Cepatnya Penurunan Kemiskinan Ekstrem
Selain meningkatkan pendapatan kelompok miskin, stabilitas harga, barang pokok, merupakan kunci menghapus kemiskinan.
Penurunan angka kemiskinan ekstrem yang sangat cepat dapat dinyatakan sebagai salah satu prestasi luar biasa pemerintahan Joko Widodo dan Ma’ruf Amin.
Bagaimana tidak, laman Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) menginformasikan bahwa pada 2021 tingkat kemiskinan ekstrem di Indonesia masih 4 persen. Pada Maret 2022, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa tingkat kemiskinan ekstrem turun 2,04 persen, menjadi 1,74 persen pada September 2022 dan 1,12 persen pada Maret 2023.
Penurunan ini dapat dikatakan spektakuler karena hanya dalam waktu dua tahun angka kemiskinan ekstrem turun 2,88 poin persen. Bandingkan dengan angka kemiskinan yang hanya turun sekitar 0,2 poin persen per tahun atau 2 persen dalam kurun 10 tahun.
Tampaknya Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem dapat mencapai targetnya pada 2024. Ini berarti Indonesia enam tahun mendahului Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) yang menargetkan penghapusan kemiskinan ekstrem pada 2030.
Penurunan angka kemiskinan ekstrem ini bisa dimaknai bahwa jutaan penduduk miskin ekstrem telah berhasil meningkatkan pengeluarannya sehingga nilainya berada di atas garis kemiskinan ekstrem yang ditetapkan. Menurut Bank Dunia, garis kemiskinan ekstrem 1,9 dollar AS per kapita per hari berdasarkan paritas daya beli (purchasing power parity/PPP) atau sekitar Rp 12.000 per kapita per hari.
Sekalipun demikian, peningkatan pengeluaran ini tidak serta-merta menjadikan mereka berstatus tidak miskin karena besar kemungkinan mereka tetap berada di bawah garis kemiskinan, yang pada September 2022 tercatat Rp 535.547 per kapita per bulan.
Jadi, tak berlebihan jika dikatakan penurunan angka kemiskinan ekstrem adalah prestasi besar pemerintahan ini.
Di sisi lain, penurunan cepat angka kemiskinan ekstrem ini sekaligus menunjukkan bahwa secara umum orang miskin mampu bertahan sehingga tidak terperosok dalam jurang kemiskinan ekstrem.
Mungkin ada sekelompok penduduk yang ”masuk” dalam kelompok miskin ekstrem, tetapi jumlahnya jauh lebih rendah dibandingkan dengan yang ”keluar” dari kelompok tersebut.
Berbagai program pemerintah yang ditujukan untuk mempercepat penghapusan kemiskinan ekstrem tentu mempunyai peran signifikan dalam menurunkan angka kemiskinan ekstrem dengan sangat cepat ini. Jadi, tak berlebihan jika dikatakan penurunan angka kemiskinan ekstrem adalah prestasi besar pemerintahan ini.
Kedalaman dan keparahan kemiskinan
Cepatnya penurunan angka kemiskinan ekstrem menunjukkan bahwa semakin banyak penduduk yang mempunyai pengeluaran terendah telah mengalami peningkatan pengeluaran. Dengan kata lain, perbedaan nilai pengeluaran antarpenduduk miskin semakin ”kecil” atau homogen.
Kondisi ini memang tecermin dari Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2).
Berdasarkan penghitungan yang dilakukan BPS, rata-rata kesenjangan nilai pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan (P1) mengalami penurunan dari 1,59 persen pada Maret 2022 menjadi 1,53 persen pada Maret 2023.
Sementara penyebaran nilai pengeluaran di antara penduduk miskin (P2) menurun dari 0,29 persen pada Maret 2022 menjadi 0,28 persen pada Maret 2023 walau P2 pada September 2022 lebih rendah dibanding Maret 2023, yaitu 0,26 persen.
Ilustrasi
Nilai kedua indeks kemiskinan ini memang mengalami penurunan, tetapi penurunannya relatif rendah, bahkan P2 masih berfluktuasi.
Kondisi ini menunjukkan bahwa meningkatnya pengeluaran penduduk miskin ekstrem ternyata tidak menyebabkan penurunan cepat rata-rata ”jarak” pengeluaran penduduk miskin ke garis kemiskinan.
Dengan kata lain, penduduk miskin ekstrem memang mengalami perbaikan pengeluaran, tetapi sekelompok orang miskin ”memburuk” pengeluarannya sekalipun belum menjadi miskin ekstrem. Berarti, sebagian orang miskin tengah meluncur menuju kemiskinan ekstrem.
