Kemalasan
Individu yang tak dapat menyelesaikan pekerjaannya karena gangguan perhatian/konsentrasi tidak tergolong malas. Individu yang mampu melakukan pekerjaan tetapi memilih untuk tak menjalankan dapat memenuhi definisi malas.
Kemalasan bukanlah istilah klinis yang digunakan dalam psikologi. Kita tidak bisa mendapatkan diagnosis gangguan kemalasan. Indikator dari perilaku ini juga bersifat relatif, tidak baku dan subyektif, sangat bergantung pada kebiasaan yang berlaku dan kegiatan masyarakat setempat. Namun, kita juga paham, kemalasan berlebihan bukanlah sesuatu yang positif.
Beberapa ahli berpendapat, tidak ada yang namanya kemalasan. Hanya, kita hidup dalam masyarakat yang mendorong untuk mencoba melakukan terlalu banyak hal sejak awal. Kemalasan begitu erat dikaitkan dengan kemiskinan dan kegagalan sehingga orang miskin biasanya dianggap malas, tidak peduli seberapa sedikit atau banyak dia bekerja.
Menurut penelitian yang diterbitkan pada tahun 2018 di jurnal Human Arenas, kemalasan dapat dianggap sebagai kegagalan untuk bertindak atau tampil seperti yang diharapkan karena faktor yang disadari dan dapat dikendalikan, yaitu kurangnya upaya individu. Menurut definisi ini, individu yang tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya karena gangguan perhatian/konsentrasi tidak tergolong malas, sedangkan individu yang mampu melakukan pekerjaan tetapi memilih untuk tidak menjalankan dapat memenuhi definisi malas.
Prokrastinasi
Menurut Tim Pychyl (2022), profesor psikologi di Kanada, konsep kemalasan jarang muncul dalam penelitian psikologi, biasanya erat kaitannya dengan fenomena prokrastinasi. Meski demikian, keduanya tidak dapat dipertukarkan. Prokrastinasi adalah penundaan sukarela dari suatu tindakan yang bertujuan.
Konsep kemalasan mengandaikan kemampuan memilih untuk tidak malas, yaitu mengandaikan adanya kehendak bebas.
Seseorang berniat untuk melakukan sesuatu, kemudian memutuskan untuk menunda melakukannya. Jika seseorang tidak pernah ingin atau bermaksud melakukan sesuatu, dia mungkin dicap malas oleh orangtua atau atasan. Namun, dia tidak memenuhi pengertian prokrastinator.
Neel Burton (2014), psikiater, filsuf, dan penulis di Inggris, secara lebih terinci menjelaskan bahwa kemalasan tidak sama dengan prokrastinasi ataupun menganggur. Prokrastinasi adalah menunda tugas demi tugas lain yang dianggap lebih mudah atau lebih menyenangkan dan biasanya kurang penting atau mendesak.
Kemalasan dan prokrastinasi serupa karena keduanya melibatkan kurangnya motivasi. Namun, bukan seperti pemalas, seorang prokrastinator bercita-cita dan berniat untuk mengerjakan tugasnya dan pada akhirnya menyelesaikannya juga, meskipun dengan ”biaya” yang lebih tinggi bagi dirinya sendiri.
Menganggur adalah tidak melakukan apa pun. Ini bisa jadi karena Anda malas, tapi bisa juga karena Anda tidak punya pekerjaan atau untuk sementara tidak bisa melakukannya. Dapat juga mungkin Anda sudah melakukannya dan sedang beristirahat atau memulihkan diri.
Penyebab
Lebih lanjut Neel Burton (2020) menjelaskan bahwa umumnya orang merasa menyakitkan apabila mengeluarkan tenaga dan usaha pada tujuan jangka panjang yang tidak memberikan kepuasan segera. Untuk memulai sebuah proyek, mereka perlu percaya bahwa hasil kerjanya kemungkinan akan melebihi hilangnya kenyamanan mereka. Masalahnya adalah mereka cenderung tidak memercayai dan mengurangi pengembalian yang tidak pasti. Umumnya mereka buruk dalam menghitung hasil dan keuntungan jangka panjang.
Baca juga : Meningkatkan Relasi dengan Pasangan
Jadi banyak orang malas pada dasarnya tidak malas, tetapi malas karena belum menemukan apa yang ingin dilakukan, atau karena satu dan lain hal mereka tidak melakukannya. Lebih buruk lagi, pekerjaan yang membayar tagihan mereka dan mengisi waktu terbaiknya mungkin begitu abstrak dan khusus sehingga mereka tidak dapat lagi sepenuhnya memahami tujuan atau hasil/imbalannya dan selanjutnya seberapa penting peran mereka dalam memperbaiki kehidupan orang lain.
