Berbeda dengan ormas biasa, organisasi profesi seperti IDI mempraktikkan ilmu kedokteran dan secara moral terikat sumpah dan etika profesi. Organisasi profesi kedokteran di setiap negara cukup satu saja, agar satu versi.
Oleh
DJOHANSJAH MARZOEKI
·3 menit baca
Menteri Kesehatan mengusulkan, dalam RUU Kesehatan Omnibus Law, organisasi profesi (misalnya Ikatan Dokter Indonesia, IDI), Kolegium, dan Konsil Kedokteran dihapuskan dari undang-undang. Alasannya agar terdapat fleksibilitas dalam pengaturannya.
Yang menarik perhatian saya adalah organisasi profesi seperti IDI disejajarkan dengan ormas biasa seperti yang dijamin UUD 1945. Kesimpulan saya, kalau ada beberapa organisasi profesi dokter, ya, biarkan saja, karena itu dijamin undang-undang dan merupakan hak masyarakat yang sah.
Kegiatan utama suatu organisasi profesi seperti IDI adalah mempraktikkan ilmu kedokteran. Karena itu, organisasi profesi ini akan lebih mengikuti kaidah ilmu yang dipraktikkannya daripada sekadar berkumpul untuk kepentingan sosial lainnya.
Organisasi profesi dokter tak bisa diikut-samakan dengan ormas biasa yang dan pelaksanaan kerjanya tidak menggunakan evidence based dan tidak dilindungi dengan sumpah ataupun etika profesi yang ketat.
Dengan demikian, kebenaran ilmiah dalam profesi kedokteran itu tidak ada versi. Hanya ada satu. Jadi, organisasi profesi kedokteran di setiap negara seharusnya juga hanya satu. Apabila terdapat beberapa organisasi dokter yang serupa dalam satu negara, akan menimbulkan berbagai versi kebenaran.
Versi nilai dan versi moral. Bisa terjadi seseorang yang dinilai beretika rendah oleh satu organisasi justru dapat penghormatan yang tinggi dari organisasi profesi serupa lainnya.
Karakter khusus
Perlu diketahui, profesi kedokteran mempunyai karakter yang khusus dan hampir sama di seluruh dunia. Profesi kedok- teran dibutuhkan seluruh rakyat dan merupakan partner pemerintah dalam menyehatkan dan menyejahterakan rakyat.
Sekarang gejala seperti itu sudah tampak. Ada Persatuan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI) yang timbul dan mau berkompetisi dengan IDI. Etika dokter tak memperbolehkan sesama dokter bersaing. Mereka adalah sejawat dan saudara kandung. Maka timbulnya PDSI dan dukungan pemerintah adalah akibat ketidakmengertian sebagian dokter dan pejabat pemerintah tentang dokter dan etikanya.
Jika timbul masalah di bidang kedokteran, sebaiknya pemerintah mengajak organisasi profesi IDI untuk bersama- sama mengatasinya sehingga bisa in line dengan sumpah dan etika dokter. Sumpah dokter sudah ribuan tahun digunakan di seluruh dunia kedokteran sebagai pedoman yang amat luhur.
Jika ada kontroversi terkait kedokteran, masalahnya harus diperdebatkan atau didiskusikan secara ilmiah rasional, karena organisasi profesi ini nuansa ilmiahnya selayaknya tinggi.
Didie SW
Buka forum diskusi
Perlu dibuka forum diskusi dan debat, baik untuk kalangan internal para dokter maupun pemerintah, DPR, atau badan lainnya. Siapa yang punya argumen kuat, punya referensi yang tepat, maka dia yang benar dan yang menang. Yang salah ikut yang benar. Bukan secara emosional memisahkan diri, mengikuti selera masing-masing.
Kehidupan profesional tak menggunakan emosi dalam berkinerja. Begitu pula dengan kehebohan RUU omnibus law tentang kesehatan saat ini. Diharapkan tak diputuskan secara sepihak, tergesa-gesa, dan tak transparan. Kiranya tak mengumbar pendapat di media sosial dengan masalah yang tak jelas.
Faktanya malah mengundang terbenturnya opini masyarakat tanpa solusi. Bahkan, masalahnya sendiri bisa berkembang secara liar. Itu bukan cara ilmiah. Pemerintah, DPR, dan tokoh-tokoh bangsa diharapkan bisa ikut serta menunjang dan menggalakkan budaya ilmiah di negara ini. Agar bersama-sama kita hidup aman, obyektif, dan maju.
Djohansjah MarzoekiGuru Besar Emeritus Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya