”Mikul dhuwur, mendhem jero”. Artinya, mengusung yang tertinggi dan mengubur yang terdalam. Itulah makna penghormatan.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Ketika seseorang ingin memberikan penghormatan kepada orang lain, biasanya yang lebih senior atau berjasa, junjunglah tinggi kehormatan dan jasanya serta lupakan kesalahan yang pernah dilakukannya. Tampaknya semangat untuk mikul dhuwur mendhem jero itulah yang ingin ditunjukkan Presiden Joko Widodo saat memutuskan memberikan pangkat jenderal kehormatan, bintang empat, kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, yang sebelumnya berhenti sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan pangkat terakhir letnan jenderal, bintang tiga.
Presiden Jokowi menepis pemberian pangkat jenderal kehormatan kepada Prabowo itu sebagai bagian dari transaksi politik. Prabowo yang berpasangan dengan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi, sampai saat ini meraih suara terbanyak dalam penghitungan suara sementara Pemilu 2024 sesuai data Komisi Pemilihan Umum (KPU). Berbagai lembaga survei, termasuk Litbang Kompas, juga menempatkan pasangan calon presiden-calon wakil presiden nomor urut 2 ini sebagai peraih suara terbanyak versi hitung cepat (quick count) dan berpotensi memenangi pemungutan suara dalam satu putaran.
Menurut Presiden Jokowi, kalau pemberian pangkat kehormatan itu adalah bagian dari transaksi politik, semestinya dilakukan sebelum pemilu. Dan, pemberian jenderal kehormatan itu bukan kali ini saja terjadi. Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono mendapatkan pangkat itu saat sudah pensiun dari TNI tahun 2000 dan diberikan oleh Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid. Pada saat itu, pangkat jenderal kehormatan juga diberikan kepada Agum Gumelar dan Luhut Binsar Pandjaitan. Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri memberikan pula pangkat jenderal kehormatan kepada Hari Sabarno dan AM Hendropriyono. Adapun Presiden ke-2 Soeharto memberikan pangkat jenderal kehormatan kepada Soesilo Soedarman (Kompas, 29/2/2024).
Sesuai dengan Pasal 15 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, presiden memang bisa memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang. Pasal 10 menegaskan, presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Ini menegaskan, pemberian pangkat bintang empat kehormatan kepada Prabowo memiliki dasar hukum, menjadi hak sepenuhnya presiden.
Memang ada sejumlah kalangan yang mempertanyakan kebijakan Presiden Jokowi memberikan pangkat jenderal kehormatan kepada Prabowo. Langkah itu juga dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI serta Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Hal ini bisa menimbulkan perdebatan publik. Namun, secara konstitusi, presiden berhak memberikan tanda kehormatan.
Mungkin masalahnya adalah rasa keadilan dan waktu yang tepat untuk pemberian pangkat kehormatan itu selain persepsi publik yang beragam kepada figur pemberi atau penerima pangkat. Ini lebih tidak terukur lagi. Seperti sebuah iklan warung, ”harga kaki lima, rasa bintang lima”. Tak bisa didebat.