Kegigihan yang Efektif
Kegigihan berkaitan dengan kemampuan kita untuk menunda kepuasan, mengatur diri sendiri, dan melatih pengendalian diri.
Sejak kecil kita diajari bahwa menyerah itu lemah. Kita dikondisikan untuk percaya bahwa kegigihan adalah hal yang baik, merupakan kualitas yang mendorong menuju kesuksesan, dan membantu kita mengatasi tantangan yang ditemui. Apakah selalu demikian?
Anna Katharina Schaffner (2020), psikolog, menjelaskan bahwa perseverance (kegigihan, ketekunan) mengacu pada kemampuan untuk mengejar tujuan atau hasrat dari waktu ke waktu dan tetap berpegang pada tujuan tersebut meski menemui hambatan atau kemunduran. Kegigihan memerlukan usaha dan latihan. Hal ini juga melibatkan kemampuan untuk belajar dari kegagalan dan mencoba lagi ketika terjatuh.
Meskipun kegigihan berbeda dari motivasi dan tekad, kegigihan mencakup kedua unsur ini. Seperti yang ditunjukkan oleh penelitian Angela Duckworth, kesuksesan dalam suatu hal memerlukan kegigihan dalam menghadapi ketidaknyamanan, kemampuan untuk terus maju ketika menghadapi komplikasi (Duckworth, Kirby, Tsykayama, Berstein, dan Ericsson, 2010).
Dalam pengertian ini, kegigihan berkaitan dengan kemampuan kita untuk menunda kepuasan, mengatur diri sendiri, dan melatih pengendalian diri. Semua ini diperlukan untuk menghormati komitmen terhadap tujuan jangka panjang. Kegigihan berarti kita memprioritaskan imbalan berkelanjutan di masa depan dibandingkan dengan kesenangan jangka pendek saat ini.
Kegigihannya dapat mengarah pada keterpakuan pemikiran dan ’pandangan terowongan’ yang menyebabkan dia mengabaikan gambaran yang lebih besar.
Meski demikian, melalui serangkaian studi, para peneliti dari Univerrsity of Southern California dan Northeastern University menemukan bahwa terlalu banyak kegigihan bisa berakibat buruk. Mereka menemukan bahwa individu yang lebih gigih cenderung tidak mau menyerah, bahkan ketika ditawari insentif finansial untuk berhenti, mereka menolak. Sebaliknya, mereka memilih untuk terus maju meski mengalami kegagalan yang tak terelakkan (dalam Amy Morin, 2016).
Sisi negatif kegigihan
Meskipun kegigihan dapat membantu dalam banyak situasi, para peneliti menemukan bahwa kegigihan seseorang dapat menjadi bumerang dalam situasi tertentu.
Amy Morin menjelaskan, ada kalanya penolakan yang keras untuk mengakui kekalahan bisa berakibat buruk. Seorang pengusaha yang menjalankan bisnisnya yang gagal mungkin bersikeras untuk melanjutkan usahanya meskipun beban keuangan masih terus berlanjut.
Keinginannya untuk terus maju dapat menyeretnya ke dalam lubang ekonomi yang lebih dalam. Pada akhirnya, dia mungkin mengalami kehancuran finansial total.
Seorang pemimpin yang bersikeras agar perusahaan berhasil dalam bidang tertentu dapat mengganggu kinerja perusahaan secara keseluruhan. Kegigihannya dapat mengarah pada keterpakuan pemikiran dan ”pandangan terowongan” yang menyebabkan dia mengabaikan gambaran yang lebih besar.
Contoh lain, ketika peserta tes harus menyelesaikan serangkaian soal. Ketika sampai pada soal sulit yang membutuhkan waktu cukup lama untuk mengatasinya, ia tetap bersikeras harus menyelesaikannya dahulu dan tidak mau melewatkan soal tersebut. Akibatnya, dia kehabisan waktu untuk menyelesaikan seluruh soal yang ada dan gagal mencapai skor minimal untuk lulus.
Baca juga: Kegigihan Petani di Lahan Kering NTT
Jadi, kegigihan memang mempunyai kelemahan. Anda dapat dengan mudah mempertahankan sesuatu dengan harapan segalanya akan menjadi lebih baik dan tidak menyadari bahwa aturan keterlibatan telah berubah. Menyerah adalah tidak baik, tetapi tetap bertahan pada tugas akan sama buruknya, bahkan lebih buruk lagi.
Keras kepala adalah sisi buruk dari kegigihan. Bruce Wilson (2023), psikolog dari Australia dan Selandia Baru, menyebutnya sebagai stubborn perseverance dan akar dari semua sifat keras kepala ini adalah rasa takut melepaskan ide, keyakinan, keputusan, dan terkadang identitas Anda sendiri.
Kegigihan yang efektif
Bruce Wilson menegaskan, ketika kita tidak mencapai tujuan, kita bukanlah orang yang gagal. Tidak tercapainya suatu tujuan berpotensi menambah pengetahuan tentang diri sendiri. Kesuksesan biasanya tidak mengajarkan kita banyak hal, tetapi ketika dihadapkan pada tidak tercapainya tujuan, kita jadi menyadari untuk mencari tahu alasannya. Kegigihan positif adalah tentang kemampuan seseorang untuk melepaskan tujuan-tujuan yang tidak dapat dicapai dan beralih ke tujuan yang lebih dapat dicapai.
Percaya pada kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang lebih realistis dan tidak berpegang pada fantasi atau mimpi akan membangun optimisme. Beralih dari sesuatu yang tidak bisa dicapai ke sesuatu yang lebih bisa dicapai juga akan meningkatkan harga diri seseorang.
Harga diri yang lebih tinggi membuka pintu menuju sesuatu yang positif, yang mungkin merupakan awal dari melihat berbagai alternatif yang telah diabaikan ketika terjebak pada hal yang tidak dapat diraih. Alternatif-alternatif ini mungkin lebih bermanfaat, memuaskan, bermakna, dan selanjutnya menumbuhkan kegigihan yang lebih efektif.
Beberapa strategi berikut dapat dilakukan:
1. Berusaha untuk memahami
Paling tidak mencoba mendengarkan ide dan alasan orang lain, bukan menghentikan percakapan secara otomatis. Banyak orang yang tidak mendengarkan karena takut akan terkesan setuju dengan pihak lain. Padahal, ada peluang lebih besar untuk menyatakan posisi Anda jika dapat menunjukkan bahwa setidaknya Anda memiliki pemahaman yang baik tentang konteks yang lebih besar, Anda mungkin berubah pikiran setelah mengetahui gambaran keseluruhannya.
Baca juga: Seputar Kesepian
2. Terbuka terhadap segala kemungkinan
Orang yang terlalu keras kepala sering percaya bahwa hanya ada satu tindakan yang bisa dilakukan dan tetap kukuh pada posisinya. Dengan sikap keterbukaan untuk setidaknya mengeksplorasi alternatif lain, Anda menunjukkan fleksibilitas, bahkan jika akhirnya perlu kembali ke awal.
Ketika seseorang mencoba membujuk tentang sesuatu yang sangat Anda tolak, tanyakan pada diri, ”Kondisi apa yang perlu ada agar saya bisa yakin dengan gagasan ini?” Dengan memeriksa asumsi Anda, Anda mungkin dapat mempertimbangkan kemungkinan lain yang awalnya bukan merupakan bidang Anda.
3. Mengakui saat salah
Yakin bahwa Anda benar adalah satu hal baik. Tetapi, terus bersikeras ketika tahu bahwa Anda salah adalah hal yang tidak bisa dimaafkan. Dalam situasi ini, akui kesalahan Anda dan pertanggungjawabkan diri atas keputusan dan tindakan Anda. Dalam jangka panjang, hal ini akan memberi Anda lebih banyak kredibilitas dibandingkan dengan tetap berpegang pada rencana awal.
4. Putuskan apa yang bisa dijalani
Menjadi terlalu keras kepala bisa menjadi kebiasaan. Meskipun tetap setia pada kepentingan Anda adalah hal yang mengagumkan, tidak setiap situasi memerlukan keyakinan teguh seperti itu. Daripada selalu memaksakan ide, keputusan, atau rencana Anda, kenali kapan boleh mengambil keputusan yang bisa Anda jalani meskipun itu bukan pilihan utama Anda. Anda mungkin akan mendapatkan lebih banyak keuntungan dalam jangka panjang.
Salam sukses!
Agustine Dwiputri, Psikolog; Dosen PTT di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia