Daerah irigasi berpotensi untuk mendukung kebutuhan pangan nasional. Namun, sebagian jaringan irigasi rusak berat.
Oleh
NOVA DORMA SIRAIT
·5 menit baca
Irigasi merupakan upaya penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang budidaya pertanian. Air irigasi dibawa melalui jaringan irigasi yang terdiri atas saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya dan melayani kesatuan lahan pertanian yang disebut daerah irigasi. Fungsi irigasi dapat diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi yang meliputi penyediaan air irigasi, prasarana irigasi, manajemen irigasi, lembaga pengelola irigasi, dan sumber daya manusia.
Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi pada daerah irigasi dilaksanakan berdasarkan asas kewenangan. Dari data Status Daerah Irigasi tahun 2015, total luas daerah irigasi nasional adalah 9,1 juta hektar terdiri dari 6 juta hektar (65 persen) daerah irigasi kewenangan pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota dan 3,1 juta hektar (35 persen) daerah irigasi kewenangan pemerintah pusat.
Luasan tersebut merujuk kepada batasan daerah irigasi kewenangan provinsi, yaitu daerah irigasi seluas 1.000-3.000 hektar dan daerah irigasi yang terletak antar-kabupaten/kota, sedangkan daerah irigasi kabupaten, yaitu daerah irigasi di bawah 1.000 hektar dalam satu daerah kabupaten/kota.
Daerah irigasi kewenangan pemerintah daerah tersebar di 479 pemda meliputi 35 provinsi dan 444 kabupaten/kota. Daerah irigasi kewenangan pemda paling luas di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.
Hasil pemetaan terakhir yang dilakukan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota pada 2023 menunjukkan luas baku daerah irigasi kewenangan pemda 4,5 juta hektar. Dari luasan itu, sekitar 3,8 juta hektar berfungsi sebagai lahan pertanian dengan komoditas utama padi sawah (Laporan Data Teknis Daerah Irigasi Daerah, 2023).
Daerah irigasi kewenangan daerah atau selanjutnya disebut daerah irigasi daerah sangat berpotensi untuk mendukung kebutuhan pangan nasional khususnya beras. Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyebutkan, kebutuhan beras rata-rata nasional sekitar 2,5 juta ton per bulan yang diperoleh dari 1 juta hektar luas tanam pada setiap musim tanam. Dengan melihat data luas daerah irigasi, maka dapat dikalkulasi kontribusi daerah irigasi daerah terhadap kebutuhan pangan nasional.
Kondisi irigasi daerah
Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi daerah merupakan tanggung jawab pemda. Artinya, menjadi tugas dan tanggung jawab pemda untuk membangun, meningkatkan, merehabilitasi jaringan irigasi yang menjadi kewenangannya serta mengoperasikan dan memelihara agar kondisi dan fungsi jaringan irigasi tetap terjaga dalam melayani kebutuhan air lahan pertanian.
Namun, pada 2023, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota melaporkan sebagian jaringan irigasi dalam kondisi rusak berat dan perlu segera direhabilitasi karena 1,2 juta hektar luas daerah irigasi tidak terlayani secara optimal (Laporan Data Teknis Daerah Irigasi Daerah, Kementerian PUPR, 2023). Minimnya pasokan air irigasi menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman menjadi tidak optimal bahkan mati.
Kerusakan jaringan irigasi daerah yang relatif tinggi menunjukkan ada permasalahan dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi. Dari aspek kelembagaan organisasi perangkat daerah (OPD) pengelola sumber daya air, saat ini hanya ada 30 pemda (6 persen)—terdiri dari 9 provinsi dan 21 kabupaten/kota—yang memiliki OPD yang khusus membidangi sumber daya air dan/atau ditambah satu urusan lainnya. Selebihnya, urusan pengelolaan sumber daya air dikelola OPD yang menggabungkan urusan sumber daya air ditambah dua atau lebih urusan lainnya.
Pada 2023, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota melaporkan sebagian jaringan irigasi dalam kondisi rusak berat.
Dari sisi anggaran, alokasi anggaran dari APBD juga relatif terbatas sehingga menimbulkan kendala pada penyiapan desain konstruksi maupun supervisi, dan pada pekerjaan konstruksi baik pembangunan, peningkatan, rehabilitasi, maupun operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi.
Sebagai contoh pada kegiatan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi yang wajib dilaksanakan pengelola irigasi. Kegiatan ini mencakup pengaturan air irigasi termasuk pembuangannya dan kegiatan untuk menjaga serta mengamankan jaringan irigasi agar kebutuhan air irigasi dapat terlayani dengan baik.
Data 2023 menunjukkan bahwa 350 pemda (73 persen), terdiri dari 29 provinsi dan 321 kabupaten/kota, mengalokasikan anggaran operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi. Sementara 129 pemda tidak mengalokasikan anggaram operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi.
