Tingkat kepekaan masyarakat bisa berbeda-beda ketika lambang negara, kepala negara, atau lambang keagamaan mereka dibuat lelucon atau diolok-olok.
Oleh
ARIEL HERYANTO
·4 menit baca
Menjelang peringatan HUT Ke-78 Kemerdekaan RI (2023), RH (pria 22 tahun) ditahan polisi di Riau. Ia diduga melanggar pidana penghinaan lambang negara. Gara-garanya, ia mengalungkan bendera Merah Putih ke leher seekor anjing yang sering diajaknya bermain. Hukuman maksimal pelanggaran ini 5 tahun penjara atau denda Rp 500 juta.
RH dicaci maki sebagian warga. Sebagian lainnya tak setuju dia dihukum pidana. RH beruntung, kasusnya tidak berlanjut ke pengadilan. Ini sekadar ilustrasi tingginya penghormatan pada bendera nasional di negeri ini. Itu pun hanya sekeping bagian dari sebuah kerangka besar tradisi dan budaya penghormatan pada berbagai lambang atau simbol dalam masyarakat ini. Tak sebatas bendera.
Bendera nasional dihormati di banyak negara dengan wujud dan kadar penghormatan berbeda-beda. Di Indonesia, hari kemerdekaan dirayakan dalam berbagai bentuk. Ada pawai, pesta, dan lomba komunitas. Salah satu acara terpenting adalah upacara resmi yang berpuncak pada pengibaran bendera nasional.
Sedemikian penting pengibaran bendera nasional pada hari kemerdekaan, sampai-sampai pemilihan regu pengibar bendera jadi ritual tersendiri yang panjang dan berliku. Mereka yang terpilih wajib menjalani pelatihan secara intensif berminggu-minggu. Profil dan foto mereka yang terpilih menjadi ulasan berita di media.
Di negeri lain, hari kemerdekaan dirayakan jauh lebih santai. Di Amerika Serikat, misalnya, hari kemerdekaan tidak terfokus pada upacara pengibaran bendera atau menyanyikan lagu kebangsaan. Pemandangan paling lazim pada hari itu, penduduk bertamasya piknik di taman atau di pantai. Kadang-kadang gambar bendera nasional mereka tampil sebagai payung, taplak meja piknik, baju renang atau bikini di pantai.
Di Australia, bendera nasional dipakai sebagai bagian dalam desain celana pendek, T-shirt, bahkan alas sandal jepit karet yang di Tanah Air sering disebut sandal untuk masuk WC. Berbagai benda itu dijual secara terbuka di berbagai tempat. Apakah tidak ada yang protes dan keberatan? Ada, tetapi hanya segelintir warga. Keluhan mereka itu jadi berita di media. Yang dianggap bernilai berita bukan praktik lazim yang dikeluhkan.
Beda masyarakat, beda pula tradisinya. Perbedaan tradisi baru berpeluang memicu masalah ketika mereka bertemu dalam pergaulan antarbangsa. Di Australia, pernah ada demonstrasi prokemerdekaan Timor Timur sebagai reaksi atas kekerasan tentara RI di bekas wilayah jajahan RI yang mengakibatkan banyak korban. Ada yang merobek bendera RI dalam demonstrasi. Peristiwa itu memicu kemarahan besar sebagian warga Indonesia di Australia dan Tanah Air. Besarnya kemarahan itu sulit dipahami para demonstran asing.
Bendera Aborigin dan Torres Island sudah terbiasa berkibar di sisi bendera nasional Australia di depan gedung dan panggung acara resmi. Di Indonesia, Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur, almarhum) pernah memberikan kebebasan bagi bendera Bintang Kejora berkibar di sisi Sang Merah Putih. Tapi, kebijakan itu tidak berusia panjang, begitu juga usia kepresidenan beliau.
Bendera terbuat dari kain. Tapi, ada beda antara secarik kain sebagai benda mati dan kain yang diberi makna sebagai bendera. Seperti beda selembar kertas dengan kertas yang dijadikan uang. Indonesia termasuk satu dari sejumlah masyarakat yang tak terbiasa menjaga jarak representasi visual (bendera, logo atau foto) atau tekstual (nama atau gelar) dengan muatan nilai bagi sosok sosial atau kultural yang direpresentasikan benda-benda itu. Mungkin ini salah satu sebab maraknya aduan kasus penghinaan atau pencemaran nama baik.
Tingkat kepekaan masyarakat bisa berbeda-beda ketika lambang negara, kepala negara, atau lambang keagamaan mereka dibuat lelucon atau diolok-olok. Baru di Indonesia saya jumpai hilang atau berkurangnya nilai uang asing di tempat penukaran mata uang jika ada bekas lipatan atau bercak kecil di uang itu.
Melambungnya nilai gelar, piagam, dan ijazah dalam masyarakat menyuburkan transaksi komersial (termasuk yang abal-abal) di bidang itu. Sejumlah penyelenggara konferensi di luar RI tak paham betapa penting ”sertifikat” yang diminta peserta dari Indonesia seusai acara. Di luar negeri juga tidak ada kebiasaan menggunakan stempel lembaga untuk dokumen resmi seperti di Tanah Air.
Para pejuang revolusi kemerdekaan RI tidak hanya bermusuhan dengan tentara Belanda, tetapi juga semua yang berwarna merah-putih-biru (warna bendera Belanda). Dalam cerpen Surabaya” (1948), Idrus menggambarkan suasana masa itu dengan getir. Berikut ini sebuah cuplikannya.
”Laki-laki dan perempuan ditelanjangi seperti Adam dan Siti Hawa, diperiksa di mana-mana juga di tempat-tempat yang biasanya orang malu memperlihatkannya, kalau-kalau ada tanda mata-mata musuh.” Seorang wanita muda ditahan dan disiksa hampir mati karena ia mengenakan ”selendang merah, baju putih dan selop biru”. Di masa badai terorisme antikomunisme (1966), sejumlah perempuan ditelanjangi untuk diperiksa apakah ada gambar palu-arit di bagian tubuhnya.
Di Jawa, banyak yang percaya ada kaitan antara nama orang dan hidupnya. Nama itu diganti bila dianggap ”terlalu berat” bagi pemiliknya sehingga ia sakit-sakitan. Ini pernah dialami sang proklamator kemerdekaan RI dan Presiden pertama RI.
Walau alasannya tidak persis sama, pemerintah Orde Baru mendesak minoritas Tionghoa mengganti nama pribadi dengan nama yang dianggap lebih ”Indonesia”. Seakan-akan kebijakan itu membuat minoritas ini menjadi lebih Indonesia. Masa itu bahan tercetak berbahasa Mandarin atau menggunakan aksara Tiongkok terlarang. Sebuah medium komunikasi dianggap mengidap ideologi komunisme, tak peduli isi teks atau tuturan dalam medium itu.
Kembali ke kisah RH di awal tulisan ini yang terancam pidana. Ia batal diadili. Tapi, kerangka besar tradisi yang memungkinkan kasusnya tidak menjadi batal. Justru tradisi itu diperkokoh dalam proses pembebasannya. RH dilepaskan polisi setelah menjalani ritual bernama ”apel kebangsaan” dan ”menunjukkan kecintaan pada NKRI” dengan mencium bendera nasional.