap Hamas di Jalur Gaza.
Dua pesawat komersial Qatar, yang membawa bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza, Rabu (17/1/2024), terbang dari Doha ke El-Arish, Mesir, dan kemudian membawa bantuan kemanusiaan itu dari El-Arish menuju Jalur Gaza.
Ini juga yang membuat masyarakat internasional, khususnya AS, mulai mencari jalan keluar untuk mengakhiri perang Gaza tanpa harus memalukan wajah Israel.
Banyak ide yang berkembang di kalangan masyarakat internasional untuk mengakhiri perang Gaza. Di antara ide tersebut adalah pemberian kesempatan kepada Otoritas Palestina pimpinan Presiden Mahmoud Abbas untuk berkuasa lagi di Jalur Gaza setelah dilakukan reformasi atas internal lembaga-lembaganya,
Ada pula ide kabilah-kabilah di Jalur Gaza bisa berkuasa di wilayahnya. Ada juga ide Jalur Gaza dikontrol oleh beberapa negara Arab, seperti Mesir, Jordania, dan Qatar.
Beberapa ide yang berkembang itu untuk memenuhi tuntutan Israel yang menginginkan Hamas tidak berkuasa lagi di Jalur Gaza sebagai syarat diakhirinya perang Gaza. Ide apa pun formulanya bisa sukses mengakhiri perang Gaza jika diterima oleh Israel ataupun Hamas.