Keputusan Israel bulat: menyerbu Gaza dari udara, laut, dan darat. Banyak pihak mengingatkan: invasi ke Gaza bakal buruk untuk semuanya, tak terkecuali bagi Israel.
Oleh
REDAKSI
·1 menit baca
Sudah berhari-hari militer Israel menghujani Gaza dengan bom. Puluhan ribu tentara dan tank-tank mereka disiagakan di perbatasan Gaza. Angkatan Udara Israel sudah menerbangkan para komandan pasukan darat, mengamati Gaza secara langsung dari udara untuk membuat mereka lebih familiar dengan kondisi medan pertempuran. Hanya soal waktu, invasi ke Gaza akan dilancarkan militer Israel.
Target Israel menyerbu Gaza sudah dicanangkan, terutama adalah menghancurkan Hamas. Kelompok ini telah mempermalukan Israel, negara dengan kekuatan militer paling tangguh di Timur Tengah, melalui serangan 7 Oktober 2023.
Bagaimana invasi Israel akan dilancarkan ke Gaza, sebagian media berupaya menyelisik dari wawancara dengan pejabat senior militer Israel. Seperti ditulis The New York Times, Sabtu (14/10/2023), disebutkan Israel akan mengerahkan infanteri, tank, penyapu ranjau, dan unit komando. Pasukan darat itu akan ditopang dengan jet tempur dan helikopter serbu, pesawat nirawak, serta tembakan artileri dari darat dan laut.
Apakah invasi ke Gaza pilihan tepat? Tak sedikit, termasuk beberapa kalangan di Barat, mempertanyakan opsi itu. Bukan hanya kompleksitas dan besarnya ongkos operasi di lapangan—kemungkinan perang kota berbulan-bulan, sergapan Hamas terhadap tentara Israel, hingga faktor sandera di tangan Hamas—melainkan juga dalam jangka lebih panjang.
Negara-negara Arab, termasuk Arab Saudi, bisa berubah pikiran untuk menormalisasi hubungan dengan Israel (Richard Haass, Foreign Affairs, 15/10/2023). ”Invasi ke Gaza bakal jadi petaka bagi Israel,” tulis Marc Lynch, Profesor Ilmu Politik dan Hubungan Internasional di George Washington University, Amerika Serikat.
Invasi ke Gaza bakal jadi petaka bagi Israel. (Marc Lynch)
Saat Israel mematangkan persiapan invasi ke Gaza, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengadakan tur nonstop, dari Israel ke enam negara Arab—Jordania, Bahrain, Qatar, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, dan Mesir—sebelum balik lagi ke Israel. Dengan berpegang pada pandangan bahwa Israel ”berhak membela diri”, hampir tak terdengar upaya Washington untuk mengerem Israel dari invasi ke Gaza.
Inilah yang dikritik Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi kepada Blinken, Minggu (15/10/2023). Sisi menyebut tindakan Israel telah melampaui batasan ”membela diri” dengan ”hukuman kolektif” kepada semua warga di Jalur Gaza.
Kritik lain bagi Washington dan Barat dalam menyikapi konflik Palestina-Israel saat ini adalah cara pandang mereka yang pendek soal ”hak membela diri” hanya setelah serangan 7 Oktober itu. Mereka sama sekali tak menyentuh akar masalah konflik, yakni pendudukan wilayah Palestina oleh Israel.
Dalam konteks itu, patutlah digarisbawahi pernyataan Sisi kepada Blinken. ”Kita harus paham, (situasi) ini buah akumulasi kemarahan dan kebencian empat dekade saat warga Palestina tak punya harapan menemukan solusi,” kata Sisi.