Misalnya, seorang insinyur bangunan bangga dapat langsung melihat rumah-rumah yang telah didirikannya, seorang dokter dapat merasa puas atas pemulihan kesehatan dan rasa terima kasih pasiennya. Akan tetapi, seorang asisten pengawas keuangan di sebuah perusahaan besar sama sekali tidak dapat memastikan pengaruhnya pada tenaga kerjanya dan tidak dapat langsung merasakan manfaat usahanya.
Faktor lain yang dapat menyebabkan kemalasan adalah ketakutan dan keputusasaan. Beberapa orang takut akan kesuksesan atau tidak memiliki harga diri yang cukup untuk merasa nyaman dengan kesuksesan dan kemalasan adalah cara menyabotase diri mereka sendiri. Sebaliknya, orang lain takut akan kegagalan dan kemalasan lebih disukai daripada kegagalan. Ia dapat mengonfirmasi diri dengan ”bukannya aku gagal, tapi aku tidak pernah mencoba”.
Yang lain menjadi malas karena mereka memahami situasinya sangat tidak ada harapan sehingga mereka bahkan tidak dapat mulai memikirkannya, apalagi melakukan sesuatu untuk mengatasinya. Karena orang-orang ini tidak dapat mengatasi situasinya, dapat dikatakan bahwa mereka tidak benar-benar malas, dan sampai batas tertentu hal yang sama dapat dikatakan tentang semua orang malas. Dengan kata lain, konsep kemalasan mengandaikan kemampuan memilih untuk tidak malas, yaitu mengandaikan adanya kehendak bebas.
Kiat agar tidak malas
Para ahli mengambil pendekatan berbeda-beda dalam membantu individu mengelola kemalasan yang didiagnosis sendiri, juga bergantung pada penyebabnya.
Baca juga : Kemalasan, Selalu Burukkah?
Markham Heid (2022), penulis kesehatan dan gaya hidup, mengumpulkan kiat-kiat untuk mengurangi kemalasan. Berikut beberapa di antaranya:
1. Lakukan lebih sedikit, bukan lebih banyak
Orang yang paling yakin bahwa dirinya malas biasanya diminta melakukan terlalu banyak dan menuntut terlalu banyak dari diri mereka sendiri, namun dukungannya sangat sedikit. Jika daftar tugas Anda berjumlah 20 hal per hari, tetapi hanya memiliki energi untuk menyelesaikan 10 hal, Anda akan cenderung merasa malas meskipun berulang kali mendorong diri mengatasi kesulitan.
Untuk itu, perlu mengidentifikasi hal-hal mana yang paling penting bagi Anda, kemudian potong daftar tugas menjadi dua atau tiga dan kerjakan. Anda mungkin mulai merasa cukup produktif dan dapat mengurangi persepsi diri malas.
Sederhananya, Anda perlu memprioritaskan dengan bertanya pada diri, apa yang ingin Anda lepaskan? Apa yang Anda kurangi? Siapa yang akan dikecewakan? Standar sosial apa yang dapat Anda lepaskan? Namun, bukan bagaimana saya bisa memaksakan diri untuk berbuat lebih banyak?
2. Membuat jadi menyenangkan
Strategi pembentukan kebiasaan adalah melakukan pengulangan, pengulangan, dan pengulangan. Seseorang cenderung akan mengulangi tindakan yang menyenangkan dan dapat dinikmati. Karena itu, temukan sesuatu yang Anda sukai. Misalnya, Anda malas berolahraga, namun suka mendengarkan lagu-lagu.
Bawa dan dengarkan musik yang menarik hanya saat Anda berlari atau berolahraga. Seiring waktu, Anda akan mulai melihat waktu yang Anda habiskan untuk berolahraga sebagai sesuatu yang menyenangkan bukan yang Anda takuti.
3. Berlatih penugasan tunggal dan bebas teknologi sementara waktu
Untuk menyelesaikan apa pun, untuk memulainya Anda harus mampu menahan gangguan dan tetap mengerjakan tugas. Mulailah dengan mengerjakan satu macam tugas, bukan banyak hal sekaligus. Adanya ponsel yang berbunyi merupakan distraksi paling mengganggu konsentrasi di masa kini. Karena itu, coba menonaktifkan ponsel Anda dan menjauh darinya. Anda dapat memulai waktu bebas teknologi 15-30 menit per hari dan bertahap memperpanjangnya.
Agustine Dwiputri, Dosen PTT di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dan Psikolog Klinis