Tantangan Membenahi Angkutan Umum Perkotaan
Intervensi pemerintah dibutuhkan untuk meremajakan kembali dan mengembalikan daya saing angkutan perkotaan.
Angkutan massal adalah jawaban atas segala kemacetan. Ketika semua orang menggunakan kendaraan pribadi, baik mobil maupun sepeda motor, keluhan macet tak bisa dihindari. Namun, untuk mengatasinya bisa didorong penggunaan transportasi massal umum. Hal ini dikatakan Presiden Joko Widodo saat meresmikan Terminal Purworejo pada 2 Januari 2024.
Indonesia sedang mengalami krisis angkutan umum dan darurat keselamatan lalu lintas. Terhubungnya Tol Trans-Jawa dan sebagian Tol Tran-Sumatera hanya bisa membangkitkan industri transportasi bus antarkota antarprovinsi (AKAP). Sementara angkutan perkotaan, angkutan perdesaan, dan bus AKDP makin terpuruk. Di beberapa daerah, angkutan plat hitam tumbuh subur.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), tahun 2020 sebanyak 56,7 persen penduduk Indonesia berhuni di perkotaan. Tahun 2010 baru sekitar 49,8 persen. Proyeksi BPS, pada 2025 sebanyak 60 persen penduduk Indonesia berada di perkotaan, pada 2030 menjadi 63,4 persen, dan pada 2035 meningkat lagi menjadi 66,6 persen.
Baca juga: Peningkatan Layanan Transportasi Umum Atasi Kemacetan Ibu Kota
Ada sejumlah agenda visi-misi perkotaan yang selaras dengan pendapat publik yang mengharapkan isu kota dibahas dalam debat cawapres pada 22 Desember 2023. Menurut jajak pendapat Kompas pada 18-20 Desember 2023, ada tiga topik perkotaan yang paling diharapkan publik untuk dibahas. Ketiganya ialah kemiskinan dan pengangguran di perkotaan, kemacetan, serta kesehatan lingkungan kota (Kompas.id, 12 Januari 2024).
Pembenahan transportasi perkotaan dapat membantu mengurangi atau menurunkan ketiga masalah yang diharapkan publik itu. Pembangunan sarana dan prasarana transportasi massal yang harus terus didorong demi mengatasi problem kemacetan. Selain itu, sarana dan prasarana transportasi massal juga diperlukan untuk meningkatkan konektivitas antarwilayah
Permintaan angkutan perkotaan menurun secara signifikan ketika masyarakat semakin tergantung kepada kendaraan pribadi. Apabila dibiarkan, angkutan perkotaan terancam punah. Penyelamatan angkutan perkotaan harus menjadi prioritas kebijakan pemerintah. Tidak hanya angkutan perkotaaan yang punah, tetapi juga angkutan perdesaan dan angkutan antarkota dalam provinsi turut menurun penggunannya.
Sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, penyediaan angkutan umum merupakan kewenangan daerah. Namun, dengan keterbatasan kemampuan finansial pemerintah daerah, pengelolaan transportasi massal yang andal menjadi kurang terasa kebermanfaatannya di masyarakat.
Hal ini memerlukan dorongan dan kerja sama antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Strategi skema dukungan pemerintah pusat untuk pembangunan angkutan umum massal perkotaan serta kelembagaan otoritas transportasi perkotaan merupakan salah satu solusi agar rencana pembangunan angkutan umum massal dapat diimplementasikan.
Langkah Kementerian Perhubungan untuk mengaktualisasi program ini adalah dengan meluncurkan program pembelian layanan (buy the service) pada 2020. Program tersebut dinamai Program Teman (Transportasi Ekonomis, Mudah, Andal, dan Nyaman) Bus. Pada 2023 terdapat 11 kota layanan (Medan, Palembang, Yogyakarta, Solo, Denpasar, Bandung, Banyumas, Banjarmasin, Palembang, Surabaya, dan Bogor). Selama tahun 2023 (1 Januari-20 Desember), program ini telah mengangkut 21.551.706 orang. Program ini mengoperasikan 948 armada (782 bus dan 166 MPU) di 61 koridor.
