Menulis atau mengetik menggunakan gawai elektronik lebih praktis, tetapi menulis menggunakan tangan lebih banyak manfaatnya dan penting bagi perkembangan kognitif anak.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Pendidikan merupakan proses. Ada tahapan yang harus dilalui siswa yang belum tentu bisa digantikan teknologi digital. Apalagi, ada dampak negatif dari digital.
Namun, pembelajaran digital jamak dilakukan di banyak negara, terutama yang maju. Pandemi Covid-19 mempercepat proses ini. Teknologi digital menawarkan sejumlah kemudahan dalam pembelajaran untuk siswa: mempermudah akses pendidikan, mempermudah mengakses informasi, hingga memunculkan metode pembelajaran baru.
Dalam perkembangannya, disadari penggunaan teknologi digital ternyata juga berdampak negatif terhadap pembelajaran siswa. Sejumlah negara maju di Eropa menyadari hal ini dan memutuskan menghentikan pemakaian gawai elektronik di dalam pembelajaran untuk siswa usia enam tahun ke bawah, seperti dilakukan Swedia (Kompas, 12/9/2023).
Pembelajaran berbasis rujukan ke buku dan teks cetak pun diperkuat, terutama untuk siswa dini bersekolah. Siswa juga dibiasakan kembali menulis menggunakan tangan, tidak lagi menggunakan gawai elektronik. Menulis atau mengetik menggunakan gawai elektronik lebih praktis, tetapi menulis menggunakan tangan lebih banyak manfaatnya dan penting bagi perkembangan kognitif anak.
Menulis memakai tangan membutuhkan banyak keterampilan. Ada sejumlah proses yang harus dilalui, mulai dari belajar bisa menulis, yang berarti juga belajar membaca, hingga tulisan itu bisa dibaca orang lain. Proses ini merangsang perkembangan otak anak, dan tak bisa digantikan oleh teknologi secanggih apa pun. Disrupsi digital dalam proses ini bisa berdampak negatif terhadap kemampuan literasi anak.
Kemerosotan nilai literasi generasi muda di tengah laju perubahan digital tak hanya terjadi di Swedia, yang mendapati kemampuan literasi kaum mudanya, terutama generasi Z, tak secakap generasi sebelumnya. Di Indonesia, meski belum ada penelitian serupa, sejumlah guru mendapati kebiasaan anak- anak menulis memakai tangan tergerus karena terbiasa mengetik di gawai elektronik (Kompas.id, 30/5/2023).
Membaca buku dan teks cetak, serta menulis memakai tangan, merupakan literasi dasar yang mutlak dikuasai siswa untuk mengembangkan kemampuan lainnya.
Sejumlah kajian psikologi perkembangan anak juga mengungkap dampak buruk penggunaan gawai bagi tumbuh kembang anak. Keputusan Kementerian Pendidikan Swedia menghentikan pemakaian gawai, dalam pelajaran untuk siswa usia enam tahun ke bawah mulai tahun ajaran 2023/2024, adalah langkah tepat dan progresif dalam konteks pembangunan sumber daya manusia. Membaca buku dan teks cetak, serta menulis memakai tangan, merupakan literasi dasar yang mutlak dikuasai siswa untuk mengembangkan kemampuan lainnya, termasuk untuk masuk ke dalam era digital.
Langkah Pemerintah Swedia dalam menjaga dan meningkatkan kemampuan literasi masyarakatnya patut menjadi contoh bagi negara lain. Semua negara pasti sudah menyadari, kemampuan literasi adalah kunci untuk membentuk generasi unggul, tetapi yang terpenting meningkatkan kemampuan itu melalui langkah nyata, terutama di era teknologi digital ini.