Sementara itu, ketimpangan pengeluaran yang terjadi relatif tidak berubah. Artinya, sebaran pengeluaran antarpenduduk miskin tidak berubah. Seharusnya dengan meningkatnya pengeluaran kelompok miskin ekstrem, range pengeluaran kelompok ini semakin ”sempit” sehingga ketimpangan semakin kecil. Dengan kata lain, P2 turun signifikan, tetapi harapan tersebut tidak menjadi kenyataan.
Salah satu penyebabnya adalah peningkatan nilai garis kemiskinan (GK). Sekalipun pengeluaran penduduk dalam kelompok miskin ekstrem meningkat, dengan naiknya nilai GK, menyebabkan pengeluaran ”kelompok atas” dari penduduk miskin juga lebih tinggi sehingga kisaran (range) pengeluaran relatif sama dibanding tahun sebelumnya.
Oleh karena itu, untuk menurunkan nilai P1 dan P2, termasuk tingkat kemiskinan, pendapatan penduduk miskin harus tumbuh lebih tinggi dibanding kenaikan GK.
Seharusnya dengan meningkatnya pengeluaran kelompok miskin ekstrem, range pengeluaran kelompok ini semakin ”sempit” sehingga ketimpangan semakin kecil.
Faktor harga
Kemiskinan bersifat dinamis. Kelompok penduduk yang tidak miskin pada suatu waktu mungkin dapat miskin di waktu yang lain. Sebaliknya, kelompok penduduk yang miskin pada suatu waktu dapat menjadi tidak miskin di waktu lain.
Hal ini biasanya terjadi pada kelompok rentan miskin. Jadi, menurunkan angka kemiskinan merupakan upaya ”menahan” kelompok rentan miskin untuk tidak jatuh ke jurang kemiskinan dan ”mengangkat” kelompok miskin untuk mempunyai pengeluaran di atas GK.
Secara sederhana, nilai pengeluaran merupakan hasil kali antara kuantitas barang yang dikonsumsi dan harga barang.
Pola konsumsi penduduk miskin relatif serupa, umumnya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Mengingat pendapatan kelompok ini yang sangat rendah, pola konsumsi sangat sensitif terhadap harga. Ketika harga mengalami kenaikan, kuantitas barang akan terkurangi sekalipun nilai pengeluaran tetap sama. Akhirnya kesejahteraan mereka semakin rendah.
Harga pula yang menyebabkan meningkatnya nilai GK. Akibatnya, penduduk yang memiliki pendapatan atau pengeluaran yang sama dalam dua waktu yang berbeda dapat mempunyai jarak antara pengeluaran dan GK yang berbeda pada satu waktu dengan waktu lain.
Jadi, kelompok penduduk miskin yang on the way menuju kemiskinan ekstrem tidak hanya disebabkan menurunnya pendapatan, tetapi juga disebabkan harga yang menyebabkan kenaikan GK.
Dengan demikian, dapat dinyatakan, selain meningkatkan pendapatan kelompok miskin, stabilitas harga, khususnya harga barang-barang pokok, terutama beras, merupakan kunci dalam menghapuskan kemiskinan.
Ilustrasi
Intervensi
Menurunkan tingkat kemiskinan ekstrem ternyata lebih mudah dibanding tingkat kemiskinan. Hal ini sangat logis karena GK kemiskinan ekstrem lebih rendah. Memberikan bantuan atau subsidi setiap bulan telah cukup untuk menghapus kemiskinan ekstrem atau mencegah penduduk miskin menjadi miskin ekstrem.
Kelompok miskin ekstrem umumnya penduduk yang sudah tak berdaya menghasilkan pendapatan yang mencukupi, seperti kaum lanjut usia, difabel, dan menderita sakit.
Jadi, bantuan atau subsidi memang jalan terbaik untuk mengatasi permasalahan ini. Jika bantuan dihentikan, dapat dipastikan tingkat kemiskinan ekstrem akan kembali naik dengan cepat.
Akan tetapi, kelompok miskin juga perlu dapat perhatian, khususnya mereka yang tengah meluncur menuju kemiskinan ekstrem. Penanganan terhadap kelompok ini tentu berbeda dan lebih kompleks dibanding kelompok miskin ekstrem.
Sekadar memberi bantuan berupa bahan kebutuhan pokok kepada mereka tentu tidak cukup. Bantuan lebih diarahkan untuk menguatkan mereka agar dapat keluar dari kemiskinan dengan kemampuan sendiri sehingga tak mudah kembali jatuh ke jurang kemiskinan.
Baca juga: Jalan Pintas Menghapus Kemiskinan Ekstrem
Hardius Usman,Guru Besar Politeknik Statistika Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS)