Pidana Pencucian Uang bagi Perusak Lingkungan
Pada dasarnya setiap perbuatan pencemaran lingkungan hidup mewajibkan pelakunya untuk membayar biaya pemulihan lingkungan yang tercemar.

Ilustrasi
Guna memberi dampak penegakan hukum yang luas bagi perbaikan kesadaran hukum di bidang lingkungan hidup, diperlukan suatu wajah garang penindakan hukum terhadap para pelaku perusak lingkungan hidup. Salah satu upayanya adalah mengusut tindak pidana pencucian uang yang terjadi dalam tindak pidana kejahatan lingkungan hidup.
Instrumen hukum yang ada penting dan sudah waktunya untuk dioptimalisasikan. Hal ini agar desain perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam konsep pembangunan berkelanjutan di Indonesia tidak berhenti sekadar konsep indah di atas kertas, tetapi sungguh dapat tercapai dan dirasakan dampaknya bagi masyarakat di tengah isu terjadinya perubahan iklim global.
Sekarang negara kita kelihatan gagap ketika terjadi polusi udara menghitami langit Ibu Kota, tidak ada yang mau disalahkan atas kejadian ini. Sama halnya dalam insiden foto prewedding di Bromo yang pelakunya tidak mau dianggap bersalah. Logika kausalitas antara kerusakan lingkungan hidup sebagai akibat tindakan manusia yang eksploitatif seperti belum diterima.
Baca Juga: Kerugian akibat Polusi Triliunan Rupiah, Warga Gugat Pemerintah dan Industri
Kerusakan lingkungan hidup dianggap sebagai proses natural yang tidak dapat dihentikan seperti halnya proses penuaan pada manusia. Padahal, cara berpikir seperti ini jelas tidak sesuai dengan logika hukum.
Menurut hukum, kerusakan lingkungan hidup adalah keadaan di mana terjadi kegiatan berlebihan yang merusak baku mutu lingkungan. Mengingat lingkungan hidup yang layak dan sehat adalah kebutuhan bagi manusia, hukum wajib mengatur batasan kegiatan guna mencegah kerusakan lingkungan hidup.
Kasus polusi udara yang terjadi di Jakarta, berdasarkan hasil pengawasan dan pemeriksaan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, empat perusahaan dihentikan kegiatannya karena diduga berpotensi mencemari lingkungan. Temuan ini tentu tidak hanya berhenti sampai pada penghentian aktivitas perusahaan, tetapi diperlukan langkah penyelidikan untuk menemukan terjadinya peristiwa pidana kejahatan lingkungan hidup.

Petugas penegak hukum Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyidak dan menghentikan operasi sebuah perusahaan di Cileungsi, Rabu (6/9/2023), karena mengakibatkan pencemaran udara dan air.
Pada dasarnya setiap perbuatan pencemaran lingkungan hidup mewajibkan pelakunya untuk membayar biaya pemulihan lingkungan yang tercemar akibat suatu perbuatan atau kegiatan. Itu sebabnya setiap kejahatan selain disanksi pidana juga didenda. Ini juga harus dikenakan kepada pelaku perusak lingkungan hidup.
Mengingat dampaknya, sudah sepantasnya kejahatan lingkungan hidup, baik yang dilakukan oleh individu maupun korporasi, diberi ”bonus” hukuman berupa pidana pencucian uang. Perusak lingkungan hidup tentu bukan sekadar labeling tanpa sebab.
Merusak lingkungan hidup adalah perbuatan yang sengaja atau lalai memenuhi ketentuan undang-undang lingkungan hidup. Perbuatan tersebut berdampak kepada lingkungan yang dibuktikan dengan terjadinya pencemaran lingkungan hingga melampaui baku mutu lingkungan yang layak untuk tetap dapat melestarikan fungsinya.
Mengingat dampaknya, sudah sepantasnya kejahatan lingkungan hidup, baik yang dilakukan oleh individu maupun korporasi, diberi ’bonus’ hukuman berupa pidana pencucian uang.
Lemahnya penindakan dan penegakan hukum adalah faktor meluasnya pelanggaran dan kejahatan lingkungan hidup. Belum lagi pola tebang pilih dalam penindakan dan penegakan hukum masih terjadi di mana penegak hukum hanya menyasar kaum bawah tanpa pernah menindak pihak yang berada di atas.
Selain penegakan hukum yang lemah, satu hal lain yang menjadi masalah adalah kurangnya kepedulian pemerintah terhadap berbagai kritik atas konsep perlindungan lingkungan yang disampaikan oleh pegiat lingkungan hidup. Sebagai contoh sekitar satu dekade lalu di Sumatera Utara pernah ada beberapa tokoh penerima Kalpataru yang menyatakan mengembalikan penghargaan tersebut karena menilai tidak ada perhatian dan komitmen pemerintah dalam isu lingkungan hidup.
Pengabaian pemerintah terhadap kelompok masyarakat ini mengafirmasi bahwa konsep perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup masih menjadi peta buta. Padahal, apabila berpatokan kepada regulasi saja, pemerintah sekiranya sudah memiliki pegangan dalam mengelola sekaligus melindungi sumber daya alam Indonesia yang kaya dalam konsep pembangunan berkelanjutan.
