Membangun Pasar Karbon Berintegritas
Ekosistem ekonomi karbon yang transparan, berintegritas, inklusif, dan adil harus diciptakan. Ini dilakukan melalui tata kelola karbon dalam pasar yang sejalan dengan keputusan UNFCCC dan peraturan pemerintah.
“Indonesia akan dapat berkontribusi lebih cepat bagi emisi nol bersil (Net Zero Emissions/NZE) dunia. Selain itu, carbon market dan carbon price harus menjadi bagian dari upaya penanganan isu perubahan iklim. Ekosistem ekonomi karbon yang transparan, berintegritas, inklusif, dan adil harus diciptakan.” (Presiden Joko Widodo pada KTT Perubahan Iklim World Leaders’ Summit, Glasgow, 1 November 2021)
Sebagai bagian dari ekosistem ekonomi karbon, pasar karbon potensial tercipta dari kolaborasi antara pemerintah dan pelaku usaha. Pemerintah berkewajiban memberikan fasilitas berupa regulasi, penyediaan informasi, dan juga pelayanan publik. Regulasi terkait perdagangan karbon luar negeri untuk mendukung pasar karbon potensial yang ada dan yang akan diterbitkan harus berorientasi untuk membangun pasar primer dan pasar sekunder yang dapat melayani pasar nasional dan internasional dengan tata kelola terbaik.
Pasar karbon meliputi pasar karbon primer yang dibangun melalui kebijakan dan pengaturan pemenuhan kewajiban Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional (Nationally Determined Contribution/NDC) dan implementasi Nilai Ekonomi Karbon (NEK) di tingkat pelaku usaha atau pemerintah dan masyarakat, dan pasar sekunder di tingkat Bursa Karbon. Khusus untuk perdagangan karbon luar negeri dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu perdagangan langsung antara penjual dan pembeli dan perdagangan melalui bursa. Perdagangan melalui bursa diatur melalui peraturan Menteri Keuangan, peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan peraturan Bursa Karbon.
Baca juga: Menuju Ekosistem Pasar Karbon yang Kuat dan Dinamis
Pemerintah Indonesia telah menyiapkan berbagai kemudahan bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah, pelaku usaha, dan masyarakat untuk terlibat dalam aksi mitigasi baik dengan upaya sendiri maupun dengan penerapan NEK, termasuk perdagangan karbon, melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 21 Tahun 2022 dan Peraturan Menteri LHK Nomor 7 Tahun 2023 terkait perdagangan karbon sektor kehutanan. Untuk lebih mendorong terbukanya pasar karbon dalam negeri dan internasional, pemerintah menyiapkan pengaturan yang akan memudahkan berusaha dalam perdagangan karbon, antara lain dengan menerapkan tata kelola karbon (Carbon Governance) sebagai koridor untuk untuk pencapaian tujuan ekonomi dan pencapaian target NDC Indonesia.
Tata kelola karbon didukung oleh empat elemen atau instrumen penting, yaitu 1) semua perdagangan karbon luar negeri yang terdaftar pada Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN-PPI); 2) menerapkan Measurement, Reporting, and Verification/MRV (Pengukuran, Pelaporan, dan Verifikasi) terbaik; 3) Penerbitan Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE GRK) dan/atau penetapan Batas Atas Emisi; serta 4) otorisasi dan corresponding adjustment untuk perdagangan karbon luar negeri oleh Menteri LHK. Melalui tata kelola karbon dalam pasar yang sejalan dengan keputusan Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFCCC) dan peraturan pemerintah, akan menjadi pasar yang terbuka, transparan, kredibel di internasional, dan terwujudnya integritas lingkungan yang tinggi.
Dalam konteks measurement (pengukuran) yang menyangkut terkait penyediaan data hasil pengukuran yang kredibel telah diatur adanya kriteria penggunaan metodologi yang harus memenuhi kriteria yang diatur dalam Perpres 98//2021, dengan meminimalkan uncertainty dan penggunaan asumsi. KLHK telah membentuk Tim Panel Metodologi Penurunan Emisi dan/atau Peningkatan Serapan Gas Rumah Kaca melalui Keputusan Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Nomor SK.22/PPI/IGAS/PPI.2/6/2017 tanggal 13 Juni 2017.
Hingga 2023, KLHK telah meluncurkan buku Metodologi Penghitungan Pengurangan Emisi dan/atau Peningkatan Serapan Karbon yang memuat 44 metodologi dari sektor kehutanan, energi, industrial processes and production use (IPPU), pertanian, dan limbah. Jumlah metodologi ini akan terus berkembang mengikuti proses penetapan metodologi yang diusulkan kementerian/lembaga, pelaku usaha dan masyarakat, yang selanjutnya dikaji oleh Tim Panel Metodologi dan untuk selanjutnya ditetapkan secara nasional.
KLHK telah membentuk Tim Panel Metodologi Penurunan Emisi dan/atau Peningkatan Serapan Gas Rumah Kaca.
Dari sisi penguatan reporting (pelaporan) yang merupakan tindakan untuk melaporkan apa yang sudah diukur atau melaporkan data hasil pengukurannya telah disiapkan standar format Dokumen Rancangan Aksi Mitigasi (DRAM) dan Laporan Capaian Aksi Mitigasi yang secara garis besar memuat data umum pelaksana NEK; pengukuran emisi terhadap Baseline Emisi GRK; pengukuran target penurunan Emisi GRK dan Serapan GRK; dan kebutuhan Sumber Daya keuangan, peningkatan kapasitas, dan alih teknologi.
Selanjutnya guna peningkatan penjaminan mutu hasil pengukuran dan pelaporan pelaksanaan NEK dilakukan melalui validasi dan verifikasi dengan menggunakan lembaga verifikasi, maka sinergitas telah dibangun antara KLHK dengan Komite Akreditasi Nasional (KAN). Lembaga ini dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden No 78/2001 dan Undang-Undang No 20/2014 tentang Standarisasi dan Penilaian Kesesuaian, dengan tugas untuk memberikan akreditasi kepada Lembaga Sertifikasi dan Lembaga Inspeksi Nasional.
Skema GRK
Sebelum terbitnya kebijakan NEK pada 2021, KAN telah memberikan akreditasi kepada sejumlah Lembaga Verifikasi dan/atau Validasi (LVV) untuk skema GRK dengan program netral (unregulated scheme) sejak 2016. Akreditasi KAN untuk skema GRK dengan program netral ini telah memperoleh saling pengakuan MRA (mutual recognition agreement) dari sesama badan akreditasi di kawasan Asia-Pacific (APAC-Asia Pacific Accreditation Cooperation) sejak 2021, dan saat itu merupakan negara pertama di ASEAN dan negara ke-7 di Asia yang memperoleh MRA APAC untuk skema GRK program netral. Selain mendapat pengakuan atas akreditasi skema GRK di kawasan Asia Pacific, KAN telah pula meraih pengakuan MLA (multilateral agreement) dari forum badan akreditasi internasional (IAF-International Accreditation Forum) pada 2022.
Akreditasi KAN untuk skema GRK juga telah diperluas pada 2020, dengan membuka dan memberikan lingkup akreditasi LVV untuk skema CORSIA (Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation), yaitu lingkup verifikasi terhadap laporan emisi GRK dan laporan penggunaan sustainable aviation fuel, serta verifikasi offsetting unit emisi untuk kegiatan penerbangan dengan rute internasional. Skema CORSIA berada di bawah naungan organisasi penerbangan sipil international (ICAO-International Civil Aviation Organization) dengan pengampu skema tersebut di Indonesia adalah Ditjen Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan. Pada 2020, Indonesia merupakan negara pertama di kawasan ASEAN dan negara ke-14 di kawasan Asia yang mampu meregistrasikan LVV Indonesia terakreditasi KAN pada skema ICAO CORSIA.
Baca juga: Pasar Karbon Harus Kredibel
Pada 14 Juni 2023, bertepatan peringatan dengan World Accreditation Day 2023 dan dalam rangka mendukung kepentingan nasional dan perkembangan global, KAN bekerja sama dengan KLHK telah meluncurkan Skema Akreditasi Lembaga Validasi dan/atau Verifikasi Lingkup Nilai Ekonomi Karbon (NEK). Dengan terbitnya kebijakan NEK, KLHK sebagai pengampu regulasi NEK bekerja sama dengan KAN telah melakukan penyesuaian dan penambahan persyaratan proses validasi/verifikasi untuk pemberian akreditasi Lembaga Verifikasi skema penyelenggaraan NEK, dalam bentuk norma pengaturan khusus KAN.K.10.03 - Persyaratan Tambahan untuk Akreditasi Lembaga Validasi dan/atau Verifikasi Sektor Informasi Lingkungan berdasarkan Skema Regulasi NEK (regulated scheme).
Pemberian akreditasi KAN berdasarkan skema NEK kepada LVV didasarkan atas lingkup akreditasi (accreditation scope), yang terbagi atas lingkup kegiatan dan lingkup sektor. Pemberian akreditasi KAN berdasarkan lingkup kegiatan dan lingkup sektor ini memberikan batasan kepada LVV skema NEK untuk mengoperasikan kegiatan validasi dan/atau verifikasi sesuai dengan kemampuan dan kompetensi personel validator dan/atau verifikator yang dimiliki oleh masing-masing LVV.
Dengan adanya KAN.K 10.03 tersebut, LVV yang sudah terakreditasi sebelumnya pada skema GRK unregulated scheme dapat bertransisi melalui penyesuaian dan pemenuhan atas tambahan persyaratan untuk memperoleh akreditasi KAN sebagai Lembaga Validasi/Verifikasi skema NEK (regulated scheme).
Acuan normatif yang digunakan sebagai persyaratan dalam pemberian akreditasi LVV skema NEK mengikuti acuan normatif yang juga diberlakukan di tingkat internasional, mencakup persyaratan kelembagaan mengacu pada ISO17029 dan ISO14065, persyaratan proses verifikasi dan validasi mengacu pada ISO14064-3, dan persyaratan kompetensi validator dan verifikator mengacu pada ISO14066.
Dengan mengikuti dan memenuhi persyaratan standar internasional (ISO) dan telah memperoleh saling pengakuan dari sesama badan akreditasi di tingkat kawasan dan internasional (MRA dan MLA), maka hasil validasi dan/atau verifikasi yang dilaksanakan oleh LVV terakreditasi KAN memberikan jaminan keberterimaan di tingkat internasional. Hal ini menjadi penting mengingat hasil validasi dan/atau verifikasi harus dapat memberikan jaminan kepercayaan (assurance) atas ‘kewajaran, kebenaran dan keakuratan’ terhadap klaim unit karbon yang dihasilkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan. Hal ini merupakan salah satu elemen penting dalam membangun integritas pasar karbon di Indonesia.
Selanjutnya, pencatatan atau registri merupakan hal penting dalam pelaksanaan transparency framework Paris Agreement dan penerjemahannya ke konteks nasional, telah dibangun SRN-PPI yang merupakan sistem pengelolaan dan penyediaan data dan informasi tentang aksi dan sumber daya untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dan NEK di Indonesia.
Baca juga: Perdagangan Karbon Mengakselerasi Reduksi Emisi Gas Rumah Kaca
Penyelenggaraan SRN-PPI berfungsi, antara lain, sebagai: dasar pengakuan pemerintah atas kontribusi penerapan NEK dalam pencapaian target NDC, upaya menghindari penghitungan ganda aksi mitigasi, dan bahan penelusuran pengalihan unit karbon. Dengan dukungan MRV dan penyediaan metodologi yang telah disepakati secara nasional, keberadaan SRN-PPI mampu untuk menjadi penyedia kebutuhan data dan informasi yang kredibel dengan mengikuti kaidah Clarity, Transparency, Understanding (CTU) dan dan diakui di tingkat internasional.
Elemen penting penyelenggaraan NEK lainnya, sebagai keluaran dari proses SRN, adalah penerbitan sertifikasi pengurangan emisi yang diselenggarakan KLHK. Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK) kemudian dapat digunakan dalam perdagangan emisi dan offset emisi, ataupun instrumen NEK lainnya, sebagaimana diatur di Permen LHK 21/2022 Pasal 58-72.
Elemen-elemen di atas akan membangun pasar karbon Indonesia yang kredibel dan berintegritas, yang akan memperkuat pelaksanaan dan pencapaian target rangkaian NDC setelah tahun 2030 melalui Second NDC, Third NDC, dan seterusnya, yang akan selalu ditingkatkan targetnya agar sejalan dengan skenario untuk menjaga agar kenaikan suhu permukaan bumi secara global tidak melebih 1,5 derajat celcius.
Syaiful Anwar, Analis Kebijakan Ahli Utama Bidang Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)