Jiwa yang sehat merupakan satu prasyarat untuk menyiapkan generasi unggul. Generasi berkarakter dan berkualitas inilah yang menjadi kunci Indonesia maju pada 2045.
Menuju 2045, mereka kini adalah para generasi muda, para remaja yang sedang tumbuh dan berkembang. Dengan jiwa yang sehat, generasi muda dapat berkembang secara optimal dan meraih kualitas hidup yang baik. Merekalah kunci Indonesia meraih bonus demografi dan keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah.
Namun, tantangan sangat besar untuk menyiapkan generasi unggul. Hasil survei kesehatan mental remaja nasional (I-NAMHS) 2022 menunjukkan, ada masalah dengan kesehatan jiwa remaja Indonesia (Kompas, 10/7/2023). Satu dari tiga remaja (usia 10-19 tahun) atau 16,1 juta remaja mengalami masalah kesehatan mental atau orang dengan masalah kejiwaan (ODMK), dan 2,54 juta remaja mengalami gangguan jiwa (ODGJ).
Baca juga: Jaga Kesehatan Mental Anak Muda Indonesia
Berbagai kasus kekerasan, kriminalitas, serta masalah-masalah sosial lainnya yang melibatkan remaja, bahkan beberapa viral di media sosial dan menjadi pemberitaan di media massa, merupakan salah satu cerminan masalah kesehatan mental pada remaja. Maraknya kasus bunuh diri pada remaja merupakan cerminan masalah gangguan jiwa. Para remaja tersebut tidak mampu menghadapi tantangan dan tekanan dengan baik, tidak mampu menjalin hubungan yang sehat, apalagi meraih kualitas hidup yang baik.
Meskipun begitu, tak banyak yang menyadari bahwa masalah kesehatan jiwa/mental merupakan masalah krusial, dan merupakan aspek yang sangat penting bagi remaja untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan jiwa juga menyebabkan banyak pihak tidak memahami masalah kesehatan mental, tak sedikit pula orangtua yang menyangkal masalah kesehatan mental anak-anak mereka. Stigma yang buruk tentang kesehatan jiwa memperparah kondisi tersebut. Padahal, remaja sangat membutuhkan dukungan terkait kesehatan mental.
Tak banyak yang menyadari bahwa masalah kesehatan jiwa/mental merupakan masalah krusial, dan merupakan aspek yang sangat penting bagi remaja.
Dukungan tersebut dimulai dari negara, dengan memprioritaskan kesehatan jiwa/mental dalam program pembangunan manusia. Keberadaan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa menunjukkan masalah kesehatan jiwa sudah menjadi perhatian pemerintah, tetapi belum menjadi prioritas karena aturan turunannya hingga kini belum ada. Bahkan, undang-undang ini akan dianulir jika Rancangan Undang-Undang Kesehatan disahkan nanti.
Bagaimanapun, sistem kesehatan jiwa harus dibenahi. Layanan kesehatan jiwa diperbaiki, aksesnya diperbanyak. Idealnya, di setiap fasilitas pelayanan kesehatan mulai dari tingkat pertama (puskesmas) terdapat psikolog klinis/psikiater, apalagi pemerintah telah mengakui bahwa psikolog klinis/psikiater merupakan tenaga kesehatan.
Baca juga: Psikolog dalam Arsitektur Kesehatan Nasional
Seiring dengan itu, perlu ada upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan jiwa. Ini dilakukan mulai dari keluarga yang menjadi tempat pertama tumbuh dan berkembangnya anak. Bagaimanapun pola asuh orangtua sangat menentukan kesehatan mental anak.