Baca Juga: Komitmen Penegakan Hukum Lingkungan dan Ancaman yang Mengintai
Selain itu, pengawasan juga perlu diperbaiki. Mengandalkan aparatur pemerintah yang mengurusi bidang lingkungan hidup untuk menjaga dan melindungi lingkungan hidup di seluruh wilayah NKRI hampir tidak mungkin. Peran aktif masyarakat sangat membantu dalam mencegah terjadinya kerusakan lingkungan dan melaporkan kejadian kerusakan lingkungan yang terjadi di lingkungan sekitarnya.
Pengawasan jangan lagi hanya terkonsentrasi di pemerintah daerah saja. Sudah saatnya pemerintah desa sebagai unit pemerintahan terdekat dengan rakyat dilibatkan agar pengawasan dapat berlaku dengan efektif.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F08%2F31%2Fdefaf868-e166-489d-832a-3f4ecb5cf5ab_jpg.jpg)
Satgas Pengendalian Pencemaran Udara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersiap memasang papan area dalam pengawasan di sebuah stockpile batubara atau tempat penumpukan batubara di Jalan Cakung Cilincing Raya, Cakung, Jakarta Timur, Kamis (31/8/2023).
Reorientasi penegakan hukum lingkungan
Mengingat sudah semakin rusaknya lingkungan hidup kita, pendekatan penegakan hukum sudah semestinya dilakukan reorientasi dengan mengedepankan aspek penegakan hukum pidana lingkungan serta pengusutan hasil kejahatan lingkungan tersebut. Hasil kejahatan tersebut dirampas untuk negara agar dapat membiayai program recovery lingkungan hidup. Terlalu mengedepankan penegakan hukum administrasi terbukti telah menghasilkan keadaan yang tidak diharapkan dengan tidak adanya perbaikan kesadaran hukum.
Fokus pemidanaan konvensional yang bertujuan sebagai lembaga pertanggungjawaban pelaku semata telah bergeser ke arah yang lebih responsif dengan memberi ruang kepada pemulihan bagi kepentingan korban sebagai pihak yang dirugikan. Pada kenyataannya, ragam jenis kejahatan yang dilakukan pelaku menghasilkan sesuatu berupa harta kekayaan dalam bentuk uang. Dengan demikian, model penanganan hukum terhadap pelaku tidak hanya bertujuan menghukum pelaku sesuai derajat kesalahannya, tetapi juga menyasar kekayaan pelaku yang diduga diperoleh dari hasil kejahatan yang pernah atau sedang dilakukannya.
Terlalu mengedepankan penegakan hukum administrasi terbukti telah menghasilkan keadaan yang tidak diharapkan dengan tidak adanya perbaikan kesadaran hukum.
Konsep pidana pencucian uang yang dikonstruksikan dalam Undang Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) adalah pelaku dan hasil berupa harta kekayaan yang diperoleh dari perbuatan pidana yang dilakukan pelaku dapat ditelusuri dan dirampas untuk negara atau dikembalikan kepada yang berhak dalam hal ini korban. Meskipun dimungkinkan kepada penegak hukum untuk mengungkap bersamaan antara pelaku perbuatan kejahatan dan hasil kejahatan berupa harta kekayaan, tetapi bukan berarti penyidikan atas suatu tindak pidana pencucian uang baru dapat dilakukan setelah tindak pidana kejahatan asalnya terbukti dilakukan pelaku.
Tindak pidana kejahatan lingkungan hidup merupakan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup. Perbuatan ini menghasilkan harta kekayaan bagi pelakunya sebab pada dasarnya kerusakan lingkungan hidup terjadi karena kegiatan pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan untuk kepentingan ekonomi dan bisnis tanpa memperhatikan kepentingan ekologis.
Pemanfaatan sumber daya alam secara besar-besaran tanpa memperhatikan daya dukung lingkungan hidup terjadi karena mental serakah yang mengabaikan hajat hidup orang banyak. Agresivitas dalam penindakan hukum ini sekarang sangat diperlukan untuk memberikan efek kejut bukan hanya kepada pelaku usaha, melainkan juga kepada setiap individu untuk meningkatkan kesadaran serta kepatuhan hukum dalam mencegah terjadinya kerusakan lingkungan hidup.
Baca Juga: ”Quo Vadis” Hukum Lingkungan
Pada dasarnya negara bertanggung jawab dalam memberikan jaminan kepada seluruh warga negara untuk dapat memanfaatkan sumber daya alam guna memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, baik generasi masa kini maupun generasi masa depan. Akan tetapi, pada saat bersamaan, negara juga bertanggung jawab untuk menjaga kualitas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Maka, untuk dapat menjalankan kedua tanggung jawab tersebut, negara melalui aparaturnya wajib mencegah dan menindak segala kegiatan pemanfaatan sumber daya alam yang menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Penindakan dilakukan secara konsisten, konsekuen, demi terwujudnya kesadaran setiap orang untuk memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap lingkungan hidup yang berkualitas bagi generasi Indonesia yang akan datang.
Ruben Sandi Yoga Utama Panggabean, Mahasiswa Program Doktor Hukum Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Medan
Facebook: ruben panggabean