Kenaikan biaya hidup bisa membuat mereka hidup bak kantong bolong dan isi dompet kosong. Penghasilan yang diterima langsung terkikis seketika, bahkan menguap perlahan tak bertahan sebulan.
Oleh
Hendriyo Widi
·3 menit baca
Pascapandemi Covid-19 ini, perekonomian domestik bergerak menggeliat meskipun belum merata. Namun, bukan berarti isi dompet pelaku usaha dan pekerja seketika menguat. Kenaikan biaya hidup dan pemutusan hubungan kerja atau PHK masih melekat.
Kenaikan biaya hidup itu tak hanya mencakup komponen pangan, tetapi juga nonpangan. Tak hanya lantaran kenaikan harga daging ayam, cabai, atau beras, tetapi juga biaya sekolah dan kontrak rumah. Hal itu, antara lain, tecermin dalam inflasi dan garis kemiskinan.
Inflasi bulanan dan tahunan pada Juli 2023 masing-masing sebesar 0,21 persen dan 3,08 persen. Inflasi kelompok pendidikan pada bulan tersebut sebesar 0,04 persen. Biaya sekolah dasar, menengah, dan atas berandil besar terhadap inflasi itu, masing-masing sebesar 0,01 persen.
Dalam konferensi pers, Selasa (1/8/2023), Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, inflasi kelompok pendidikan ini terjadi setiap tahun, terutama pada Juli-September, seiring dengan pergantian tahun ajaran baru. Artinya, imbas pengeluaran pendidikan terhadap inflasi tidak hanya terjadi pada Juli, tetapi juga pada Agustus dan September.
Adapun pada kelompok pengeluaran perumahan, inflasinya pada Juli 2023 sebesar 2,03 persen secara tahunan. Biaya kontrak rumah berandil paling besar terhadap inflasi tersebut, yakni 1,03 persen.
Kenaikan biaya hidup itu tak hanya mencakup komponen pangan, tetapi juga nonpangan. Tak hanya lantaran kenaikan harga daging ayam, cabai, atau beras, tetapi juga biaya sekolah dan kontrak rumah.
Kenaikan biaya hidup masyarakat itu juga tecermin dalam garis kemiskinan (GK). GK Indonesia pada Maret 2023 sebesar Rp 550.448 per kapita per bulan atau Rp 2.592.657 per rumah tangga per bulan. Dibandingkan dengan September 2022 dan Maret 2022, GK tersebut meningkat masing-masing 2,78 persen dan 8,9 persen.
Beras berkontribusi paling besar terhadap GK Maret 2023, yakni sebesar 19,35 persen di perkotaan dan 23,73 persen di perdesaan. Pada kelompok nonmakanan, penyumbang utama GK adalah perumahan. Kontribusi perumahan terhadap GK di perkotaan dan perdesaan masing-masing sebesar 8,81 persen dan 8,38 persen.
Kenaikan biaya hidup di sektor pangan dan nonpangan itu tetap dapat menggerus pendapatan setiap kelas masyarakat kendati ekonomi semakin menggeliat. Kelompok masyarakat berpenghasilan rendah dan pengangguran paling merasakan dampaknya.
Ingat, masih ada 25,9 juta penduduk miskin pada Maret 2023 dan 7,99 juta pengganguran pada Februari 2023. Kenaikan biaya hidup bisa membuat mereka hidup bak kantong bolong dan isi dompet kosong. Penghasilan yang diterima langsung terkikis seketika, bahkan menguap perlahan tak bertahan sebulan.
Kenaikan biaya hidup bisa membuat mereka hidup bak kantong bolong dan isi dompet kosong. Penghasilan yang diterima langsung terkikis seketika, bahkan menguap perlahan tak bertahan sebulan.
Geliat ekonomi domestik yang mulai membaik juga belum terlepas dari jerat pemutusan hubungan kerja (PHK). Setelah PHK di industri tekstil dan alas kaki marak terjadi, PHK di industri pengolahan karet kembali mengemuka.
Di Sumatera Selatan, misalnya, pada 2017-Mei 2023, delapan pabrik karet berkapasitas total 323.200 ton per tahun berhenti beroperasi. Akibatnya, sekitar 1.500 karyawan kehilangan pekerjaan (Kompas, 31/7/2023).
Di sisi lain, meskipun mulai berekspansi, industri manufaktur tengah menghadapi sejumlah tantangan. Beberapa di antaranya adalah permintaan ekspor masih lambat serta kenaikan biaya produksi, logistik, dan upah pekerja.
S&P Global Market Intelligence menyebutkan, Indeks Manajer Pembelian (PMI) manufaktur Indonesia pada Juli 2023 sebesar 53,3. PMI itu berada di level ekspansif dan tertinggi sejak September 2022 atau 10 bulan terakhir. Namun, persoalan inflasi membuat harga input produksi tetap naik kendati pasokan mulai membaik.
Di tengah kondisi itu, pemerintah tidak boleh lengah meskipun tren inflasi turun dan ekonomi semakin menggeliat. Saat ini, inflasi terus bergeser dari pangan dan energi ke sejumlah barang dan jasa yang berada di luar kendali atau kontrol pemerintah.
Pemerintah pusat dan daerah hanya bisa bergerak pada ruang lingkup yang menjadi bagian tugas dan tanggung jawab. Menjaga stabilitas harga dan pasokan pangan perlu dilanjutkan. Begitu pun program bantuan sosial bagi masyarakat miskin.
Rencana Badan Pangan Nasional (NFA) menyalurkan kembali 10 kilogram beras kepada 21,353 juta keluarga penerima manfaat (KPM) pada Oktober, November, Desember 2023 patut diapresiasi. Program itu setidaknya dapat mengurangi sedikit beban atau biaya hidup.
Selain itu, pemerintah perlu melanjutkan program-program padat karya yang dapat menambah penghasilan masyarakat. Meskipun bersifat sementara, program itu setidaknya menambah panjang ”napas” dompet masyarakat.
Pemerintah juga perlu meredam arus PHK di sejumlah sektor industri melalui solusi konkret atas persoalan yang dihadapi industri tersebut. Salah satunya adalah industri hulu-hilir karet.