Sebagian besar bayi prematur dapat diselamatkan melalui tindakan yang sederhana, mudah, dan hemat biaya termasuk perawatan medis berkualitas baik pada periode sebelum, selama, dan setelah kelahiran.
Oleh
FX WIKAN INDRARTO
·4 menit baca
Pada 9 Mei 2023, Organisasi Kesehatan Dunia melaporkan bahwa secara global dari setiap 10 bayi yang lahir, terdapat satu bayi prematur (lahir sebelum usia 37 minggu kehamilan) dan setiap 40 detik satu bayi tersebut meninggal. Tingkat kelahiran prematur tidak berubah dalam dekade terakhir di wilayah mana pun di dunia. Dampak konflik bersenjata, perubahan iklim, dan pandemi Covid-19 meningkatkan risiko kematian bayi prematur di mana pun. Apa yang sebaiknya dilakukan?
Kelahiran prematur menjadi penyebab utama kematian anak, terhitung lebih dari satu dari lima kematian anak terjadi sebelum ulang tahun kelima mereka. Bayi prematur dapat menghadapi konsekuensi kesehatan seumur hidup, dengan kemungkinan peningkatan kecacatan dan keterlambatan perkembangan. Hanya satu dari 10 bayi sangat prematur (kurang dari 28 minggu) bertahan hidup di negara berpenghasilan rendah, dibandingkan dengan lebih dari 9 dari 10 bayi di negara berpenghasilan tinggi.
Ketidaksetaraan yang menganga terkait dengan ras, etnis, pendapatan, dan akses ke perawatan berkualitas menentukan kemungkinan kelahiran prematur, kematian, dan kecacatan, bahkan di negara berpenghasilan tinggi. Asia Selatan dan Afrika sub-Sahara memiliki tingkat kelahiran prematur tertinggi, dan bayi prematur di wilayah tersebut juga menghadapi risiko kematian tertinggi. Secara bersama-sama, kedua wilayah ini menyumbang lebih dari 65 persen kelahiran prematur secara global.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Anak-anak (Unicef), Dana Kependudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFPA), dan The Partnership for Maternal, Newborn, and Child Health (PMNCH) menyerukan tindakan berikut untuk meningkatkan perawatan bagi ibu dan bayi baru lahir, termasuk mengurangi risiko kelahiran prematur. Pertama, peningkatan investasi dengan mememobilisasi sumber daya internasional dan domestik untuk mengoptimalkan layanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir, memastikan perawatan medis berkualitas tinggi tersedia kapan dan di mana pun dibutuhkan.
Kedua, implementasi yang dipercepat untuk memenuhi target negara demi kemajuan melalui penerapan kebijakan nasional yang selalu diperbaharui untuk perawatan ibu dan bayi baru lahir. Ketiga, integrasi lintas sektor dengan mempromosikan investasi ekonomi yang lebih cerdas, dengan pembiayaan bersama lintas sektor. Keempat, inovasi bentuk layanan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan secara lokal, untuk mendukung peningkatan kualitas perawatan medis dan pemerataan akses layanan.
Selain itu, juga menerapkan rekomendasi WHO terbaru yang dikeluarkan pada 15 November 2022. Intinya, penerapan kontak antar kulit ibu dan bayi sesegera mungkin untuk meningkatkan kelangsungan hidup bayi kecil dan prematur, yaitu lahir lebih awal (sebelum usia 37 minggu kehamilan) atau berat badan kurang (di bawah 2,5 kg saat lahir).
Pedoman tersebut menyarankan agar kontak kulit ibu dan bayi, yang dikenal sebagai Perawatan Metode Kanguru (PMK), harus dimulai segera setelah bayi lahir, tanpa periode awal apa pun, termasuk penempatan bayi di inkubator. Ini menandai perubahan signifikan dari panduan praktik klinik sebelumnya karena adanya manfaat klinik yang sangat besar dengan memastikan ibu dan bayi prematur dapat tetap dekat, tanpa dipisahkan, setelah lahir.
Pedoman tersebut juga memberikan rekomendasi untuk memastikan dukungan emosional dan finansial, dari institusi tempat bekerja bagi keluarga dengan bayi yang sangat kecil dan prematur. Dalam kondisi tersebut, keluarga sangat mungkin menghadapi stres dan kesulitan finansial luar biasa karena tuntutan pengasuhan bayi yang intensif dan kecemasan keluarga karena adanya gangguan kesehatan bayi.
Kontak kulit ibu dan bayi, yang dikenal sebagai Perawatan Metode Kanguru (PMK), harus dimulai segera setelah bayi lahir, tanpa periode awal apa pun, termasuk penempatan bayi di inkubator.
Mengutip pernyataan Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, ”Bayi prematur seharusnya dapat bertahan hidup, berkembang, dan berperan mengubah dunia, oleh sebab itu setiap bayi harus diberi kesempatan hidup.” Panduan ini menunjukkan bahwa meningkatkan luaran klinis atau hasil akhir untuk bayi mungil ini tidak selalu tentang obat atau pun alat kesehatan paling canggih, tetapi dapat juga dengan memastikan akses ke perawatan kesehatan esensial yang berpusat kepada kebutuhan keluarga.
Sebagian besar bayi prematur dapat diselamatkan melalui tindakan yang sederhana, mudah, dan hemat biaya termasuk perawatan medis berkualitas baik pada periode sebelum, selama, dan setelah kelahiran. Intervensi medis utama berupa pencegahan dan pengelolaan penyakit infeksi umum, juga PMK selama berjam-jam dengan ibu atau ayah, dan pemberian ASI eksklusif.
Karena bayi prematur kekurangan lemak tubuh, banyak yang mengalami masalah dalam mengatur suhu tubuh mereka sendiri saat lahir, dan sering kali membutuhkan alat bantu napas atau ventilator. Untuk bayi seperti ini, rekomendasi WHO yang sebelumnya adalah adanya periode awal pemisahan bayi dari ibu, dengan kondisi bayi pertama kali distabilkan dalam inkubator atau kotak penghangat. Ini akan memakan waktu sekitar 3-7 hari. Meski demikian, banyak penelitian menunjukkan bahwa memulai PMK segera setelah lahir justru mampu menyelamatkan lebih banyak nyawa, mengurangi risiko infeksi dan hipotermia, bahkan mampu meningkatkan pemberian nutrisi terbaik bagi bayi.
Pelukan pertama ibu tidak hanya penting secara emosional, tetapi juga sangat bermakna untuk meningkatkan peluang kelangsungan hidup dan hasil klinik kesehatan bayi kecil dan prematur. Setelah pandemi Covid-19, kita semua semakin paham bahwa banyak ibu yang tidak perlu dipisahkan dari bayinya karena pemisahan tersebut justru dapat menjadi bencana besar bagi kesehatan bayi baru lahir prematur atau kecil. Pedoman WHO yang baru menekankan perlunya memberikan perawatan bagi keluarga dan bayi prematur sebagai satu kesatuan, dan memastikan orangtua mendapatkan dukungan terbaik, terlebih saat periode waktu yang sering membuat stres dan cemas.
Meskipun rekomendasi baru ini ditujukan khusus di wilayah dan negara yang lebih miskin, yang mungkin tidak memiliki akses ke peralatan medis berteknologi tinggi, atau bahkan pasokan listrik yang dapat diandalkan, rekomendasi WHO yang baru tersebut juga relevan untuk negara dengan pendapatan tinggi. Hal ini merupakan tantangan untuk memikirkan kembali bagaimana sistem perawatan intensif neonatal, dengan memastikan ibu dan bayi prematur yang baru lahir dapat bersama-sama setiap saat, tidak dipisahkan dalam ruang perawatan di rumah sakit yang berbeda.
Menyusui langsung secara eksklusif sangat dianjurkan untuk meningkatkan hasil klinik kesehatan bayi prematur dan bayi berat lahir rendah, bahkan terbukti lebih mampu mengurangi risiko infeksi dibandingkan dengan pemberian susu formula. Jika ASI tidak tersedia, ASI donor adalah alternatif terbaik, meskipun ”formula prematur” dapat digunakan jika tidak ada ASI donor.
Berdasarkan umpan balik dari keluarga yang dikumpulkan melalui lebih dari 200 penelitian, pedoman ini juga mendukung peningkatan dukungan emosional dan finansial untuk ibu. Cuti dari pekerjaan untuk kedua orangtua diperlukan untuk merawat bayi prematur.
Prematuritas merupakan masalah kesehatan masyarakat yang mendesak harus diatasi. Sudahkah kita bertindak bijak dengan segala cara, untuk menjaga bayi prematur di sekitar kita agar tetap hidup?