Sementara untuk di wilayah Jabodetabek ada Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek dengan Program BisKita (Bus Inovatif Solusi Transportasi Perkotaan Terintegrasi dan Anda). Program Bis Kita di Kota Bogor (Trans Pakuan).
Dari 38 ibu kota provinsi, hanya 15 kota yang mulai membenahi angkutan kotanya.
Kedua program itu sebagai stimulus pengembangan angkutan umum perkotaan dengan jangka waktu yang ditentukan dengan tujuan untuk meningkatkan minat penggunaan angkutan umum dan kemudahan bermobilitas di masyarakat.
Berdasarkan data BPS terbaru tahun 2023 mengacu pada hasil pendataan rentang tahun 2018-2022, terdapat 416 kabupaten dan 98 kota di Indonesia. Ditambah 38 provinsi menjadi 552 pemda, tidak sampai 5 persen pemda yang telah membenahi transportasi umum modern.
Dari 38 ibu kota provinsi, hanya 15 kota yang mulai membenahi angkutan kotanya, seperti Banda Aceh (Trans Koetaradja), Medan (Trans Metro Deli), Padang (Trans Padang), Pekanbaru (Trans Metro Pekanbaru), Batam (Trans Batam), Jambi (Trans Siginjak), Palembang (Trans Musi Jaya), Jakarta (Trans Jakarta), Bandung (Trans Metro Pasundan), Semarang (Trans Semarang), Yogyakarta (Trans Jogja), Surabaya (Trans Metro Semanggi, Suroboyo Bus, Wira Wiri), Denpasar (Trans Metro Dewata), Banjarmasin (Trans Banjarmasin), dan Makassar (Trans Mamminasata). Dari 15 kota tersebut, 10 kota menggunakan APBD, sisanya (lima kota) masih mengandalkan APBN.
Baca juga: Ada Dulu, Pembenahan Kemudian
Hanya Jakarta yang memiliki APBD besar dan mampu memberikan subsidi layanan angkutan umum. Empat kota dengan APBD provinsi, yaitu Banda Aceh, Jambi, Jakarta, dan Yogyakarta. Lantas, bagaimana dengan 23 ibu kota provinsi yang angkutan umumnya banyak yang berhenti beroperasi?
Seandainya masih ada angkutan umum yang beroperasi, itu pun usia armada rata-rata di atas 15 tahun dan tentu kurang nyaman digunakan sehingga dijauhi masyarakat. Alhasil, masyarakat yang beralih ke kendaraan pribadi semakin banyak dan kota-kota yang terdampak kemacetan lalu lintas kian meningkat.
Selain itu, juga ada enam provinsi yang membenahi angkutan aglomerasi, yaitu Pemprov DKI Jakarta (Transjakarta), Pemprov Jawa Tengah (Trans Jateng), Pemprov Jawa Timur (Trans Jatim), Pemprov Kalimantan Selatan (Trans Banjarbakula), dan Pemprov Bali (Trans Sarbagita), dan Pemprov Gorontalo (Trans NKRI).
Transjakarta sejak 2004 menjadi pelopor pembenahan angkuan umum di Indonesia. Hingga akhir 2023, Transjakarta telah melayani 244 rute dengan 14 koridor utama dengan delapan tipe layanan, yaitu 51 rute BRT, 61 rute angkutan umum integrasi, 94 rute mikrotrans, 5 rute bus wisata, 1 layanan Transjakarta Cares, 13 rute Royaltrans, 10 rute Transjabodetabek, dan 19 rute ke kawasan rumah susun.
Kemudian disusul Trans Jateng yang mengoperasikan tujuh koridor yang beroperasi sejak 2017, Trans Jatim baru tiga koridor yang beroperasi sejak 2022, Trans Banjarbakula satu koridor yang beroperasi sejak 2019, Trans Sarbagita dua koridor yang beroperasi sejak 2011, dan Trans NKRI dua koridor yang beroperasi sejak 2023.
Transjakarta sejak 2004 menjadi pelopor pembenahan angkutan umum di Indonesia. Hingga akhir 2023, Transjakarta telah melayani 244 rute.
Alasan rendahnya fiskal sering diungkap para kepala daerah untuk tidak bisa membenahi angkutan umum. Lantas, apakah ada upaya pemerintah untuk bersungguh-sungguh membenahi angkutan umum di daerah yang APBD-nya jauh lebih rendah dari Kota Jakarta?