Dari 350 pemda, yang mengalokasi anggaran operasi dan pemeliharaan hanya 47 pemda (10 persen), yaitu 3 provinsi dan 44 kabupaten/kota. Pemda-pemda ini mengalokasikan dana operasi dan pemeliharaan di atas Rp 400.000 per hektar. Angka ini merupakan ancar-ancar kebutuhan anggaran minimal. Sebagian besar pemda mengalokasikan anggaran kurang dari Rp 50.000 per hektar.
Alokasi anggaran tersebut ternyata tidak berkorelasi dengan kapasitas fiskal daerah. Pemda yang memiliki kapasitas fiskal rendah dan sangat rendah ternyata lebih banyak mengalokasian anggaran operasi dan pemeliharan dibandingkan dengan pemda yang memiliki kapasitas fiskal tinggi dan sangat tinggi walaupun alokasi rata-rata harga satuan per hektar lebih rendah dibandingkan pemda dengan kapasitas fiskal tinggi dan sangat tinggi.
Demikian pula jika alokasi anggaran operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi disandingkan dengan keberadaan OPD pengelola sumber daya air, maka data di atas menunjukkan pemda yang secara khusus memiliki OPD pengelola sumber daya tidak seluruhnya mengalokasikan anggaran operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi sesuai kebutuhan nyata lapangan, dan demikian pula sebaliknya. Dengan demikian, dapat dikatakan tidak ada pola alokasi anggaran pengelolaan irigasi kewenangan daerah yang bersumber dari APBD.
Alokasi anggaran operasi dan pemeliharaan irigasi yang rendah akan memengaruhi kondisi dan fungsi jaringan irigasi. Secara sederhana, operasi dan pemeliharaan yang dilakukan secara teratur akan menambah umur layanan jaringan irigasi dan memperpanjang jangka waktu rehabilitasi jaringan irigasi sehingga nilai efiesiensi jaringan irigasi lebih baik.
Irigasi daerah juga menghadapi masalah terkait ketersediaan pasokan air dari sumber air. Perubahan lingkungan di hulu daerah aliran sungai (DAS) serta perubahan iklim menyebabkan fluktuasi debit yang cukup besar antara musim kemarau dan musim hujan, ditambah fenomena El Nino pada 2023, menimbulkan kemarau berkepanjangan yang berakibat berkurangnya air irigasi. Kejadian gagal panen dan mundurnya musim tanam menyebakan menjadikan isu kelangkaan beras menjadi hangat karena dirasakan langsung masyarakat konsumen.
Langkah ke depan
Untuk memperbaiki dan meningkatkan kontribusi irigasi daerah terhadap kebutuhan pangan nasional, maka perlu diambil langkah-langkah sebagai berikut. Pertama, rehabilitasi jaringan irigasi daerah dalam kondisi rusak berat. Rehabilitasi perlu diikuti dengan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi.
Kedua, pada wilayah potensial pertanian perlu dibangun jaringan irigasi baru dan peningkatan jaringan irigasi. Ini perlu diintegrasikan dengan rencana cetak sawah guna memperluas areal pelayanan sekaligus mengantipasi laju alih fungsi lahan.
Ketiga, anggaran untuk rehabilitasi jaringan irigasi relatif besar, paling tidak Rp 22 triliun. Melihat alokasi anggaran irigasi yang bersumber dari APBD seperti yang diuraikan di atas, rasanya sulit membebankan pembiayaan tersebut sepenuhnya kepada pemda. Diperlukan instrumen lain, seperti instruksi presiden, agar kerusakan jaringan irigasi dapat ditangani secara cepat. Hal lain, perlu pengaturan dan pengawasan penggunaan dana transfer ke daerah yang lebih ketat dalam pengelolaan infrastruktur dasar termasuk irigasi.
Keempat, untuk menjaga pasokan air irigasi, pembangunan bendungan dan tampungan air menjadi sangat penting. Tentu ini harus diikuti perbaikan kawasan hulu DAS sebagai daerah tangkapan hujan antara lain melalui upaya penghijauan dan pembangunan kolam-kolam konservasi.
Kelima, perbaikan tata kelola, kelembagaan pengelola irigasi, dan sumber daya manusia juga perlu mendapat perhatian. Pemda yang memiliki kewenangan daerah irigasi cukup besar perlu membentuk unit pelaksana teknis dalam pengelolaan. Selain itu, mengaktifkan peran komisi irigasi dan memberdayakan perkumpulan petani air (P3A) akan sangat membantu untuk mewujudkan kemanfaatan air irigasi bagi peningkatan produktivitas lahan pertanian.
Keenam, kontribusi daerah irigasi daerah terhadap kebutuhan pangan nasional perlu diikuti dengan ketersediaan bibit dan pupuk yang berkualitas serta ekosistem pertanian berkelanjutan serta adanya dukungan kebijakan sektor terkait.
Diharapkan dengan perbaikan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi daerah akan membawa dampak positif terhadap produktivitas lahan pertanian. Kita pernah mencapai swasembada pangan pada 1984, artinya bukan tidak mungkin kita mampu mewujudkan hal yang sama sebagaimana misi presiden terpilih.
Nova Dorma Sirait, Pejabat Fungsional Pengelola Sumber Daya Air Ahli Madya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat