Langkah Italia untuk sementara melarang ChatGPT juga telah menginspirasi beberapa negara Eropa lainnya untuk mempelajari apakah tindakan yang lebih keras diperlukan untuk mengendalikan platform percakapan itu
Oleh
ANDREAS MARYOTO
·4 menit baca
Satu per satu mulai melarang penggunaan teknologi kecerdasan buatan generatif ChatGPT. Fasilitas yang sangat cepat menarik perhatian jutaan orang dalam waktu singkat itu kini menghadapi masalah besar. Tidak hanya negara, beberapa komunitas juga mulai melarang penggunaan ChatGPT. Bagaimana masa depan teknologi ini?
Awal bulan April, Italia menjadi negara Barat pertama yang memblokir mesin percakapan canggih ChatGPT. Otoritas perlindungan data Italia mengatakan, ada masalah privasi yang berkaitan dengan model yang dibuat oleh OpenAI dan didukung oleh Microsoft itu. Regulator mengatakan akan melarang dan menyelidiki OpenAI dengan segera. Sementara OpenAI dalam keterangan kepada BBC mengatakan bahwa teknologi yang diluncurkan bulan November tahun lalu itu telah mematuhi undang-undang privasi.
ChatGPT merupakan singkatan dari Generative Pretraining Transformer. ChatGPT merupakan teknologi kecerdasan buatan menggunakan format percakapan yang mampu menjawab pertanyaan sulit dengan jelas, meniru gaya penulisan, menulis sonata, mampu menulis makalah, dan bahkan menjawab pertanyaan ujian. ChatGPT juga dapat digunakan untuk menulis coding komputer oleh mereka yang tak memiliki pengetahuan teknis.
Sebelum diblok oleh Italia, ChatGPT sudah diblokir di sejumlah negara, seperti China, Iran, Korea Utara, dan Rusia. Beberapa komunitas juga sudah melarang penggunaan teknologi ini. Situs tanya jawab untuk pemrogram profesional dan peminat pemrograman Stack Overflow juga sudah melarang penggunaan ChatGPT. Departemen Pendidikan di Negara Bagian Queensland, Australia, juga telah mengeblok fasilitas tersebut sampai kelayakan bisa diuji. Sebelumnya, Negara Bagian New South Wales telah melakukan tindakan yang sama. Beberapa universitas di Jepang juga telah mengeblok ChatGPT di lingkungan mereka.
Kini sebuah pertanyaan muncul, negara atau siapa yang akan mengeblok penggunaan ChatGPT? Setelah pengeblokan oleh Italia, badan kepolisian Eropa, Europol, telah memperingatkan bahwa penjahat siap memanfaatkan platform percakapan berbasis kecerdasan buatan seperti ChatGPT untuk melakukan penipuan dan kejahatan dunia maya lainnya. Tindakan ini mulai dari phishing hingga misinformasi dan malware. Dalam sebuah laporan, Europol memperingatkan, seperti yang dikutip Forbes Australia, kemampuan fasilitas percakapan yang berkembang pesat kemungkinan besar akan dengan cepat dieksploitasi oleh mereka yang berniat jahat.
Langkah Italia untuk sementara melarang ChatGPT juga telah menginspirasi beberapa negara Eropa lainnya untuk mempelajari apakah tindakan yang lebih keras diperlukan untuk mengendalikan platform percakapan yang sangat populer itu. Mereka juga berpikir, apakah perlu mengoordinasikan tindakan semacam itu untuk kepentingan yang lebih luas?
Untuk mengatasi masalah ini, beberapa anggota parlemen Uni Eropa mengatakan, jangkauan Undang-Undang Kecerdasan Buatan Uni Eropa belum bisa mencakup masalah tersebut. Akan tetapi, beberapa regulator menemukan bahwa aturan yang ada, seperti Peraturan Perlindungan Data Umum (GDPR) yang memberi pengguna kendali atas informasi pribadi mereka, dapat diterapkan pada kategori teknologi yang berkembang sangat pesat, termasuk perusahaan pengembangan kecerdasan buatan generatif.
Euronews melaporkan, regulator di seluruh Eropa sedang meneliti apakah ChatGPT mematuhi peraturan privasi setelah Italia menjadi negara Barat pertama yang memblokir chatbot populer yang didukung oleh kecerdasan buatan. Organisasi Konsumen Eropa (BEUC) meminta semua otoritas untuk menyelidiki semua mesin percakapan berbasis kecerdasan buatan.
”Konsumen belum siap dengan teknologi ini. Mereka tidak menyadari betapa manipulatifnya, betapa menipunya, teknologi itu. Mereka tidak menyadari bahwa informasi yang mereka dapatkan mungkin saja salah,” kata Wakil Direktur BEUC Ursula Pachl.
Ia menambahkan, insiden dengan ChatGPT di Italia ini sangat penting terkait dengan isu perlindungan konsumen. Hal ini menjadi semacam peringatan bagi Uni Eropa karena meskipun lembaga-lembaga Eropa tengah mengerjakan Undang-Undang Kecerdasan Buatan, itu tidak akan berlaku untuk empat tahun ke depan. Di sisi lain, banyak pihak melihat pengembangan kecerdasan buatan sangat cepat. Oleh karena itu, regulator perlu cepat bertindak agar tidak tertinggal dalam perlindungan konsumen.
Akan tetapi, langkah Italia itu sebenarnya tak memiliki dasar yang kuat. Beberapa kalangan heran dan mempertanyakan dasar-dasar yang dipakai oleh Pemerintah Italia untuk melarang sementara pengguna ChatGPT.
Penasihat privasi data keamanan siber dan aset digital dan juga penasihat di Squire Patton Boggs yang berbasis di Milan, Diletta De Cicco, seperti dikutip Search Engine Journal, mengatakan, keputusan itu keluar tepat setelah percakapan soal pelanggaran data muncul dan sejumlah data diberikan oleh OpenAI. Langkah itu juga datang pada saat kecerdasan buatan generatif telah membuat jalan ke pengguna masyarakat umum dengan cepat dan tidak hanya diadopsi oleh mereka yang paham teknologi. De Cicco mengungkapkan, semua ini karena ia menaruh curiga dengan alasan yang dipakai untuk melarang.
Ia menambahkan, yang lebih mengejutkan, siaran pers Pemerintah Italia itu mengacu pada insiden pelanggaran baru-baru ini. Tindakan itu juga tidak memiliki referensi untuk membenarkan larangan sementara. Pelarangan ini didasarkan pada: ketidakakuratan data, informasi kepada pengguna dan individu di umum, verifikasi usia untuk anak-anak, dan kurangnya dasar hukum yang digunakan untuk melatih data yang digunakan untuk membangun kecerdasan buatan.
Di sisi lain, banyak pihak di Amerika Serikat yang menentang pelarangan pengembangan kecerdasan buatan karena begitu dihambat, China akan melaju dan memanfaatkan teknologi ini. Mereka bisa lebih maju dan superioritas Amerika Serikat dalam pengembangan teknologi, termasuk kecerdasan buatan, akan tertinggal dibandingkan lawan-lawan mereka di China. Pelarangan-pelarangan atau petisi penundaan sejenis ini kadang juga ”berbau” persaingan usaha. Meski sulit dibuktikan, mereka yang tertinggal cenderung menghambat para pendahulunya. Debat soal ChatGPT hanyalah sebagian debat awal tentang kehadiran teknologi yang bakal meluas.