Ekspor komoditas menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022. Namun, jangan hanya mengandalkan harga komoditas jika tak ingin terjerembap.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Pada 2022, perekonomian Indonesia tumbuh 5,31 persen secara tahunan. Mengesankan. Berdasarkan pengeluaran, ekspor barang dan jasa tumbuh 16,28 persen. Angka pertumbuhan ekspor ini merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan komponen lainnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jika dirinci, ekspor barang pada 2022 tumbuh 14,41 persen secara tahunan, sedangkan ekspor jasa tumbuh 56,06 persen. Pada saat pandemi Covid-19 membelit perekonomian dunia pada 2020, ekspor barang Indonesia tumbuh minus 3,46 persen secara tahunan. Perekonomian dunia yang mulai pulih pada 2021 membuat ekspor barang Indonesia tumbuh 19,95 persen.
Lonjakan pertumbuhan ekspor pada 2022 terutama akibat durian runtuh kenaikan harga komoditas unggulan seiring kondisi perekonomian global yang membaik. Selama ini, ekspor Indonesia cukup banyak ditopang komoditas. Kinerja ekspor pun dipengaruhi permintaan dan harga komoditas.
Pada 2022, komoditas ekspor unggulan, antara lain, adalah batubara, minyak sawit, serta besi dan baja. Ekspor batubara senilai 14,53 miliar dollar AS pada 2020, menjadi 46,74 miliar dollar AS pada 2022. Ekspor minyak sawit 17,36 miliar dollar AS pada 2020, naik menjadi 27,77 miliar dollar AS pada 2022. Adapun ekspor besi dan baja pada 2020 senilai 10,86 miliar dollar AS, pada 2022 menjadi 27,82 miliar dollar AS.
Lonjakan pertumbuhan ekspor pada 2022 terutama akibat durian runtuh kenaikan harga komoditas unggulan seiring kondisi perekonomian global yang membaik.
Namun, matahari tak selamanya cerah. Permintaan komoditas dunia mulai melemah. Ditambah harga yang turun, ekspor komoditas tahun ini diperkirakan tak lagi sekuat tahun lalu. Data BPS menunjukkan, salah satu komoditas andalan ekspor Indonesia, yaitu minyak sawit, nilai ekspornya pada Januari-Maret 2023 sebesar 5,92 miliar dollar AS. Nilai ini turun 11,4 persen dibandingkan dengan Januari-Maret 2022 yang sebesar 6,67 miliar dollar AS.
Berdasarkan data Bank Dunia, harga minyak sawit pada Maret 2023 sebesar 972,1 dollar AS per metrik ton, anjlok 45,3 persen secara tahunan. Harga sejumlah komoditas unggulan juga merosot, seperti batubara yang pada Maret 2023 turun 40,38 persen dibandingkan dengan Maret 2022 dan bijih besi yang pada Maret 2023 turun 15,58 persen secara tahunan.
Hal ini masih ditambah Purchasing Managers’ Index negara-negara mitra dagang utama Indonesia, yang sebagian masih ada di zona kontraksi. Meskipun pada Januari-Maret 2023 neraca perdagangan masih surplus, tak ada salahnya memacu kinerja komponen pengeluaran produk domestik bruto (PDB). Indonesia bisa mulai menggenjot ekspor nonkomoditas sambil meningkatkan investasi berkualitas. Tak kalah penting, menjaga daya beli masyarakat agar sumbangan konsumsi masyarakat terhadap PDB tetap terjaga.
Dengan cara tersebut, Indonesia akan lebih siap jika harga komoditas terus merosot.