Di saat negara memberi sedikit bantalan dan masih banyak perusahaan tak mampu memberi tambahan pemasukan bagi pekerja, satu-satunya cara adalah ”survival”. Bertahan hidup di tengah krisis dompet berbekal ”frugal living”.
Oleh
Hendriyo Widi
·4 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Ismail dan anaknya, Fadil, makan bersama seusai berkeliling menjadi badut jalanan di sekitar Pintu Air Manggarai, Jakarta Selatan, Jumat (12/11/2021). Ismail selama pandemi menjalani pekerjaan baru sebagai badut jalanan. Sebelumnya, ia bekerja mendekorasi karangan bunga di Rawabelong, Jakarta Barat.
Krisis biaya hidup atau cost of living crisis tengah melanda dunia. Ada yang menyebutnya sebagai krisis dompet atau wallet crisis. Ada pula yang mengistilahkannya sebagai dompet kosong atau empty wallet.
Krisis itu muncul akibat rentetan peristiwa yang mengguncang perekonomian dunia selama hampir tiga tahun ini. Peristiwa itu mulai dari pandemi Covid-19, anomali cuaca dan bencana alam di sejumlah negara produsen pangan, hingga perang Rusia-Ukraina. Rentetan peristiwa itu membuat harga pangan dan energi bergejolak tinggi serta berimbas ke multisektor, termasuk kenaikan suku bunga.
Belum pulih benar pendapatan masyarakat dari imbas pandemi, sudah dihajar kembali dengan kenaikan harga pangan dan energi serta suku bunga. Inflasi tinggi pelan-pelan menggerus isi dompet, bahkan isi rekening masyarakat.
Di negara-negara maju di Eropa dan Amerika, masyarakat kelas menengah bawah mulai mendompleng makan yang disediakan organisasi nirlaba Food Bank bersama para penganggur. Badan Statistik Uni Eropa (Eurostat) mencatat, per Agustus 2022, harga makanan dan minuman meningkat 12,4 persen dan khusus roti berbahan gandum 18 persen secara tahunan.
Mereka juga harus menanggung tagihan listrik yang membengkak akibat kenaikan harga gas. Di Eropa, rata-rata tagihan listrik rumah tangga pada 2021 sebesar 160 euro per bulan atau sekitar Rp 2,34 juta per bulan. Pada akhir 2022 dan 2023, tagihan mereka bisa melonjak menjadi 500 euro per bulan.
Tagihan listrik kedai kopi dan restoran bahkan melonjak tiga kali lipat, dari 2.000 euro pada tahun lalu menjadi 7.000 euro di tahun ini. Sejumlah industri besar mulai merumahkan pekerja dan mengurangi pengeluaran karena tagihan listrik naik tinggi.
Di Eropa, rata-rata tagihan listrik rumah tangga pada 2021 sebesar 160 euro per bulan atau sekitar Rp 2,34 juta per bulan. Pada akhir 2022 dan 2023, tagihan mereka bisa melonjak menjadi 500 euro per bulan.
Berdasarkan GlobalPetrolPrice.com, per 19 September 2022, harga bensin di sebagian besar negara Eropa sudah di atas 1 dollar AS per liter. Harga bensin di Inggris dan Jerman sudah mencapai 1,9 dollar AS per liter, Norwegia 2,1 dollar AS per liter, sedangkan Belanda 1,97 dollar AS per liter. Adapun di Amerika Serikat, harga bensin mencapai 1,03 dollar AS per liter, Jepang 1,15 dollar AS per liter, China 1,28 dollar AS per liter, dan Kanada 1,3 dollar AS per liter.
Jika pasokan tak kunjung normal, harga minyak dan gas akan terus bergejolak di level yang masih tinggi. Musim dingin di negara-negara tersebut akan semakin memperburuk krisis biaya hidup masyarakat. Daya beli akan semakin melemah.
Dalam sebuah program yang digelar CNN.com pada 21 September 2022, Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva menyatakan, lonjakan harga pangan dan energi bagi mereka yang lebih mampu adalah ketidaknyaman, sedangkan bagi orang miskin adalah tragedi. Jika tidak ada upaya memerangi inflasi dan melindungi yang paling rentan, bakal banyak orang hidup di jalanan, menjadi gelandangan.
Jika tidak ada upaya memerangi inflasi dan melindungi yang paling rentan, bakal banyak orang hidup di jalanan, menjadi gelandangan.
Setiap negara memang telah menggulirkan dana untuk perlindungan sosial dan meredam lonjakan inflasi. Perancis, misalnya, telah mengalokasikan 100 euro bagi keluarga berpenghasilan rendah sebagai kompensasi kenaikan harga bahan bakar dan 50 euro untuk tunjangan kesejahteraan anak.
Pemerintah Perancis bahkan mendorong perusahaan untuk menawarkan karyawan bonus bebas pajak tahunan hingga 6.000 euro, meningkat dari batas sebelumnya sebesar 1.000 euro. Bagi karyawan yang bekerja selama 35 jam dalam sepekan, mereka dapat mengubah hari kerja lembur menjadi uang ekstra.
Mobil-mobil antre untuk mengisi bensin dan solar di salah satu stasiun bahan bakar minyak di Kyiv, Ukraina, 2 Mei 2022.
Di Inggris, sekitar 400.000 pekerja komuter akan mendapatkan kenaikan upah sebesar 10,9 pound sterling per jam. Terobosan itu dilakukan perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam The Living Wage Foundation, yayasan yang mengampanyekan pendapatan layak bagi para pekerja di luar acuan upah minimum pemerintah (The Guardian, 22/9/2022).
Namun, tidak semua negara seperti Perancis dan Inggris atau negara-negara maju lainnya. Di saat sebuah negara hanya memberi sedikit bantalan dan masih banyak perusahaan tak mampu memberi tambahan pemasukan bagi pekerja, jalan satu-satunya yang ditempuh masyarakat adalah survival.
Jalan bertahan hidup itu salah satunya frugal living atau hidup hemat. Istilah kontra-konsumerisme ini banyak diterapkan masyarakat kelas menengah bawah di sejumlah negara sebagai cara menjaga dompet tak tergerus inflasi. Banyak dari mereka yang menekan pengeluaran dengan membuat daftar prioritas belanja.
Banyak juga yang mengurangi penggunaan listrik dan beralih ke transportasi umum. Ada pula yang berpindah ke apartemen atau rumah kontrakan yang lebih murah dan mencari pekerjaan sampingan.
Frugal living berarti sadar akan pengeluaran dan fokus pada beberapa prioritas keuangan.
Zina Kumok, kolumnis perencanaan keuangan di Wealthsimple, mengatakan, frugal living berarti sadar akan pengeluaran dan fokus pada beberapa prioritas keuangan. Cerdik mengatur keuangan, mengamati pengeluaran, mengontrol biaya makan dan jajan, cerdik memilih transportasi, dan menyortir pengeluaran biaya-biaya yang kurang diperlukan. Di saat pendapatan berlebih, sebagian dana bisa ditabung atau diinvestasikan.
Meminjam falsafah hidup orang Swedia, frugal living juga dapat diartikan sebagai lagom atau hidup sederhana, seimbang, tidak kurang atau berlebih, secukupnya, dan pas. Atau dari kacamata orang Jawa berarti sak madya.
Sekali lagi, di saat negara hanya memberi sedikit bantalan dan masih banyak perusahaan tak mampu memberi tambahan pemasukan bagi pekerjanya, satu-satunya cara adalah survival. Bertahan hidup di tengah krisis dompet berbekal frugal living hingga kondisi membaik.