Kecanduan Kerja
Bila anda merasa mengalami kecanduan kerja, ada sejumlah langkah yang mungkin bisa membantu Anda untuk mengatasinya.
Pada dasarnya pekerjaan sangat penting untuk kesejahteraan hidup dan merupakan bagian integral dari identitas kita. Kita akan menderita jika kehilangan pekerjaan. Namun, ada sebagian orang yang sangat memprioritaskan kerja di atas segalanya sampai mengabaikan aspek kehidupan lainnya. Kelompok ini disebut mengalami workaholic atau kecanduan kerja.
Orang pertama yang menggunakan istilah workaholic adalah psikolog Wayne Oates pada tahun 1971. Dikatakan bahwa workaholic mengacu pada kecanduan terhadap pekerjaan, kebutuhan kompulsif dan tak terkendali untuk bekerja tanpa henti.
Orang yang kecanduan kerja tidak sama dengan orang yang bekerja keras untuk sukses. Pekerja keras dapat melepaskan diri dari pekerjaannya ketika mereka tidak di tempat kerja, sedangkan pencandu kerja acapkali tetap terikat secara psikologis dan emosional dengan pekerjaannya, bahkan ketika mereka berada di rumah.
Barbara Killinger (2011), psikolog klinis di Toronto, menjelaskan bahwa seorang pekerja keras dapat hadir secara emosional untuk anggota keluarga, rekan kerja, dan teman-teman, serta berhasil menjaga keseimbangan yang sehat antara pekerjaan dan tanggung jawab pribadinya. Bila ada beban kerja berlebihan atau situasi darurat dapat diikuti dengan pengurangan jadwal atau hari libur untuk memulihkan sumber daya yang terkuras. Mereka dapat membuat resolusi untuk menghemat setidaknya 25 persen energinya untuk dibawa pulang setiap malam dan beristirahat di akhir pekan.
Baca juga: Waspadai Bahaya Kecanduan Kerja, Perempuan Lebih Rentan
Sementara para pencandu kerja tidak memiliki kebijaksanaan itu. Mereka terobsesi dengan prestasi kerjanya dan terpikat pada adrenalin yang tinggi. Bila mereka telah mencapai satu tujuan, akan segera menetapkan tujuan lain yang lebih ambisius.
Beberapa tanda
Meskipun kecanduan kerja bukan merupakan gangguan yang dapat didiagnosis secara formal dalam edisi baru Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM-5), satu hal yang jelas adalah kondisi kecanduan kerja dapat memiliki dampak negatif yang sangat nyata pada kehidupan orang- orang.
Dr Brian Wind (psikolog klinis) mengatakan bahwa orang dengan kecanduan kerja dapat bekerja berjam-jam meski tidak diperlukan, mengorbankan tidur untuk menyelesaikan pekerjaan, dan menjadi paranoid terhadap performa kerjanya. Mereka mungkin terobsesi memikirkan cara untuk meluangkan lebih banyak waktu untuk bekerja dan menjadi stres jika berhenti bekerja.
Robin Madell (2023), jurnalis bisnis dan konsultan komunikasi, menyebutkan, setidaknya ada tujuh tanda pada mereka, yaitu (1) tidak memiliki keseimbangan kehidupan dan kerja; (2) tidak beristirahat; (3) selalu menyediakan diri; (4) tak dapat mengatakan ”tidak” di tempat kerja; (5) merasa harus membuktikan diri sendiri; (6) kehilangan minat pada aktivitas lain; dan (7) selalu tegang dan stres.
Penyebab
Penyebab kecanduan kerja bisa bermacam-macam dan berbeda-beda pada setiap orang. Gary Trosclair (2022), seorang psikoterapis, menyebutkan beberapa kemungkinan penyebab, di antaranya:
- Sifat yang diperoleh secara genetik, seperti sifat hati-hati, perfeksionisme, dan orientasi prestasi dapat berkontribusi terhadap kecanduan kerja ketika sifat ini kemudian digunakan untuk membuktikan nilai individu.
- Sifat yang diperoleh dari lingkungan, seperti perilaku mengendalikan, pengaruh negatif, dan kesulitan dalam mendelegasikan yang didapat pada masa kanak-kanak dan mendorong kecanduan kerja. Upaya pengendalian ini mungkin menjadi strategi mereka untuk menangani semua situasi sulit dan kecemasan sehingga mengarah pada upaya ekstrem untuk mengendalikan hasil kerja.
- Kompensasi untuk harga diri rendah. Individu yang merasa buruk terhadap dirinya sendiri mungkin mencoba meningkatkan harga diri dengan mendapatkan lebih banyak uang atau status lebih tinggi dengan bekerja berjam-jam.