Intervensi pemerintah dibutuhkan untuk meremajakan kembali (rejuvenate) dan mengembalikan daya saing angkutan perkotaan. Penerapan skema pembelian layanan (buy the service) merupakan intervensi yang dilakukan pemerintah dengan membeli produksi layanan angkutan perkotaan.
Buy the service (BTS) adalah cara penyediaan angkutan yang berkualitas, terkendali, dan mampu memberikan layanan yang tanggap (responsif) terhadap demand yang umumnya cukup beragam di suatu kota (Sutomo, 2001).
Terhubungnya jalan Tol Trans-Jawa dan sudah terbangunnya sebagian Tol Trans-Sumatera menyebabkan bisnis bus AKAP dan bus wisata tumbuh subur. Sementara bisnis angkutan perkotaan, angkutan perdesaan, dan angkutan kota dalam provinsi (AKDP) menurun drastis.
Mengutip Laporan Proyek Penyusunan Masterplan dan Operasi Percontohan Modernisasi Terminal Bus di Indonesia pada 2023, di antara moda transportasi antarkota di Indonesia, moda transportasi yang menyumbang pangsa transportasi terbesar adalah kereta api, yaitu sekitar 58 persen, dan dalam kasus bus antarkota, transportasi tersebut menyumbang sekitar 14 persen dari pangsa transportasi dan disusul oleh transportasi udara.
Pertumbuhan di daerah perkotaan yang cepat menyebabkan perkembangan kota menjadi urban sprawl. Perkembangan ini menyebabkan permasalahan yang berkembang pula di daerah perkotaan. Konsekuensi dari urban sprawl, menurut Cheng (2010), adalah menimbulkan kemacetan lalu lintas, pengeluaran biaya transportasi yang berlebihan, perubahan basis pajak pemerintah daerah, dan pemborosan sumber daya lahan.
Melakukan revisi Pasal 9 UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, perhubungan merupakan urusan wajib tidak terkait pelayanan dasar menjadi urusan wajib terkait pelayanan dasar, seperti halnya pendidikan; kesehatan; pekerjaan umum dan penataan ruang; perumahan rakyat dan kawasan permukiman; ketenteraman, ketertiban dan perlindungan masyarakat; dan sosial.
Selain itu, pemda juga jangan terlebih dahulu memikirkan modal kembali (revenue) karena kewajiban memfasilitasi mobilitas publik itu berada di pemda. Pemda semestinya memikirkan keuntungan bagi masyarakat dan lingkungan. Value kualitatif inilah yang harus pemda kuantifisasi. Jika tidak, warga akan mengusahakan sendiri-sendiri membeli sepeda motor dan mobil. Hal ini malah akan membikin repot pemerintah kota untuk mengatasi kemacetan yang terjadi seperti sekarang ini.
Baca juga: Quo Vadis Kebijakan Transportasi Perkotaan di Indonesia?
Di sisi lain, pemerintah pusat mengajak pemda untuk mengubah citra pengguna angkutan umum, dari yang dianggap untuk kaum menengah ke bawah menjadi pilihan utama masyarakat semua kalangan. Mengubah pandangan dinilai penting untuk menambah jumlah keterisian penumpang. Diperlukan kemauan politik (political will) kepala daerah untuk membenahi angkutan umum.
Sekarang, ketiga calon presiden dan wakil presiden memiliki program transportasi umum. Sejauh mana janji dan realisasinya kita tunggu. Semoga benar-benar bersungguh-sungguh mau menepati janji dan akan serius membenahi angkutan umum.
Dua puluh tahun lagi menuju Indonesia Emas 2045. Becermin dari Transjakarta yang dimulai 20 tahun lalu (tepatnya 15 Januari 2004), sekarang sudah nampaknya hasilnya. Oleh sebab itu, agar 20 tahun ke depan benar-benar terwujud, mulai sekarang benahilah angkutan umum.
Untuk mewujudkannya diperlukan bantuan pembiayaan dari pemerintah pusat, bisa dalam bentuk Public Service Obligation (PSO) angkutan umum atau lembaga pembiayaan angkutan umum di bawah Kementerian Keuangan.
Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat