Sentinel Menjaga Kedaulatan Negara
Di tengah kondisi perubahan iklim, ancaman zoonosis kian besar. Mengembangkan industri peternakan sentinel jadi solusi.
Ketidakstabilan geopolitik dan perubahan iklim merupakan isu terbesar yang berpotensi mengganggu kesejahteraan masyarakat. Perang Rusia versus Ukraina belum usai, ditambah konflik Israel Palestina yang juga belum terang kapan akan berakhir.
Sementara itu, dampak dari konflik ini kian nyata. Pasokan energi dan pangan sebagai komoditas strategis turut terganggu dengan adanya pembatasan lalu lintas kapal komersial di Laut Hitam oleh Rusia dan serangan kelompok sayap Houthi pada kapal kargo di Laut Merah. Ini otomatis mengerek harga komoditas sebagai konsekuensi penambahan biaya pengiriman akibat kapal tidak bisa melewati Terusan Suez.
Sementara itu, dampak perubahan iklim juga kian nyata. Pada satu waktu terjadi kekeringan yang berkepanjangan, sementara pada satu waktu lain terjadi hujan badai. Keduanya sama-sama berimplikasi bencana, dan celakanya pola pergantian iklim ini kian sulit untuk diprediksi. Sementara itu, deforestasi meluas, perdagangan ilegal hewan makin intens sehingga meningkatkan kerentanan terhadap limpasan ataupun introduksi agen patogen termasuk zoonosis.
Kondisi tersebut tentu saja sangat berpotensi menimbulkan dampak multidimensi, seperti kelangkaan pangan disertai kenaikan harga pangan yang dipicu menurunnya pasokan karena penurunan produksi pangan dalam negeri dan berkurangnya pasokan pangan impor.
Selain itu, juga munculnya wabah penyakit hewan termasuk zoonosis yang berpotensi mengganggu produksi peternakan dengan dampak ekonomi dan sosial yang besar serta menimbulkan gangguan kesehatan pada masyarakat, seperti flu burung, H1N1, Japanese Encephalitis, infeksi virus Corona (Covid).
Baca juga: Ancaman Zoonosis
Memperhatikan dinamika yang terjadi saat ini, sudah seharusnya pemerintah bersiap diri mengamankan pasokan pangan dan memastikan sistem pertahanan hayati berjalan efektif sehingga mampu mendeteksi dini terhadap ancaman wabah penyakit termasuk zoonosis.
Salah satu upaya yang patut dan layak untuk diimplementasikan adalah mengembangkan industri sentinel peternakan, yaitu mengembangkan peternakan sembari membangun sistem pencegahan penyakit dengan memanfaatkan peternakan itu sendiri sebagai instrumen pencegahan penyakit zoonosis.
Zoonosis penting untuk menjadi prioritas mengingat zoonosis memiliki spektrum kerugian yang luas baik dari aspek sosial, ekonomi, politik, maupun budaya sebagaimana dicontohkan saat pandemi Covid-19. Grace et al (2012) dalam tulisannya berjudul Mapping of Poverty and Likely Zoonosis Hotspot menyatakan bahwa zoonosis secara global telah merenggut 2,7 juta jiwa dan menyebabkan sakit kepada 2,5 miliar penduduk dunia.
Peternakan terintegrasi
Sistem pencegahan zoonosis dalam program industri sentinel peternakan adalah menggunakan hewan sentinel dalam suatu peternakan terintegrasi dari hulu sampai hilir. Menurut buku Panduan Teknis Surveilans Penyakit Hewan yang diterbitkan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, sentinel diartikan sebagai penjaga yang akan memberikan peringatan jika terjadi sesuatu.
Sentinel ini berperan sebagai indikator yang akan memberi peringatan jika penyakit muncul. Sentinel mulai dikenal pada awal abad ke-20 ketika para pekerja tambang batubara di Inggris dan Amerika Serikat menggunakan burung kenari sebagai indikator adanya gas beracun karbon monoksida ataupun metan.
Burung kenari lebih peka terhadap gas beracun tersebut, ketika terjadi peningkatan gas beracun kenari akan jatuh dari tempatnya bertengger dan tampak sakit sehingga mudah dikenali pekerja sebelum gas mencapai konsentrasi yang dapat membahayakan keselamatan pekerja.
Penggunaan hewan sentinel di Indonesia belum populer meskipun manfaat yang diperoleh sebenarnya sepadan dengan investasi yang ditanam. Hewan yang digunakan sebagai sentinel merupakan hewan yang ada di lingkungan, seperti tikus yang dipakai untuk surveilans leptospirosis.
Sentinel ini berperan sebagai indikator yang akan memberi peringatan jika penyakit muncul.
Kegiatan surveilans sentinel lebih umum dikerjakan oleh Kementerian Kesehatan, seperti surveilans sentinel untuk leptospirosis, arbovirus, maupun Japanese Encephalitis virus. Program industri sentinel peternakan, selain digunakan sebagai deteksi dini penyakit, juga dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan peternakan di daerah-daerah rentan terjadinya wabah, seperti di sekitar pelabuhan, pesisir pantai, ataupun area-area yang banyak terjadi lalu lintas ternak.
Beberapa hewan karena sifat alamiahnya lebih peka terhadap penyakit zoonosis, misalnya ayam pada flu burung, sehingga jika ada peningkatan kasus pada ayam dapat menjadi peringatan dini wabah flu burung. Hewan yang digunakan sebagai sentinel adalah hewan yang tidak divaksin dan bebas antibodi dari agen patogen yang kemudian dibaurkan pada hewan ternak.
Pengembangan peternakan berbasis sentinel ini juga merupakan solusi terhadap keterbatasan petugas untuk mengawasi wilayah pesisir ataupun area-area rawan lainnya.
