Perdagangan orang merupakan kejahatan kemanusiaan yang luar biasa. Mengakiri kejahatan ini merupakan tugas besar karena harus dilakukan dari hulu hingga hilir. Maka, diperlukan langkah-langkah besar dan kolektif.
Oleh
Redaksi
·1 menit baca
Kasus perdagangan orang terus terjadi, bahkan cenderung meningkat. Perlu langkah-langkah besar untuk mengakhiri kejahatan luar biasa ini.
Berbagai upaya yang dilakukan untuk mencegah dan memberantas kasus perdagangan orang, termasuk dengan membentuk Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang melibatkan 24 kementerian/lembaga serta pemerintah daerah, belum membuahkan hasil seperti yang diharapkan. Alih-alih menurun, jumlah kasus dan korban perdagangan orang justru meningkat.
Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menunjukkan, jika tahun 2019 terdapat 226 korban, pada 2020 menjadi 422 korban, pada 2021 menjadi 683 korban, dan pada Januari-Oktober 2022 tercatat 401 korban. Total sejak 2017 hingga Oktober 2022 terdapat 2.356 korban. Data Polri pun menunjukkan, pada 2020-2022 jumlah korban perdagangan orang meningkat signifikan. Sejak 2020, Polri mengungkap 406 kasus perdagangan orang dengan 1.390 korban (Kompas.id, 16/5/2023).
Jumlah korban tidak sedikit, bahkan tergolong tinggi. Lebih miris lagi, kasus perdagangan orang tidak hanya melibatkan orang dewasa sebagai pelaku, tetapi juga anak-anak sebagai pelaku (Kompas, 14/6/2023). Modusnya pun semakin beragam, era digital memudahkan orang terjerat kasus ini, baik sebagai pelaku maupun korban. Upaya mengakhiri kejahatan perdagangan orang, sebagaimana dikatakan Presiden Joko Widodo di sela-sela perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi Ke-42 ASEAN di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, 9-11 Mei 2023, harus dilakukan dari hulu hingga hilir.
Dari hulu berarti dari akar permasalahan kasus ini terjadi. Jika menilik para korban, umumnya mereka berasal dari kelompok rentan: miskin, perempuan, anak-anak, dan berpendidikan rendah. Data KPPPA pun menunjukkan, 50,97 persen korban adalah anak-anak dan 56,14 persen adalah perempuan. Sebagian besar korban terjerat karena alasan ekonomi: tergiur iming-iming penghasilan besar seperti dalam kasus penyelundupan pekerja migran dan prostitusi anak.
Dengan demikian, mengatasi kemiskinan dan menyediakan lapangan pekerjaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menjadi jawabannya. Ini tantangan besar mengingat jumlah penduduk miskin di Indonesia cenderung meningkat. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, jumlah penduduk miskin pada September 2022 sebanyak 26,36 juta, bertambah 200.000 dibandingkan pada Maret 2022.
Upaya tersebut harus pula dibarengi dengan meningkatkan kesadaran masyarakat akan perdagangan orang, terutama kepada kelompok rentan, agar mereka mengetahui tanda-tanda dan juga bahaya perdagangan orang, termasuk kesadaran untuk melaporkan ke pihak berwenang jika mengetahui ada praktik perdagangan orang. Harus menjadi kesadaran bersama pula bahwa perdagangan orang bukan hanya masalah kejahatan kemanusiaan, tetapi juga masalah kesehatan masyarakat karena trauma dan efek jangka panjang yang dialami para korban.
Di hilir, penegakan hukum bagi para pelaku, termasuk menumpas tuntas jaringan/sindikat perdagangan orang yang tak jarang melibatkan jaringan global (transnasional). Ini momen bagi Indonesia sebagai pemegang Keketuaan ASEAN 2023 untuk meningkatkan kerja sama dengan negara-negara di ASEAN guna bersama-sama mengatasi kejahatan perdagangan orang. Mengakhiri kejahatan kemanusiaan yang luar biasa ini merupakan tugas besar, karena itu perlu langkah-langkah besar dan kolektif.
Editor:
PAULUS TRI AGUNG KRISTANTO, ANTONIUS TOMY TRINUGROHO