Kesuksesan tim Indonesia U-22 meraih medali emas sepak bola SEA Games Kamboja 2023 mengakhiri dahaga 32 tahun. Layak dirayakan, sembari terus membenahi pembinaan.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Penantian akan diraihnya kembali medali emas sepak bola SEA Games sudah berlangsung 32 tahun lamanya. Terakhir kali Indonesia meraih emas cabang terpopuler di Tanah Air itu pada SEA Games Filipina 1991.
Kesempatan tim ”Garuda” untuk membuktikan bahwa Indonesia tim elite di sepak bola Asia Tenggara melalui Piala AFF (Asosiasi Sepak Bola Asia Tenggara), sebelumnya bernama Piala Tiger, juga belum terwujud. Faktanya, prestasi terbaik Indonesia di Piala AFF hanya pemenang kedua.
Fakta-fakta pahit itu membawa kita pada pemahaman bahwa kita bukan termasuk tim papan atas di Asia Tenggara. Dibandingkan dengan Thailand yang 16 kali meraih emas sepak bola SEA Games, Indonesia yang baru tiga kali merebut emas jelas bukan apa-apanya.
”Rival abadi” kita, Malaysia, yang enam kali meraih emas, dan Myanmar yang lima kali, lebih baik dari kita. Indonesia setara Vietnam yang terhitung bukan ”negara sepak bola” di Asia Tenggara, dengan sama-sama meraih tiga medali emas.
Terengah-engahnya sepak bola Indonesia mengimbangi negara-negara pesaing di Asia Tenggara selayaknya menjadi bahan introspeksi dan evaluasi kita. Di mana letak kelemahan kita sehingga begitu susah mengimbangi Thailand untuk menyebut satu pesaing saja.
Hasil final sepak bola putra SEA Games Kamboja 2023 setidaknya membuktikan bahwa kita mampu menundukkan Thailand. Yang patut dicatat, kemenangan kita diraih bukan melalui adu penalti, yang selain adu teknik, juga banyak diwarnai faktor keberuntungan.
Kemenangan atas Thailand diraih melalui permainan terbuka selama 120 menit. Artinya, dalam 2 x 45 menit waktu normal dan 2 x 15 menit perpanjangan waktu, secara teknis, fisik, dan mental, kita lebih baik. Tiga gol saat perpanjangan waktu meski Indonesia unggul jumlah pemain, tetap membuktikan superioritas kita.
Upaya pelatih Indra Sjafri yang menghindarkan skuad ”Garuda Muda” dari euforia berlebihan saat sebelum final cukup jitu. Suasana anti-euforia itu membawa suasana bahwa tim Indonesia U-22 belum menjadi apa-apa jika belum memastikan meraih medali emas.
Jika ternyata kita bisa membuktikan bahwa bisa lebih baik dari Thailand, sebenarnya potensi talenta kita tidak lebih buruk dari mereka. Hanya saja, Indonesia sekian lama belum mampu mengoptimalkan talenta itu demi prestasi.
Kompetisi bermutu, itu salah satu yang harus dipastikan bergulir. Akan lebih ideal jika kompetisi itu berjenjang sehingga kaderisasi pemain kita berkesinambungan. Sungguh sayang jika potensi pesepak bola kita belum optimal hanya karena problem manajemen sepak bola nasional.