Jutaan warga di Amerika Serikat dan Kanada terdampak gelombang dingin. Fenomena ini terkait perubahan iklim.
Oleh
REDAKSI
·3 menit baca
Suhu di bawah titik beku di sebagian besar wilayah Amerika Serikat dan Kanada menyebabkan jutaan warga menghadapi cuaca dingin yang berpotensi berbahaya. Cuaca ekstrem ini terjadi di tengah rata-rata suhu global mencapai rekor terpanas tahun 2023 dan berlanjut pada awal tahun ini.
Kondisi cuaca ekstrem dingin ini menimbulkan risiko radang dingin dan hipotermia yang membahayakan keselamatan jiwa. Badai dingin juga mengancam perekonomian seiring terganggunya lalu lintas penerbangan dan aktivitas sehari-hari warga yang terdampak.
Pada Selasa (23/1/2024), sebagian wilayah Kanada mencatat suhu minus 25 derajat celsius. Di Minnesota, AS, tercatat suhu minus 27 derajat celsius. Bahkan, di Dakota Utara tercatat suhu minus 56 derajat celsius (Kompas, 24 Januari 2024).
Laporan Earth Observatory Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA), Minggu (21/1/2024), menunjukkan, gelombang dingin menyebabkan angin dingin di bawah nol derajat celsius melanda Amerika Serikat bagian timur. Gelombang dingin ini kemudian memicu hujan salju d beberapa daerah.
Menurut Layanan Cuaca Nasional Amerika Serikat, salju setebal 2-5 inci berada di tanah dekat Baltimore, Maryland. Badai salju diawali pergerakan massa besar udara dingin Arktik sejak pertengahan Januari 2024, lalu tumpah di sebagian besar wilayah AS, berdekatan dengan Kanada (Kompas.id, 24 Januari 2024).
Suhu udara di stasiun Layanan Cuaca Nasional di Billings, Montana, mencapai minus 34 derajat celsius pada 13 Januari. Angin dingin di Montana dan Dakota mencapai minus 51 derajat celsius. Menurut NASA, hal ini merupakan suhu terendah yang tercatat di sana sejak 1999.
Pemanasan Arktik
Fenomena cuaca ekstrem dingin sebenarnya berulang kali terjadi di Amerika Serikat. Fenomena serupa terjadi di Asia Timur sejak tahun 2000-an. Banyak ahli menyatakan, pemanasan Arktik dan melemahnya aliran jet akibat berkurangnya es Laut Arktik sebagai penyebab semakin ekstremnya badai salju ini.
Pakar iklim di Universitas Massachusetts Lowell menyebut cuaca ekstrem dingin kali ini terjadi ketika aliran udara dingin berkecepatan tinggi bergeser dari jalurnya. Dari berputar di sekitar kutub utara saja, aliran itu malah membawa angin dingin ke selatan. Aliran itu kerap disebut pusaran kutub atau polar vortex.
Langkah mitigasi dampak fenomena cuaca ekstrem yang diprediksi makin sering terjadi perlu disiapkan.
Aliran udara dingin berkecepatan tinggi atau aliran jet pada musim dingin di sepanjang perbatasan di antara Arktik turun jauh hingga ke selatan. Hal itu membawa udara dingin Arktik ke wilayah yang jarang mengalaminya dan memicu semburan air dingin.
Ketika pusaran stratosfer ini terganggu atau melebar, aliran jet dapat terdistorsi, mendorongnya ke selatan di beberapa area dan menyebabkan semburan udara dingin. Badai dingin pada Januari 2024 ini cocok dengan pola ini. Peregangan ini kemungkinan terkait cuaca garis lintang tinggi dalam dua pekan sebelumnya.
Studi Mi-Kyung Sung dari Climate and Environmental Research Institute, Korea Institute of Science and Technology dan tim, yang dipublikasikan di Nature Communications, 27 November 2023, menjelaskan, pemanasan dan perubahan arus lautan jadi sumber terjadinya suhu ekstrem dingin yang makin sering terjadi.
Seiring dengan pemanasan global yang semakin intensif di masa depan dan mengubah struktur lautan, variasi iklim regional ini bisa berubah secara dramatis. Karena itu, langkah mitigasi dampak fenomena cuaca ekstrem yang diprediksi makin sering terjadi perlu disiapkan.