Situasi sudah berbeda. OPEC+ sudah berani melawan AS dan Barat.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Setiap kali OPEC+ menurunkan produksi minyak, setiap kali muncul kritikan Barat. Penurunan akan menyebabkan kenaikan harga yang mendorong inflasi.
Kenaikan harga minyak tidak hanya menyengsarakan Barat, tetapi juga penduduk dunia, termasuk warga Indonesia. Namun, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC)+ yang beranggotakan 23 negara memberikan opini menarik di balik keputusan penurunan produksi minyak.
Setelah pengumuman tambahan penurunan produksi satu juta barel per hari oleh Arab Saudi pada Minggu (4/6/2023) di Vienna, Austria, Menteri Energi Arab Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman mengatakan, pendorong penurunan adalah demi stabilitas produksi di masa depan. Pada 4 Mei lalu pemimpin umum Saudi Aramco, Amin Nasser, mengatakan, investasi di sektor hulu minyak harus langgeng.
Untuk itu, harga minyak yang layak adalah 80 dollar AS per barel, dan disetujui oleh analisis Dana Moneter Internasional (IMF). Harga minyak dunia kini berkisar pada angka 78 dollar AS per barel, turun dari 130 dollar AS setelah invasi Rusia ke Ukraina. Sebelum pengumuman penurunan produksi pada 4 Juni, harga minyak ada pada kisaran 68 dollar AS per barel.
Ini bahaya. Jika investasi di sektor hulu tidak langgeng, kelak akan merugikan produsen minyak, yang umumnya adalah negara-negara berkembang, demikian penegasan Sekjen OPEC Haitham al-Ghais. Lalu bagaimana tuntutan Presiden Joe Biden agar Arab Saudi membujuk OPEC+ supaya menahan diri dari rencana penurunan produksi?
Arab Saudi bersama OPEC+ tidak mau mendengarkan Biden. Mulai 2024 OPEC+ malah akan menurunkan produksi sekitar 6 juta barel per hari. Penurunan itu tergolong signifikan di tengah total produksi minyak dunia sekitar 100 juta barel per hari, dan sebesar 40 persen dikuasai OPEC+. Direktur Eksekutif Badan Energi Internasional (IEA) Fatih Birol mengingatkan OPEC+ agar berhati-hati sebab membahayakan bagi perekonomian dunia yang rapuh.
OPEC+ berang dan menuduh IEA hanya bicara untuk kepentingan Barat dan demi popularitas Biden. OPEC berang karena IEA tidak hirau akan kepentingan OPEC+ dan tidak hirau dengan berbagai aspek yang menyebabkan gejolak harga minyak dunia.
”IEA tahu betul ada banyak faktor yang memengaruhi harga minyak. Ada efek kebijakan moneter Barat, … perdagangan algoritma, permainan dalam perdagangan komoditas, efek geopolitik, dan lainnya,” kata Sekjen OPEC. Adalah salah jika IEA menyalahkan kenaikan harga minyak semata di balik inflasi global yang sedang tinggi.
Situasi sudah berbeda. OPEC+ sudah berani melawan AS dan Barat. Kelompok ini tidak lagi mau diperintah begitu saja. OPEC turut menuntut Barat membereskan segala permainan pasar global yang bermarkas di Barat atas kenaikan harga, termasuk permainan pasar di balik penurunan harga, bukan hanya menyalahkan penurunan produksi minyak OPEC. Barat juga turut memicu geopolitik yang memanas.
Editor:
PAULUS TRI AGUNG KRISTANTO, ANTONIUS TOMY TRINUGROHO