Korsel-Korut ”Tarung” hingga Antariksa
Korea Selatan dan Korea Utara kini berkompetisi mengembangkan teknologi roket dan satelit produksi dalam negeri. Pyongyang terang-terangan mengaku membuat satelit mata-mata. Seoul mengaku mengembangkan satelit komersial.

Foto yang diambil pada 23 Mei 2023 dan disediakan oleh Korea Aerospace Research Institute (KARI) ini menunjukkan roket antariksa Korea Selatan, Nuri, bergerak ke landasan peluncurannya di Naro Space Center di Goheung, sehari sebelum percobaan ketiga untuk ditempatkan ke orbit.
Kompetisi antara Korea Selatan dan Korea Utara memasuki wilayah ruang angkasa. Melanjutkan lebih jauh kompetisi dalam pengembangan dan peluncuran rudal balistik, kedua negara yang masih berstatus perang itu berlomba dalam roket dan satelit.
Korsel sedianya kembali meluncurkan roket Nuri untuk ketiga kalinya, Rabu (24/5/2023). Roket Nuri merupakan produksi dalam negeri Korsel yang diklaim sebagai roket kelas komersial.
Namun, beberapa jam sebelum jadwal lepas landas di Naro Space Center, Goheung (berjarak sekitar satu jam penerbangan di selatan Seoul), Korsel, rencana itu ditunda. Alasannya, terjadi miskomunikasi antara komputer pengendali peluncuran dan komputer lain yang mengelola landasan.
Roket Nuri memiliki panjang 47 meter dan berat 200 ton. Roket itu dilengkapi dengan delapan satelit, termasuk satelit komersial. Pengembangan roket Nuri membutuhkan waktu selama 10 tahun dengan biaya sekitar 1,5 miliar dollar AS.
Baca juga: Korut Siap Luncurkan Satelit Mata-mata Militer Pertama
Direktur Proyek Roket Nuri di Institut Penelitian Ruang Angkasa Korsel (KARI) Ko Jeong-hwan menjelaskan, peluncuran ketiga ini ditujukan untuk menempatkan satelit dengan misi observasi ini ke orbit target. Satelit NEXTSat 2 seberat 180 kilogram yang dikembangkan oleh Institut Sains dan Teknologi Korsel akan dibawa roket Nuri untuk ditempatkan ke orbit pada ketinggian 550 kilometer dari Bumi.
Resolusi tinggi
Satelit ini memiliki radar yang mampu menangkap gambar dengan resolusi tinggi dalam kondisi cuaca apa pun. Pemerintah Korsel menegaskan, roket Nuri ini tidak bertujuan militer. Tugas utama satelit ini adalah untuk memverifikasi teknologi radar pencitraan dan mengamati radiasi kosmik di orbit dekat Bumi.
Meski demikian, para ahli yakin pada akhirnya nanti roket Nuri dan satelit tersebut akan membantu Korsel memperoleh teknologi dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk mengoperasikan satelit pengawasan militer dan membangun rudal yang lebih kuat.

Roket Nuri telah dipasang pada landasan peluncurannya di Naro Space Center, Goheung, Korea Selatan, Rabu (24/5/2023). Korsel membatalkan peluncuran pada hari itu karena masalah teknis.
Uji coba pertama peluncuran roket Nuri pada 2021 berhasil mencapai ketinggian yang diinginkan, tetapi gagal memasuki orbit. Dalam uji coba kedua, Korsel berhasil menempatkan satelit ke orbit. Korsel menjadi negara ke-10 di dunia yang mengirimkan satelit ke ruang angkasa dengan teknologi buatannya sendiri.
Pada saat yang sama, Korea Utara (Korut) juga akan meluncurkan satelit mata-mata militer pertamanya ke orbit. Sejak awal 2022, Korut telah meluncurkan uji coba lebih dari 100 rudal, beberapa di antaranya senjata berkemampuan nuklir.
Pemimpin Korut Kim Jong Un mengatakan, satelit mata-mata negaranya untuk meningkatkan pertahanan Korut dari ancaman AS dan Korsel.
Pemimpin Korut Kim Jong Un, pada 16 Mei lalu, meninjau pengembangan satelit mata-mata yang sudah selesai di pusat kedirgantaraan Korut dan menyetujui rencana peluncurannya. Kim mengatakan, satelit mata-mata ini untuk meningkatkan pertahanan Korut dari ancaman AS dan Korsel.
Para ahli berpendapat, satelit mata-mata Korut tampaknya tidak cukup canggih untuk bisa menghasilkan citra beresolusi tinggi yang bisa meningkatkan kapasitas pengawasan.

Dalam foto yang disediakan Pemerintah Korea Utara ini, Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un (ketiga dari kanan) dan putrinya (kanan, atas) mengunjungi badan kedirgantaraan negara Korea Utara, Selasa, 16 Mei 2023.
Meski tak bagus resolusinya, peneliti di Institut Kebijakan Sains dan Teknologi Korsel, Lee Choon Geun, menilai satelit Korut itu kemungkinan masih mampu memantau pengerahan aset strategis AS yang masuk, seperti kapal induk dan pergerakan kapal perang serta pesawat tempur Korsel.
Misi berlanjut
Setelah peluncuran satelit mata-mata pertamanya, Lee memperkirakan, Korut akan mencoba mengirimkan beberapa satelit lagi ke ruang angkasa. Spesifikasinya kemungkinan lebih canggih. Dengan 3-5 satelit, Korut diyakini akan bisa melakukan pemantauan hampir secara real-time di Semenanjung Korea.
”Jauh lebih baik memiliki satelit seperti itu ketimbang tidak memiliki sama sekali. Mungkin peluncuran satelit mata-mata itu akan dilakukan Juni mendatang,” ujarnya.
Baca juga: Korsel Siap Uji Coba Roket Luar Angkasa Buatan Dalam Negeri
Direktur lembaga kajian Forum Studi Pertahanan Korea di Seoul, Jung Chang Wook, mengatakan, dorongan Korut untuk meluncurkan satelit mata-mata itu menunjukkan bahwa Korut sangat peduli dengan program peluncuran satelit Korsel. Tidak seperti peluncuran satelit Korsel dan negara lain, lepas landas satelit Korut akan menjadi pelanggaran terhadap resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang melarang Korut terlibat dalam segala bentuk peluncuran balistik.
PBB memandang peluncuran satelit observasi Bumi yang dilakukan Korut di masa lalu sebagai uji coba terselubung dari teknologi misil jarak jauhnya. Hal ini karena misil balistik dan kendaraan peluncuran ruang angkasa sering kali memiliki badan, mesin, dan komponen lain yang serupa.

Tayangan televisi menunjukkan arsip gambar peluncuran rudal Korea Utara, Rabu (19/4/2023). Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengaku, pihaknya telah menyelesaikan pengembangan rudal satelit mata-mata militer pertamanya dan memerintahkan para pejabat untuk melanjutkan peluncurannya sesuai rencana.
Korsel saat ini tidak memiliki satelit pengintai militer sendiri. Negara itu bergantung pada satelit mata-mata AS untuk memantau fasilitas strategis di Korut. Korsel sudah memiliki rudal yang menempatkan seluruh Korut dalam jangkauan jarak serang.
Namun, Jung mengatakan, Korsel membutuhkan rudal jarak jauh untuk mempersiapkan ancaman keamanan di masa depan yang dapat ditimbulkan oleh musuh potensial, seperti China dan Rusia.
Korsel butuh rudal jarak jauh untuk mempersiapkan ancaman keamanan di masa depan yang dapat ditimbulkan oleh musuh potensial, seperti China dan Rusia.
Menurut Lee, penggunaan roket Nuri sebagai rudal tidak bermakna secara militer karena menggunakan jenis bahan bakar cair yang membutuhkan waktu pengisian bahan bakar lebih lama daripada bahan bakar padat.
Meski demikian, Lee mengakui, ada kemungkinan peluncuran itu akan mendukung upaya Korsel membangun sistem pengawasan berbasis ruang angkasa. Sebab, satelit kelas komersialnya akan ditempatkan pada orbit sinkron matahari yang biasanya digunakan oleh satelit pengintaian.
Senjata nuklir
Sejarawan militer sekaligus Direktur Pengajaran dan Pembelajaran di Universitas Cornell, Wasington, David Silbey, kepada Bloomberg, 24 Mei 2023, khawatir bahwa jika berhasil, peluncuran satelit Korut akan memberikan dorongan untuk program nuklir Korut. Salah satu kegunaan satelit adalah untuk menargetkan senjata nuklir.
Peneliti senior di Pusat James Martin untuk Studi Non-Proliferasi di AS, David Schmerler, juga mengatakan, jika berhasil meluncurkan dan menempatkan satelit pencitraan ke orbit, Korut akan menggunakan citra itu untuk mencoba dan memperbaiki daftar target mereka.