Mungkin Anda sudah terlalu lama bekerja secara obsesif sehingga tidak dapat membayangkan bagaimana menghentikannya.
- Pemodelan dan budaya sosial. Anak mungkin belajar langsung dari orangtua bahwa kerja keras adalah suatu kebajikan dan merasa perlu untuk meniru mereka agar mendapatkan cinta dan perhatian. Mereka juga mungkin merasa perlu untuk mengimbangi atasan dan rekan-rekan mereka dengan bekerja lebih lama. Lebih jauh lagi, budaya dan lingkungan kerja dalam skala yang lebih besar seperti budaya negara maju dan kota besar, yang mengutamakan jam kerja panjang dan daya saing berlebihan atau menjunjung tinggi ketersediaan dan produktivitas yang konstan dapat mendorong perilaku kecanduan kerja agar dapat menyesuaikan diri atau sukses.
- Pengasuhan orangtua. Ketika orangtua menaruh ekspektasi yang tinggi pada anak untuk berprestasi, anak mungkin menginternalisasikan ekspektasi tersebut untuk memenuhi tuntutan orangtua. Orangtua yang terlalu protektif mungkin menyampaikan bahwa dunia adalah tempat yang berbahaya dan anak harus berusaha keras untuk bertahan hidup. Individu yang tidak memiliki ikatan dengan orangtuanya mungkin merasa tidak aman dalam berelasi dan melakukan kompensasi dengan mencapai keamanan finansial atau status melalui pekerjaan.
- Ketidaknyamanan berelasi dan takut akan keintiman. Mereka yang takut untuk mengembangkan hubungan dekat mungkin merasa lebih nyaman memiliki hubungan kerja yang tidak terlalu mengancam dan memiliki alasan untuk tidak menghabiskan lebih banyak waktu dengan orang lain.
Cara mengatasi
Dari berbagai cara yang ada, saya memilihkan lima langkah untuk mengatasi kecanduan kerja, yang disusun oleh Joanna Zambas (2023), seorang pakar di bidang karier kerja.
Langkah 1: Pertimbangkan perasaan Anda.
Pernahkah Anda merasa cemas, tertekan, atau tidak berdaya akhir-akhir ini? Apakah rasa harga diri Anda terkait dengan seberapa produktif Anda di tempat kerja? Pernahkah Anda diajari untuk memandang kerja berlebihan sebagai suatu kebajikan? Semua ini bisa menjadi tanda bahaya, yang menunjukkan bahwa hubungan Anda dengan diri sendiri atau orang lain mungkin membawa Anda ke titik ekstrem ini.
Baca juga: Pekerja, jika Lelah Beristirahatlah, jika Penat Berbicaralah
Langkah 2: Identifikasi penyebabnya.
Setelah mempertimbangkan keyakinan dan pengalaman Anda dengan cermat, akan lebih mudah untuk mengidentifikasi hal-hal apa saja yang berperan dalam kecanduan Anda terhadap pekerjaan atau yang langsung memicunya. Mengidentifikasi kebutuhan untuk bekerja keras sangatlah penting dalam melakukan perubahan.
Langkah 3: Mulai mempraktikkan tindakan kecil perawatan diri.
Hampir mustahil untuk beralih dari nilai 100 ke 0 dalam hitungan minggu. Membentuk kebiasaan baru membutuhkan waktu yang lama, terutama jika perilaku kita saat ini dimaksudkan untuk menenangkan diri dari jenis tekanan lainnya. Luangkan waktu, bersabar, dan bentuk rutinitas perawatan diri selangkah demi selangkah.
Langkah 4: Berkomitmen pada diri untuk melakukan perubahan.
Jika Anda mengatakan pada diri sendiri tidak akan pernah pulih dari kecenderungan untuk bekerja terlalu keras, hal ini justru akan memperburuk keadaan. Pikiran adalah penentu, jadi ingatkan diri bahwa pemulihan mungkin saja terjadi meski bisa lambat, yang penting berkomitmen.
Langkah 5: Minta bantuan jika membutuhkan
Mungkin Anda sudah terlalu lama bekerja secara obsesif sehingga tidak dapat membayangkan bagaimana menghentikannya. Jika demikian, cobalah untuk tidak terlalu fokus pada perasaan malu yang mungkin dialami, dan lebih fokus pada kenyataan bahwa Anda telah berkomitmen untuk berubah. Minta bantuan teman atau tenaga profesional yang ada.
Agustine Dwiputri, Psikolog; Dosen PTT di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia