Tahun ini hubungan ASEAN-Jepang genap setengah abad. Ini usia hubungan yang cukup matang. Kemitraan ”dari hati ke hati”, begitu sebut PM Jepang Fumio Kishida.
Oleh
REDAKSI
·1 menit baca
Perayaan 50 tahun hubungan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan Jepang ditandai lewat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) para pemimpin ASEAN dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida di Tokyo, Jepang, Sabtu (16/12/2023). Dalam pernyataan bersama, kedua pihak sepakat memperkuat kemitraan saling menguntungkan serta mewujudkan perdamaian dan stabilitas di Indo-Pasifik.
Ditegaskan, tekad untuk mewujudkan kemakmuran lebih besar di kawasan dan mendorong pertukaran antargenerasi muda ASEAN dan Jepang. Ditekankan, sikap menghormati kedaulatan dan integritas teritorial, penyelesaian perbedaan atau persengketaan dengan cara-cara damai.
Para pemimpin ASEAN dan Jepang juga mengadopsi rencana implementasi 130 proyek. Bidang kerja sama yang ingin ditingkatkan oleh kedua pihak adalah keamanan maritim dan pertahanan, investasi, kerja sama penanganan iklim, serta pengembangan industri otomotif di ASEAN.
Hubungan ASEAN-Jepang berakar cukup lama. Dalam artikel yang ditulis untuk harian ini, PM Kishida dengan bangga mengungkapkan Jepang sebagai negara pertama di dunia yang memprakarsai dialog dengan ASEAN pada 1973 ketika ASEAN baru berumur enam tahun. Sejak itu, sekitar 15.000 perusahaan Jepang beroperasi di wilayah ASEAN, menjadi bagian dari denyut nadi pertumbuhan kawasan ini (Kompas, 15/12/2023).
Dengan investasi langsung per tahun rata-rata 2,8 triliun yen ke negara-negara ASEAN dalam beberapa tahun terakhir, tulis Kishida, Jepang dan ASEAN adalah mitra dagang utama satu sama lain. Khusus di Indonesia, sekitar 2.000 perusahaan Jepang beroperasi, menciptakan lapangan kerja bagi 7,2 juta orang serta menyumbang 8,5 persen produk domestik bruto (PDB) dan 25 persen total ekspor Indonesia.
Tak ada yang menopang hubungan sekokoh itu, kecuali ada rasa saling percaya. Kishida menyebutnya ”dari hati ke hati”.
Namun, dunia dan kawasan mengalami perubahan. China, yang masih tertutup saat Jepang memprakarsai dialog dengan ASEAN, kini menjadi kekuatan baru dengan pengaruh dan hubungan yang juga kuat dengan negara-negara ASEAN.
Melalui Prakarsa Sabuk dan Jalan, China hadir menjadi alternatif baru bagi ASEAN dengan segala dinamikanya, termasuk sengketa perairan di Laut China Selatan. Meski tidak diungkap eksplisit, tekanan kemitraan dalam pertahanan-keamanan maritim dapat dibaca untuk membendung China.
Hal itu tak lepas dari strategi baru keamanan nasional yang diadopsi Jepang tahun lalu, dengan memperluas kemitraan militer guna menangkal asertivitas China. Hal yang perlu diperhatikan Jepang ialah negara-negara ASEAN menjalin relasi dekat dengan semua pihak, termasuk China. Jangan tergoda memaksa ASEAN memilih ”kami atau mereka”.