Pemerintah dengan menggandeng pelaku industri peternakan dapat mengembangkan peternakan terintegrasi dengan pengolahan dan penyimpanan hasil peternakan di daerah-daerah tersebut. Sementara itu, pemerintah menyediakan infrastruktur pendukung, seperti listrik, irigasi, komunikasi, dan akses jalan yang memadai ke lokasi peternakan tersebut.
Untuk memudahkan pasokan pakan dapat dikembangkan pula penanaman bahan baku pakan seperti hijauan makanan ternak, jagung, ataupun biji-bijian sumber pakan ternak terpadu dengan pabrik pakan ternak. Pengembangan peternakan dapat diatur sedemikian rupa dengan klusterisasi, seperti kluster kambing/domba, kluster sapi potong, kluster sapi perah, kluster ayam pedaging, dan kluster ayam petelur.
Pengembangan peternakan ini juga akan membuka banyak lapangan kerja sehingga dapat mengurangi pula angka pengangguran. Industri peternakan yang dikembangkan ini tentu dapat meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap pengawasan dan deteksi dini penyakit zoonosis karena masyarakat langsung mendapatkan manfaat dari pengembangan industri sentinel peternakan ini.
Agar berjalan efektif, perlu kolaborasi aktif antara entitas pemerintah di bidang karantina hewan, kesehatan hewan, kesehatan masyarakat, pelaku industri peternakan dan masyarakat.
Program ini akan berjalan efektif jika pemerintah memberi insentif kepada pelaku usaha. Insentif tersebut seperti untuk mendapatkan lahan peternakan dan memberikan hak pengelolaan lahan dalam jangka panjang untuk memberikan kepastian berusaha, membuka ruang seluas-luasnya kepada beragam bentuk usaha termasuk koperasi untuk berperan pada program ini, pun ditambah insentif pinjaman dengan bunga rendah dan pembebasan ataupun tarif pajak penghasilan yang murah bagi mereka yang berinvestasi pada program ini.
Insentif diperlukan karena untuk mengembangkan peternakan terintegrasi membutuhkan biaya investasi besar dengan turnover yang lama sehingga dibutuhkan kepastian pengembalian investasi sebagai daya tarik.
Baca juga: Sapi yang Terlalu Mahal untuk Masa Depan Bumi
Pembagian kluster peternakan pun disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat, misalnya di Sumatera Utara dikembangkan kluster peternakan ayam atau unggas, peternakan sapi maupun peternakan babi, sementara di Aceh kluster peternakan kambing, domba, ayam, dan sapi. Di Nusa Tenggara Timur dapat difokuskan untuk peternakan sapi potong dan babi.
Untuk menopang program ini perlu dikuatkan dengan sistem informasi terpadu. Di Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan ada iSIKHNAS, di Badan Karantina Indonesia ada IQFAST, dan di kementerian Kesehatan ada sistem surveilans.
Sistem yang ada tersebut dapat diintegrasikan dalam satu aplikasi aggregator untuk menyinergikan fungsi-fungsi yang ada pada masing-masing entitas sehingga terdapat data tunggal terkait dengan pencegahan zoonosis yang berasal dari rekonsiliasi data dari masing-masing entitas.
Data tunggal ini akan sangat bermanfaat bagi pemerintah untuk menentukan kebijakan kesehatan masyarakat, kesehatan hewan, dan ketahanan pangan yang komprehensif, lebih efektif dan tepat sasaran. Keberadaan aplikasi aggregator dapat dikembangkan lagi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat melalui fitur pelaporan kejadian penyakit.
Program ini memberikan pendekatan satu kesehatan (one health) dalam penanganan penyakit zoonosis sejak dini. Saat ini, para ahli makin menyadari bahwa untuk menanggulangi penyakit zoonosis dibutuhkan kolaborasi lintas sektor agar agen patogen benar-benar dapat dikendalikan, sebagaimana yang terjadi pada penanggulangan rabies, flu burung, ataupun Covid-19, sehingga bisa dikatakan bahwa program ini merupakan sistem pertahanan hayati semesta.
Program industri sentinel peternakan dapat dimulai dari daerah paling berisiko terjadinya pemasukan zoonosis. Hal itu, antara lain, wilayah pesisir yang merupakan wilayah rentan terjadinya pemasukan dan perdagangan ilegal hewan dan wilayah dengan lalu lintas perpindahan hewan ternak yang tinggi yang tidak dijaga dan diawasi petugas.
Baca juga: Zoonosis yang Mengancam Kehidupan Manusia
Belajar dari introduksi dan wabah HPAI (flu burung), penyakit mulut dan kuku (PMK), African Swine Fever (ASF), Covid-19, dan Lumpy Skin Disease (LSD), sentinel menjadi hal penting untuk mendeteksi dini kejadian awal penyakit. Selanjutnya setelah sistem informasi terbangun, perlu dibangun pula langkah tanggap darurat yang paripurna sehingga masing-masing entitas sudah mengetahui dan paham langkah yang harus dilakukan, disertai pula dengan dukungan logistik dan anggaran yang memadai. Jadi, kerugian ekonomi yang besar, seperti ketika terjadi wabah PMK yang mencapai hampir Rp 40 triliun, dapat dihindarkan.
Selain itu, dengan program ini kemandirian pangan terutama asupan terhadap protein hewani dapat tercukupi dengan harga yang terjangkau. Dengan demikian, kesejahteraan rakyat bukan sekadar utopia, dan Indonesia lebih siap menghadapi perang proksi dengan dampak kerawanan pangan ataupun wabah penyakit di masa depan.
Helly Afiantoro, Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya