Pemerintah dari pusat sampai desa harus tegas mempersempit ruang merokok di tempat publik, melarang adegan merokok dalam tayangan televisi dan film.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Jumlah anak perokok usia 10-18 tahun bertambah sekitar 3,2 juta anak selama periode 2013-2018. Jumlah ini akan terus bertambah, kecuali ada pencegahan sistematis.
Harian Kompas melaporkan persoalan anak dan rokok dalam terbitan hari Senin (3/7/2023). Riset Kesehatan Dasar menemukan, jumlah anak perokok bertambah dari 7,2 persen dari populasi anak pada 2013 menjadi 9,1 persen pada 2018. Tanpa upaya sistematis dan masif, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memperkirakan jumlah anak perokok akan menjadi 16 persen atau 6 juta pada 2030.
Dampak buruk merokok pada anak sudah banyak diungkap, seperti gangguan saluran pernapasan menjadi lebih kerap dan parah, kebugaran fisik turun, serta memengaruhi pertumbuhan dan fungsi paru. Merokok bisa memicu kanker paru dan mulut, diabetes, stroke, dan jantung. Juga dapat menyebabkan rambut rontok, jerawat, asam lambung, atau masalah mata.
Anak-anak pun berisiko mengalami masalah kesehatan sebagai perokok pasif, yaitu mengisap asap rokok dari orang di sekelilingnya. Kompas menemukan bayi meninggal karena radang paru yang diduga berasal dari mengisap asap rokok orang-orang dewasa di rumah.
Kita perlu menaruh perhatian serius mencegah anak menjadi perokok aktif dan perokok pasif. Anak-anak berhak hidup bebas dari ancaman kesehatan dan mendapat masa depan berkualitas.
Indonesia sedang mendapat bonus demografi. Manfaatnya untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa bergantung pada kualitas anak-anak yang dilahirkan. Anak-anak yang tak sehat akan menjadi beban masyarakat, terutama saat bonus demografi melampaui puncak. Anak-anak perokok besar kemungkinan akan melahirkan anak-anak perokok juga.
Pada tingkat rumah tangga, terutama berpenghasilan rendah, belanja untuk rokok akan sangat memengaruhi belanja makanan bergizi. Anak-anak biasanya menjadi korban pertama saat jumlah dan kualitas makanan tak memenuhi kebutuhan gizi minimum. Pertarungan antara melarang sama sekali industri rokok dan mempertahankan berlangsung panjang. Pemerintah berkepentingan mempertahankan karena rokok sumber pajak. Alasan lain adalah lapangan kerja.
Upaya menurunkan dampak buruk merokok sudah dilakukan, antara lain dengan menaikkan pajak dan mencantumkan bahaya merokok pada kemasan rokok. Namun, hal itu belum cukup. Pemerintah harus menambahkan larangan menjual rokok pada anak di kemasan rokok. Sanksi pelanggaran harus tegas, yaitu administratif hingga pidana.
Pemerintah dari pusat sampai desa harus tegas mempersempit ruang merokok di tempat publik, melarang adegan merokok dalam tayangan televisi dan film, serta memasukkan semua jenis rokok, mulai dari sigaret, cerutu, mentol, elektronik, hingga hokah, sebagai terlarang untuk anak. Masyarakat berpartisipasi dengan memberikan sanksi sosial bagi pelanggar.
Informasi mengenai bahaya merokok wajib diberikan di sekolah dasar hingga sekolah menengah atas. Dan, mengajak remaja menemukan gaya hidup keren, selain merokok.
Editor:
PAULUS TRI AGUNG KRISTANTO, ANTONIUS TOMY TRINUGROHO