logo Kompas.id
OpiniRatu Adil dan Pilpres 2024
Iklan

Ratu Adil dan Pilpres 2024

Ratu Adil di zaman demokrasi diharapkan untuk menata ulang negara yang sedang dilanda kekacauan tatanan.

Oleh
BUDIMAN TANUREDJO
· 4 menit baca
Budiman Tanuredjo.
SALOMO

Budiman Tanuredjo.

”Demokrasi yang dilahirkan reformasi seharusnya menciptakan apa yang disebut dalam tradisi Ratu Adil sebagai kertayuda, zaman kebahagiaan di mana rakyat tak hanya sejahtera, tetapi juga bebas merdeka. Tapi, yang terjadi demokrasi, salah kedaden, demokrasi sukerta, demokrasi kesetanan, demokrasi cacat. Kita terjebak dalam zaman kalabendu, zaman kutukan, zaman petaka….” (GP Sindhunata)

Dengan nada bergetar, budayawan GP Sindhunata berbicara di Bentara Budaya Jakarta, Kamis (11/1/2024) malam, saat peluncuran buku Ratu Adil: Ramalan Jayabaya & Sejarah Perlawanan Wong Cilik (2024) dan pameran lukisan Budi Ubrux. Buku Ratu Adil diangkat dari disertasi Sindhunata di Hochschule fur Philosophie Munchen, Jerman, 32 tahun lalu.

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kunjungi Halaman Pemilu

Buku Ratu Adil relevan dalam situasi politik kontemporer menjelang pemilihan presiden, Rabu, 14 Februari 2024. Pemikir sosial Fachry Ali saat ngobrol dengan saya di kanal Youtube ”Back to BDM” mengungkapkan kegelisahan dan keresahan hatinya. Suasana kebatinan yang sama juga dirasakan mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. ”Resah dan gelisah,” ucapnya.

”Muazin-muazin” bangsa yang gelisah dan prihatin kondisi negara bangsa, seperti Ny Sinta Nuriyah, Quraish Shihab, Karlina Supelli, Lukman Hakim, Makarim Wibisono, Pendeta Gomar Gultom, dan Kardinal Suharyo, Kamis (11/1), menemui Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Mereka mengingatkan keutuhan bangsa dijaga dengan mengedepankan nilai moral, nilai etika, serta asas kepantasan dan kepatutan.

Para tokoh yang tergabung dalam Gerakan Nurani Bangsa bertemu dengan Wakil Presiden Ma’ruf Amin di Istana Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Selatan, Kamis (11/1/2024).
BPMI - SETWAPRES

Para tokoh yang tergabung dalam Gerakan Nurani Bangsa bertemu dengan Wakil Presiden Ma’ruf Amin di Istana Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Selatan, Kamis (11/1/2024).

Suasana bangsa yang resah gelisah—meski juga ada kelompok yang mengembangkan narasi politik santuy dan riang gembira—mendorong orang mencari jalan keluar dari kepampatan politik. Dalam konteks itulah ide Ratu Adil menjadi relevan. Namun, pertanyaannya, apakah Pemilihan Presiden 2024 yang bertepatan dengan Hari Rabu Abu bagi umat Katolik, Valentine Day bagi anak modern, dan disebut sebagai unlucky day di kalender China akan bisa melahirkan Ratu Adil yang bisa membebaskan wong cilik?

Baca juga: Pilpres, Pileg, dan Bisnis Kekuasaan

Pertanyaan itu hinggap di kepala saya saat mengikuti peluncuran buku Ratu Adil, Kamis malam kemarin. Penantian Ratu Adil menjanjikan datangnya Kertayuda, zaman baru, di mana wong cilik yang tertindas akan menemukan pembebasan, kesejahteraan, kelimpahan, dan kebahagiaan. Ratu Adil yang bisa melunasi janji Soekarno dalam pidato 1 Juni 1945 bahwa di era kemerdekaan tak ada lagi kemiskinan. Namun, nyatanya, kemiskinan ekstrem masih nyata dan ada.

Iklan

Mengacu data BPS, Maret 2023, masih ada sekitar 25,9 juta orang miskin di Indonesia. Pengeluaran keluarga per bulan Rp 2.592.657 dikategorikan miskin. Rasio gini pada Maret 2023 berada pada angka 0,388. Adapun Indeks Kebahagiaan Indonesia berada di peringkat ke-84 dari 137 negara dengan skor 5,277. Indeks Persepsi Korupsi berada di skor 34, peringkat ke-110 dari 180 negara versi Transparency International. Sementara Indeks Negara Hukum 2023 berada di skor 0,53, peringkat ke-66 dari 142 negara versi World Justice Project. IQ rata-rata orang Indonesia 78,49 persen. Angkatan kerja kita didominasi 55,43 persen lulusan SMP, 39,10 persen lulusan SD. Jumlah guru bersertifikat masih di bawah 50 persen. Sebanyak 302 kecamatan belum ada SMP/MTS, 727 kecamatan tanpa SMA/MA (Kompas, 23 Agustus 2023).

Dua kali debat calon presiden (capres) dan sekali debat calon wakil presiden (cawapres) belum memunculkan harapan bahwa Pemilu 2024 bakal melahirkan Ratu Adil. Ratu Adil yang bisa membebaskan bangsa ini dari penyakit berkepanjangan korupsi dengan anak cucunya, kolusi dan nepotisme, yang justru kian merajalela dan dipraktikkan tanpa ada rasa malu. Yang justru muncul secara vulgar adalah tontonan bagi-bagi uang untuk membeli suara rakyat. Yang justru muncul dalam panggung depan adalah elite politik yang meminta ASN/TNI/Polri untuk bersikap netral. Namun, dirinya sendiri tidak menunjukkan keteladanan untuk bersikap netral. Mengizinkan menteri dan kepala daerah menjadi tim sukses atau menjadi kontestan, tanpa harus mundur dari jabatan, menunjukkan kekacauan tatanan yang amat nyata.

https://cdn-assetd.kompas.id/hKCmQRf7slbX_KjvMR7iMGZDsns=/1024x2850/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F10%2F05%2F316d099a-e372-47c9-a9a5-d77a9870e335_png.png

Debat capres dan cawapres lebih banyak diwarnai dengan menang-menangan dalam olah kata dan belum tampak secara kuat distingsi antarpasangan calon. Yang tampak jelas adalah diksi perubahan dan kesinambungan. Namun, perubahan seperti apa yang akan dibawa dan kesinambungan seperti apa yang akan diteruskan belum terlalu jelas bagi bangsa ini. Apakah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme yang merajalela akan diteruskan atau dihentikan? Korupsi itu memiskinkan negara bangsa. Nepotisme itu mematikan meritokrasi.

Boleh jadi, suasana kebangsaan saat ini mirip dengan zaman kalabendu dalam Serat Kalatidha. Kekacauan dalam tatanan terjadi. Nilai dan etika hilang dalam perbendaharaan kata warga bangsa meski bangsa ini punya Ketetapan MPR soal Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Orang berbicara etika justru ditertawakan, justru diperolok.

Baca juga: Mencari Etik dalam Dokumen Kenegaraan

Kekacauan tatanan sebagai kalabendu zaman modern tampak dengan tidak satunya lisan dan perbuatan. Lembaga pengadilan konstitusi justru melanggar etika dan harus di-impeach. Namun, sang sosok bukannya menerima dengan legawa, melainkan justru melawan. Lembaga pemberantas korupsi justru ikut korupsi dan harus dipecat. Nepotisme yang menjadi musuh Orde Baru justru dipraktikkan secara terbuka dan tanpa ada rasa malu, dan malah dirasionalisasi dengan berbagai argumen. Orang yang jujur malah akan hancur tak kuat menahan serangan buzzer atau sing culiko mulyo, sing jujur kojur (yang salah mulia, yang jujur malah hancur).

Ratu Adil zaman modern dinanti untuk menormalisasi negara bangsa yang sedang dilanda kekacauan tatanan, kekacauan nilai, dan mabuk kekuasaan. Pujangga Ranggawarsita menulis, begja-begjane wong kang lali, isih begja wong kang eling lan waspada. (Sebahagia-bahagianya orang yang lupa, masih lebih bahagia mereka yang ingat dan waspada).

Wartawan senior Sindhunata dalam bedah buku "Ratu Adil: Ramalan Jayabaya & Sejarah Perlawanan Wong Cilik" di Bentara Budaya Jakarta, Jumat (12/1/2024). Buku itu ditulis budayawan dan wartawan senior Sindhunata untuk menangkap kisah perlawanan wong cilik dan cara mereka memupuk harapan di lorong penderitaan.
KOMPAS/AGUS SUSANTO

Wartawan senior Sindhunata dalam bedah buku "Ratu Adil: Ramalan Jayabaya & Sejarah Perlawanan Wong Cilik" di Bentara Budaya Jakarta, Jumat (12/1/2024). Buku itu ditulis budayawan dan wartawan senior Sindhunata untuk menangkap kisah perlawanan wong cilik dan cara mereka memupuk harapan di lorong penderitaan.

Sindhunata menutup, kekuasaan machiavelis boleh lupa akan apa pun atau malah melupakan apa pun asal kekuasaan tetap lestari. Namun, paham kekuasaan Jawa, siapa pun yang berkuasa harus eling lan waspada, jangan sampai lupa bahwa kekuasaan itu ada batas. Jika tidak eling lan waspada, kekuasaan itu akan membusukkan dirinya sendiri dan menghancurkan dirinya sendiri. Karena itulah demokrasi yang dilahirkan dari ibu bernama Reformasi Mei dengan darah dan nyawa manusia janganlah dimatikan. Bangsa ini berutang pada Reformasi Mei 1998.

Ratu Adil di zaman demokrasi diharapkan untuk menata ulang negara yang sedang dilanda kekacauan tatanan. Salah satu jalan yang bisa diambil dari sekian banyak jalan adalah merancang RUU Kepresidenan. Kepresidenan adalah satu-satunya lembaga yang tidak diatur dalam undang-undang meski ada di konstitusi.

Editor:
ANITA YOSSIHARA
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000