Meski secara absolut kemiskinan di desa masih lebih tinggi dibanding kota, penurunan kemiskinan kota yang relatif lambat perlu jadi perhatian. Pada Maret 2023 kemiskinan perkotaan lebih tinggi dibanding sebelum pandemi.
Oleh
LILI RETNOSARI
·3 menit baca
Hingga kini kemiskinan di perkotaan masih menjadi masalah yang belum terselesaikan. Bahkan, berdasarkan data BPS, kemiskinan di perkotaan pada Maret 2023 lebih tinggi dibanding kondisi sebelum pandemi Covid-19.
Pada September 2019, persentase penduduk miskin di perkotaan 6,56 persen (9,86 juta orang). Selama pandemi, pada Maret 2021, angkanya mencapai 7,89 persen (12,18 juta orang). Meski di masa pemulihan ekonomi dapat diturunkan kembali, pada Maret 2023 angkanya masih 7,29 persen atau 11,74 juta orang. Artinya, bertambah 1,88 juta orang dibanding sebelum pandemi.
Sebaliknya, kemiskinan di perdesaan justru lebih rendah dibanding sebelum pandemi. Angkanya pada Maret 2023 sebanyak 14,16 juta orang (12,22 persen, turun dibanding September 2019 yang 14,93 juta orang (12,60 persen). Meski secara absolut kemiskinan di desa masih lebih tinggi dibanding kota, penurunan kemiskinan kota yang relatif lebih lambat perlu jadi perhatian.
Terlebih, pada Maret 2023, indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan di perkotaan juga lebih tinggi dibanding September 2019. Ini berbanding terbalik dengan di perdesaan.
Indeks kedalaman kemiskinan di perkotaan pada Maret 2023 adalah 1,163, sedangkan pada September 2019 sebesar 1,015. Sementara di perdesaan, meski indeks kedalaman kemiskinan pada Maret 2023 lebih tinggi dari perkotaan, yaitu 2,035, sudah lebih rendah dibanding September 2019 yang 2,108. Begitu juga dengan indeks keparahan kemiskinan.
Indeks keparahan kemiskinan di perkotaan pada Maret 2023 adalah 0,281. Lebih tinggi dibanding September 2019 yang 0,233. Untuk perdesaan, angkanya 0,511 (Maret 2023) dan 0,525 (September 2019).
Meski secara absolut kemiskinan di desa masih lebih tinggi dibanding kota, penurunan kemiskinan kota yang relatif lebih lambat perlu jadi perhatian.
Selain jumlah dan persentase penduduk miskin, kedua indeks merupakan indikator kemiskinan yang tak kalah penting untuk diperhatikan. Indeks kedalaman kemiskinan merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. Indeks keparahan kemiskinan menggambarkan penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.
Banyak wajah
Kemiskinan kota tak bisa dijelaskan dengan satu penyebab tunggal. Banyak penduduk desa merantau ke perkotaan untuk mencari pekerjaan, menambah pendapatan, dan meningkatkan kualitas hidup. Namun, tak sedikit dari mereka justru terjebak lingkaran kemiskinan.
Sulitnya mendapat pekerjaan dan tingginya biaya hidup di kota memperparah kondisi yang ada. Banyak dari mereka akhirnya bekerja di sektor informal. Pada Februari 2023, proporsi penduduk yang bekerja di sektor informal perkotaan 44,12 persen. Maraknya urbanisasi yang tak didukung kesiapan kota perlu dievaluasi bersama. Apalagi, ke depan, jumlah penduduk di perkotaan diprediksi terus meningkat.
Berdasarkan hasil pendataan Long Form SP2020 yang dilaksanakan BPS pada 2022, terdapat 56,40 persen penduduk Indonesia yang tinggal di perkotaan.
Angka ini diestimasi meningkat menjadi 66,60 persen pada 2035 (BPS, 2020). Bank Dunia bahkan memprediksi sekitar 70 persen pada 2045. Ini sebenarnya peluang baik untuk meningkatkan perekonomian, tetapi juga membawa tantangan untuk mengelolanya lebih serius lagi.
Semakin meningkat jumlah penduduk di perkotaan, kebutuhan perumahan juga meningkat. Upaya menyediakan perumahan yang layak dan terjangkau warga tak mampu juga perlu terus ditingkatkan. Warga miskin atau tak mampu sering terpaksa tinggal di tempat yang tak layak sehingga berdampak buruk pada kesehatan dan kualitas hidup mereka. Dari kondisi ini, ketimpangan di perkotaan juga semakin terlihat jelas.
Seorang warga mengajak anaknya menghirup udara segar di 'ruang terbuka' yang berada di antara jalur kereta di kawasan hunian semi permanen padat penduduk di Pademangan, Jakarta Utara, Jumat (18/6/2021). Pandemi Covid 19 telah berdampak sistemik hingga membuat tingkat kemiskinan naik.
Tingkat ketimpangan di perkotaan selalu lebih tinggi dibanding angka nasional. Pada Maret 2023, angka rasio gini nasional 0,388, sementara rasio gini perkotaan 0,409. Tingkat ketimpangan di perkotaan ini juga lebih tinggi dibanding September 2019 yang 0,391. Sementara itu, untuk perdesaan rasio gini Maret 2023 adalah 0,313, lebih rendah dibanding September 2019 yang sebesar 0,315.
Dilihat dari ukuran ketimpangan Bank Dunia, distribusi pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah di perkotaan adalah 16,99 persen yang berarti ketimpangan sedang. Sementara untuk perdesaan angkanya 21,18 persen, yang berarti ketimpangan rendah.