Reformasi birokrasi merupakan amanat Reformasi 1998. Undang-Undang (UU) ASN membuat perubahan mendasar birokrasi Indonesia, dari paradigma lama pengelolaan pegawai menjadi pengembangan sumber daya manusia secara strategis.
Selain itu, UU ini bertujuan mencapai target Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs), sebuah target yang dipengaruhi lingkungan global. Tentu saja, perubahan mendasar membutuhkan aparatur negara yang profesional, bersih dari praktik KKN (kolusi, korupsi, dan nepotisme), independen dari struktur politik pemerintahan negara, dan berorientasi pada pelayanan publik. Semua itu membutuhkan KASN.
KASN merupakan lembaga yang diadopsi mirip dengan Civil Service Commission di Korea Selatan, yang terbukti mampu mereformasi birokrasi di Korea Selatan (Moon dan Kim, 2006).
Dengan model birokrasi Indonesia yang menempatkan pejabat politik sebagai atasan birokrasi (Levine et al, 1990), dibutuhkan lembaga pengawas sebagai penjamin sistem merit, sebuah sistem yang mendasarkan karier antara lain pada kualifikasi dan kompetensi. Model ini menciptakan patron klien.
Posisi pejabat politik sebagai atasan birokrasi tampak dari aturan mengenai peran pejabat pembina kepegawaian (PPK)—pejabat yang berwenang dalam memberhentikan dan mengangkat pegawai—yaitu menteri dan kepala daerah.
Sementara, sejak KASN dibentuk hingga tahun 2018 telah terjadi peningkatan positif berbagai indeks dalam birokrasi.
Tidak heran, ada banyak kasus jual beli jabatan, kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah dan PNS, serta pelanggaran netralitas lainnya terjadi, terutama dalam masa kampanye pemilu, dengan potensi kerugian negara—menurut Ketua KASN yang pertama, Sofian Effendi—mencapai Rp 102 triliun.
Sementara, sejak KASN dibentuk hingga tahun 2018 telah terjadi peningkatan positif berbagai indeks dalam birokrasi. Indeks Daya Saing Nasional dan Indeks Kemudahan Berusaha naik 19 peringkat, dan Indeks Efektivitas Pemerintah (IEP) naik 23 peringkat, sedangkan Indeks Persepsi Korupsi turun 2 peringkat. Peringkat ini dapat memengaruhi peringkat Indonesia di antara negara-negara maju, dengan prediksi skor IEP mencapai 82,75.
Respons masyarakat terhadap KASN juga baik. Menurut laporan tahunan KASN, pada tahun 2022 KASN menerima 2.073 pengaduan atas pelanggaran netralitas ASN.
Langkah mundur
Kemauan politik dari DPR untuk menghapus KASN sudah muncul sejak tahun 2017. Ini artinya, baru tiga tahun berjalan, KASN sudah diusulkan untuk dihapuskan.
Isu yang berkembang pada waktu itu, ide penghapusan KASN merupakan transaksi atas usulan lain DPR terkait pengangkatan tenaga honorer sebagai pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) dengan alasan ketiadaan anggaran. Persoalan itu kemudian ditransaksikan dengan penghapusan KASN. Anggaran KASN bisa dipakai untuk membiayai pengangkatan tenaga honorer.
Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) mengadakan kampanye publik untuk mengingatkan ASN agar tetap netral di Pemilu 2019 dan agar masyarakat berpartisipasi mengawasi pelanggaran hati dan netralitas ASN. Kampanye diadakan di kawasan Hari Bebas Kendaraan di Jalan MT Haryono, Jakarta, Minggu (10/3/2019).
Namun, pemerintah tidak setuju. Ketidaksetujuan itu ditunjukkan dengan tidak kunjung menyampaikan daftar inventarisasi masalah (DIM) terhadap RUU yang diajukan DPR. Usulan tersebut tidak kunjung dibahas sampai berakhirnya DPR periode 2014-2019.
Pada DPR periode 2019-2024, usulan ini muncul kembali. Berkali-kali pemerintah menolak usulan penghapusan KASN. Begitu pula berbagai kampus yang didatangi Panitia Kerja RUU ASN menentang ide DPR. Namun, setelah mengalami perpanjangan berkali-kali, UU ASN disetujui perubahannya dengan menghapuskan KASN.
Pernyataan Sofian Effendi bahwa aroma politik dalam penghapusan KASN sangat kuat harus dianalisis lebih jauh. Bagaimanapun, sebagai produk politik, sebuah undang-undang tentu memiliki aroma politik yang kuat. Namun, perlu diingat bahwa keputusan politik itu harus berdampak positif kepada publik.
Jika melihat perjalanan KASN, penerimaan pemerintah terhadap lembaga ini tampak tak sepenuh hati. Jika pada periode awal pelantikan KASN dilakukan di depan Presiden, pada periode kedua, Agus Pramusinto hanya dilantik di depan Menteri PAN dan RB.
Selain itu, terkait kemandirian anggaran, alih-alih memiliki mata anggaran tersendiri, mata anggaran KASN masih melekat pada salah satu program di Kementerian PAN dan RB.
Selanjutnya, tergerusnya eksistensi lembaga KASN juga dipengaruhi oleh kekhawatiran dari para kepala daerah yang merasa kewenangannya dibatasi oleh KASN, dalam hal pengangkatan dan pemberhentian pejabat di lingkungan pemerintahannya.
Hal ini terlihat dari melemahnya komitmen kepala daerah sebagai PPK untuk melaksanakan rekomendasi KASN. BKN, misalnya, mencatat 2.674 pegawai ASN pernah terlibat korupsi, tetapi hanya 317 pegawai (11,9 persen) yang diberhentikan. Sisanya, 2.674 pegawai (85,1 persen), masih berstatus aktif sebagai pegawai.
Jika melihat perjalanan KASN, penerimaan pemerintah terhadap lembaga ini tampak tak sepenuh hati.
Perubahan haluan pemerintah dari tidak mendukung menjadi mendukung penghapusan KASN menjadi pertanyaan besar. Ada apa di balik penghapusan KASN? Jika alasan efektivitas lembaga, KASN hadir pada saat DPR dan pemerintah menyepakati moratorium pembentukan berbagai lembaga baru.
DPR dan pemerintah pada saat itu dengan kesadaran penuh melanggar moratorium itu karena kesadaran penuh akan pentingnya lembaga ini. Oleh karena itu, jika lembaga tidak efektif, seharusnya ditingkatkan efektivitasnya, bukan dibubarkan.
Satu-satunya alasan yang masuk akal adalah tahun ini merupakan tahun politik menjelang Pemilu 2024. KASN dinilai secara subyektif sebagai lembaga yang dapat mengganggu kepentingan partai politik dalam penggunaan birokrasi sebagai mesin pemenang pemilu.
Jadi, logisnya, pemerintah dan DPR seharusnya memperkuat KASN, bukan malah menghapusnya. Memperkuat KASN dilakukan dengan menempatkan BKN sebagai instrumen KASN dalam menegakkan rekomendasinya. Alternatif lain, jika penghapusan KASN tetap dilakukan, PPK seharusnya tak lagi dijabat politikus, tetapi oleh birokrat karier. Jika penghapusan KASN dilakukan tanpa penghapusan peran politikus sebagai PPK, birokrasi Indonesia akan kembali mengalami kemunduran.
Baca juga : Revisi UU ASN Hapuskan KASN
Riris Katharina Peneliti Birokrasi BRIN