logo Kompas.id
OpiniMenantikan RUU Kepresidenan
Iklan

Menantikan RUU Kepresidenan

Komitmen soal RUU Kepresidenan perlu ditanyakan kepada pasangan capres dan cawapres serta ditindaklanjuti DPR.

Oleh
BUDIMAN TANUREDJO
· 5 menit baca
Budiman Tanuredjo (BDM).
SALOMO

Budiman Tanuredjo (BDM).

”…. Seluruh lembaga tinggi negara sudah diatur oleh undang-undang. Satu-satunya yang belum diatur adalah lembaga kepresidenan…. Keengganan membahas Undang-Undang Lembaga Kepresidenan hanya akan melarut-larutkan tata hubungan antarlembaga sekaligus kewenangan yang dimiliki oleh presiden….”

Muhaimin Iskandar, Kompas, 27 Maret 2002

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kunjungi Halaman Pemilu

Seandainya pertanyaan soal perlu tidaknya RUU Lembaga Kepresidenan itu diajukan Gibran Rakabuming Raka dalam debat calon wakil presiden, boleh jadi Muhaimin Iskandar juga lupa atas ucapannya 21 tahun lalu itu. Ucapan itu masih terekam di harian Kompas. Saat itu saya masih menjadi editor politik di koran ini. Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar, saat itu, meminta pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid dan kemudian Presiden Megawati Soekarnoputri duduk bersama DPR membahas RUU Lembaga Kepresidenan. Kala itu, RUU Kepresidenan sudah menjadi usul inisiatif DPR.

Pertanyaan soal RUU Kepresidenan itu relevan dan punya makna strategis bagi pembangunan bangsa ke depan. Keberadaan UU Kepresidenan penting untuk mengatur tata kelola pemerintahan ke depan. Komitmen pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres dan cawapres) soal pentingnya RUU Kepresidenan lebih penting daripada pertanyaan pengetahuan umum seperti carbon capture storage dan SGIE yang diajukan cawapres Gibran kepada cawapres Mahfud MD dan Muhamin Iskandar.

Sayang juga pertanyaan strategis dan penting itu tak muncul dari para panelis. Panelis hanya punya tugas membuat pertanyaan, tanpa memperdalam. Dari dua debat capres dan cawapres belum muncul gagasan terobosan yang luar biasa. Jawaban masih normatif.

Debat perdana diwarnai saling serang dan cari celah setiap capres.
KOMPAS

Debat perdana diwarnai saling serang dan cari celah setiap capres.

Isu soal RUU Kepresidenan mendadak muncul dalam benak saya. Dalam obrolan warung kopi muncul obrolan di pinggir jalan. ”Sekarang banyak baliho PSI (Partai Solidaritas Indonesia) dengan wajah Presiden Jokowi dan Kaesang,” ujar seseorang. Di televisi, ada juga iklan PSI di mana Presiden Jokowi meng-endorse partai tersebut.

Saya menangkap obrolan anak muda itu punya kesadaran politik yang tinggi. ”Lha, kan, enggak ada aturan soal itu,” ucap yang lain. Bagi kalangan anak muda yang menggandrungi frasa disrupsi politik, ada prinsip no rule is rule. Ya, memang belum ada aturan soal Lembaga Kepresidenan.

Baca juga: Mencari Etik dalam Dokumen Kenegaraan

Saya menikmati diskusi politik di tengah malam di kawasan Gunung Mas. Saya menelusuri lebih jauh perdebatan soal RUU Kepresidenan di awal reformasi. Dari hasil pelacakan di Pusat Informasi Kompas, saya mendapatkan kutipan Muhaimin sebagai Wakil Ketua DPR.

Iklan

Pada berita yang sama, Rabu, 27 Maret 2002, Kompas memberitakan hasil rapat pimpinan DPR yang memutuskan akan mengirim surat kepada Presiden Megawati Soekarnoputri untuk menanyakan kapan dilaksanakannya pembahasan RUU Kepresidenan. Panitia Khusus DPR untuk membahas RUU Kepresidenan telah terbentuk.

Deretan foto wakil presiden RI terpajang di Istana Wakil Presiden di Jakarta, Senin (13/11/2023). Wakil Presiden Ma'ruf Amin menjadi wapres ke-13 yang hingga kini masih menjabat dan akan pensiun pada 2024.
MAWAR KUSUMA WULAN/KOMPAS

Deretan foto wakil presiden RI terpajang di Istana Wakil Presiden di Jakarta, Senin (13/11/2023). Wakil Presiden Ma'ruf Amin menjadi wapres ke-13 yang hingga kini masih menjabat dan akan pensiun pada 2024.

Surat dari pimpinan DPR itu kemudian dijawab Presiden Megawati Soekarnoputri. ”Kami berpendapat akan lebih baik bilamana pembahasan rancangan undang-undang tersebut dapat ditunda sampai dengan selesainya proses amendemen UUD 1945,” demikian surat Presiden Megawati Soekarnoputri seperti dikutip Kompas, 20 Juli 2002.

Diskursus soal RUU Kepresidenan kemudian surut dan sepi. Masyarakat sipil terlena dan tak gigih lagi memperjuangkan RUU Kepresidenan yang sebenarnya merupakan salah satu agenda reformasi. Saya pernah bertanya kepada Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri Djohermansyah Djohan. Menurut Djohermansyah dalam buku Mimpi tentang Indonesia (2023), ”Saya masih ingat Ramlan Surbakti menyusun draf awal dan dibahas dalam Tim Tujuh. Tapi RUU itu tak pernah diambil menjadi prakarsa pemerintah. Itu berhenti di tim karena semua orang sedang euforia demokrasi dengan terselenggaranya Pemilu 1999 yang demokratis. Terbentuk pemerintahan baru dan tim dibubarkan.”

Perubahan UUD 1945 telah dilaksanakan sampai empat kali. Presiden sudah berganti-ganti sejak reformasi. Dari Presiden BJ Habibie, Presiden Abdurrahman Wahid, Presiden Megawati Soekarnoputri, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan Presiden Joko Widodo. Sudah enam presiden berkuasa, tetapi RUU Kepresidenan tetaplah menjadi wacana di media massa dan tidak pernah menjadi langkah politik di DPR.

Mengapa hanya lembaga kepresidenan yang tidak diatur dalam undang-undang

Pemikiran Muhaimin tahun 2002 itu masih relevan sampai sekarang. ”Mengapa hanya lembaga kepresidenan yang tidak diatur dalam undang-undang.” Hampir semua lembaga negara punya undang-undang. Di level eksekutif ada UU Kementerian Negara, ada UU Dewan Pertimbangan Presiden, ada UU Aparatur Sipil Negara, UU Polri, dan UU TNI.

Di cabang kekuasaan yudikatif, ada UU Pokok Kekuasaan Kehakiman, UU Mahkamah Agung, UU Mahkamah Konstitusi, UU Komisi Yudisial, dan UU Kejaksaan. Di cabang kekuasaan legislatif ada UU MPR, DPR, DPRD, dan DPD. Semua komisi negara dibentuk juga berdasarkan undang-undang.

RUU Kepresidenan dirasakan perlu untuk mendetailkan pasal yang dalam konstitusi samar. Sebut saja posisi wapres apakah hanya akan ditempatkan sebagai pembantu presiden atau wakil presiden plus tugas khusus. Dalam kenyataannya, posisi wapres bukan hanya sebagai pembantu, melainkan punya peran sebagai pengungkit elektoral. RUU Kepresidenan juga perlu memperjelas kapan presiden bertindak sebagai kepala pemerintahan dan bertindak sebagai kepala negara. Koridor aturan harus diberikan agar presiden tak salah jalan. Misalnya jika seorang presiden berniat mengalokasikan lahan untuk berbagai kepentingan, seperti investasi. Bagaimana pengaturannya dan bagaimana kontrolnya?

Warga melintasi mural tujuh presiden RI di Kalasan, Sleman, Yogyakarta, Minggu (21/3/2021). Mural politik bernegara banyak tersebar di sudut kota untuk mengingatkan generasi muda presiden-presiden yang telah memimpin negeri ini.
AGUS SUSANTO

Warga melintasi mural tujuh presiden RI di Kalasan, Sleman, Yogyakarta, Minggu (21/3/2021). Mural politik bernegara banyak tersebar di sudut kota untuk mengingatkan generasi muda presiden-presiden yang telah memimpin negeri ini.

Djohermansyah juga mengakui hak dan kewenangan presiden sudah diatur dalam UUD 1945. Namun, Djohermansyah juga mengkritik posisi triumvirat apabila presiden dan wapres berhalangan. Dalam konstitusi diatur triumvirat adalah menteri dalam negeri, menteri luar negeri, dan menteri pertahanan. ”Mereka itu pejabat yang appointed, bukan elected. Seharusnya diberikan kepada pejabat yang dipilih,” ujar Djohermansyah.

Baca juga: Pilpres, Pileg, dan Bisnis Kekuasaan

Pengalaman politik kontemporer menunjukkan ada keengganan presiden yang berkuasa membahas RUU Lembaga Kepresidenan. Sebab, semangat dari undang-undang adalah membatasi kekuasaan. Jadi, komitmen soal RUU Kepresidenan perlu ditanyakan kepada pasangan calon dan ditindaklanjuti DPR. Dalam RUU Lembaga Kepresidenan atau RUU Pemerintahan Nasional (analogi dari UU Pemerintahan Daerah) bisa juga memasukkan substansi bagaimana bangsa ini memperlakukan mantan presiden yang selama ini mempertontonkan ketidak-akuran secara politik. Semacam Presidential Club di Amerika Serikat.

Gagasan RUU Kepresidenan bukan dimaksudkan untuk pemerintahan Presiden Jokowi yang berakhir 20 Oktober 2024, melainkan untuk presiden berikutnya, di mana Presiden Jokowi bisa diposisikan dalam bingkai RUU Kepresidenan. Apakah Anies, Prabowo, atau Ganjar berkeinginan menyatakan sikap politiknya?

Editor:
ANITA YOSSIHARA
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000