Dalam foto yang disediakan oleh Pemerintah Korea Utara ini, Pyongyang mengatakan, itu foto uji coba rudal balistik antarbenua, Hwasong-15, di Bandar Udara Internasional Pyongyang di Pyongyang, Korea Utara, 18 Februari 2023.
Satu satelit saja tidak akan mampu mencakup semua wilayah yang ingin ditarget Korut, tetapi dengan peluncuran berikutnya, Korut mungkin berupaya meningkatkan area operasionalnya di Semenanjung Korea dan memperluas ke wilayah terdekat. ”Potensi ancaman dari Korut akan tetap sama, tetapi dengan citra yang lebih baik,” ujar Martin.
Harian The Japan Times, 21 April 2023, melapokan bahwa Korut sudah mengatakan telah menguji beberapa sistem penting untuk satelit, seperti pengoperasian kamera di luar angkasa dan pemrosesan data serta kemampuan transmisi perangkat komunikasi. Sampai saat ini, Korut sudah meluncurkan setidaknya empat satelit ke ruang angkasa, tetapi berupa satelit observasi Bumi kecil dengan kamera yang beresolusi rendah sehingga kualitas gambarnya buruk.
Untuk meningkatkan teknologinya, pengamat kedirgantaraan di ST Analytics di Muenchen, Jerman, Markus Schiller, menduga Korut akan meminta bantuan Rusia dan China sehingga pada akhirnya nanti Korut pasti akan bisa membuat teknologi satelit sendiri. Apalagi, Korut diketahui memiliki akses ke komponen-komponen penting, seperti elektronik dan peralatan optik.
”Ini bukan pertama kalinya komponen dari perusahaan Barat bisa ditemukan di tempat yang tidak seharusnya,” ujar Schiller.
Orbit rendah
Jika berhasil diluncurkan, satelit mata-mata Korut diduga akan beroperasi di orbit rendah Bumi dengan ketinggian kurang dari 1.000 kilometer agar bisa berada sedekat mungkin dengan area target untuk mendapatkan gambar beresolusi tinggi. Namun, para ahli memperkirakan Korut akan menemui masalah pada pengunduhan data.
Jika China atau Rusia tidak menawarkan satelit pemantul data atau stasiun Bumi untuk mengunduh data, Korut harus menunggu sampai satelit terbang di atas stasiun Bumi Korut untuk mengunduh data dan ini bisa memakan waktu berhari-hari. Korut membutuhkan lebih banyak satelit untuk bisa ”mengubah permainan” dan menjadi negara yang bisa mengamati satu area secara konstan.

Rudal balistik antarbenua (ICBM) Hwasong-17 siap untuk ditembakkan di lokasi yang dirahasiakan di Korea Utara, Kamis (24/3/2022). Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menyaksikan langsung di lokasi peluncuran rudal balistik antarbenua atau ICBM baru. Rudal ini lebih kuat, mampu melesat lebih cepat, lebih tinggi, dan menjangkau sasaran lebih jauh ketimbang rudal-rudal ICBM Korea Utara sebelumnya.
”Tetapi mengingat sumber daya keuangan negara yang terbatas, ini berarti Korut harus memilih. Mau mengeluarkan biaya untuk memasang satelit mata-mata atau membuat lebih banyak senjata nuklir atau rudal balistik jarak menengah,” kata Schiller.
Seperti dikutip salah satu artikel sejarah pada National Geographic, Perang Korea adalah konflik yang muncul setelah Perang Dunia II. Selama Perang Dunia II, Jepang menduduki Semenanjung Korea.
Setelah Jepang kalah dari sekutu, negara-negara sekutu pemenang perang membagi Semenanjung Korea ke dalam dua wilayah. Pasukan AS menguasai bagian selatan. Sementara pasukan Uni Soviet menguasai wilayah utara.
Kedua wilayah Korea selanjutnya terlibat konflik perbatasan yang bereskalasi menjadi Perang Korea 1950-1953. AS dan Inggris mendukung Korsel. China dan Uni Soviet mendukung Korut.
Perang saudara dengan latar proksi itu merupakan salah satu konflik mematikan dan berdaya rusak tinggi di era modern dengan sekitar 3 juta orang tewas. Perang Korea berakhir dengan perjanjian gencatan senjata yang ditandatangani pada 27 Juli 1953. Namun, itu sama sekali bukan perjanjian perdamaian permanen. (AP)