Indonesia di masa era Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) pernah memiliki program peroketan. Namun, program peroketan Indonesia berlangsung tidak konsisten.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
AFP/KOREA AEROSPACE RESEARCH INSTITUTE
Dalam foto yang diambil pada 23 Mei 2023 ini, roket Nuri sedang dipindahkan menuju Naro Space Centre di Goheung, Korea Selatan.
Berita yang diterbitkan Institut Penelitian Ruang Angkasa Korea Selatan menyebutkan, Korsel berniat meluncurkan roket komersial produksi dalam negeri, Nuri.
Meski ditunda, kesiapan peluncuran Nuri menjadi bukti Korsel tak kalah unggul dari Korea Utara dalam roket peluncur (satelit). Di landasan luncur, Nuri berketinggian 47 meter, berat 200 ton. Roket dikembangkan selama 10 tahun dengan biaya 1,5 miliar dollar AS. Nuri disebut akan menempatkan satelit dengan misi observasi ke orbit setinggi 550 kilometer. Satelit NEXTSat 2 seberat 180 kilogram ini dikembangkan Institut Sains dan Teknologi Korsel (Kompas, 25/5/2023).
Pada sisi lain, Korea Utara (Korut) sejak 2022 telah meluncurkan tak kurang 100 rudal balistik, yang beberapa di antaranya berkemampuan mengangkut hulu ledak nuklir.
AP/YONHAP/SUH DAE-YEON
Roket Nuri terpasang di lokasi peluncuran, di Naro Space Center, Goheung, Korea Selatan, 24 Mei 2023.
Perkembangan di Jazirah Korea mengingatkan lomba antariksa AS-Uni Soviet di era Perang Dingin tahun 1950 dan 1960-an. Uni Soviet yang berhasil mengangkut banyak rudal V-2 Jerman segera unggul dalam lomba itu, diperlihatkan oleh keberhasilan meluncurkan Sputnik pada 1957 dan peluncuran antariksawan pertama Yuri Gagarin pada 1961.
AS pun mengerahkan segala daya dalam penguasaan roket dan rudal balistik. Di layar depan memang tampak peluncuran satelit dan antariksawan. Namun, pengamat tahu, teknologi peroketan bersifat ganda, yakni sipil dan militer. Negara yang berhasil menempatkan muatan seperti satelit di orbit tinggal mengganti satelit dengan muatan hulu ledak lewat penyesuaian secukupnya.
Bangsa-bangsa yang menguasai teknologi peroketan akan mudah mengembangkan rudal saat situasi membutuhkannya. Seiring dengan roket, seperti diperlihatkan Korsel dan Korut, dikembangkan pula satelit pengawasan. Mungkin satelit Korut kalah maju daripada satelit Korsel, tetapi tak seorang pun bisa meremehkan kemampuan rekayasa Korut.
AP/KOREAN CENTRAL NEWS AGENCY/KOREA NEWS SERVICE
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un bersama anaknya mengunjungi kantor badang antariksa Korut, 16 Mei 2023.
Pada masa krisis, satelit pengawasan amat kritikal. Melalui satelit, dapat diketahui pergerakan militer, juga persiapan peluncuran rudal, atau bahkan persiapan uji nuklir.
Mengetahui betapa strategisnya perang satelit pengawasan atau mata-mata ini, juga satelit lain yang berfungsi sebagai ”menara” komunikasi, sejumlah negara mengembangkan pula senjata antisatelit.
Melalui rudal Korut dan juga roket Nuri, Korut serta Korsel disebut telah membawa permusuhan ke antariksa melalui demonstrasi teknologi peroketan dan rudal balistik.
Indonesia di masa era Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) pernah memiliki program peroketan. Namun, program peroketan Indonesia berlangsung tidak konsisten, kadang giat, kadang lesu. Lokasi peluncuran roket Indonesia di Pameungpeuk, Garut selatan, Jawa Barat, menjadi saksi bisu naik turunnya program peroketan Indonesia.
Rezim pembatasan teknologi peroketan (MTCR) yang dimotori AS dan sejumlah sekutunya membuat negara-negara sulit mengembangkan teknologi peroketan, apalagi ”berbau” rudal balistik berjangkauan lebih dari 300 kilometer.