Perubahan Demografi Global dan Masa Depan Indonesia
Dunia terus berubah, semakin kompleks dan penuh ketidakpastian. Meski akan mengalami bonus demografi Indonesia menghadapi masalah produktivitas. Indonesia harus mampu menyusun strategi memanfaatkan peluang perubahan itu.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas saat ini sedang menyusun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045.
Dokumen tersebut sangat strategis karena menjadi dasar penyusunan visi/misi masa depan Indonesia bagi para calon presiden/wakil presiden pada Pemilu 2024.
Masa depan tentu bukan sekadar kelanjutan masa lalu. Dunia terus berubah, semakin kompleks dan penuh ketidakpastian. Dibutuhkan pendekatan strategic foresight dengan memahami perubahan lingkungan yang mungkin terjadi di masa depan. Salah satu isu strategis masa depan sebagai pijakan utama Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) ini ialah perubahan demografi global yang merujuk pada perubahan karakteristik penduduk dunia sebagai konsekuensi kelahiran, kematian, dan migrasi.
Banyak pakar mencermati perubahan demografi dalam melihat masa depan. Richard Dobbs dkk (2015) dalam bukunya, No Ordinary Disruption, menjelaskan, dunia sedang mengalami disrupsi global akibat pengaruh empat kekuatan besar, yaitu urbanisasi, globalisasi, teknologi, dan struktur umur penduduk.
Keempat kekuatan itu menghasilkan perubahan signifikan dalam cara produksi, distribusi, dan transaksi di pasar, memengaruhi geoekonomi di masa depan. Jelas bahwa dua dari empat kekuatan tersebut adalah perubahan demografi, yakni urbanisasi dan perubahan struktur umur penduduk.
Baca juga : Analisis Litbang “Kompas”: Populasi China Menyusut dan Artinya bagi Indonesia
Baca juga : https://www.kompas.id/baca/opini/2022/11/18/bumi-dan-delapan-miliar-penduduk
Perubahan demografi global
George Friedman (2010) dalam buku The Next 100 Years meyakini bahwa perubahan demografi dunia sepanjang abad ke-21 sangat besar pengaruhnya bagi masa depan. Negara yang mengalami penuaan dan penurunan jumlah penduduk akan mengalami penurunan kekuatan dan pengaruhnya di dunia, mengubah peta geopolitik. Klaus Schwab, pendiri dan Ketua Eksekutif Forum Ekonomi Dunia, mencermati bahwa perubahan struktur umur penduduk berdampak pada permintaan barang dan jasa, produktivitas, dan tekanan fiskal akibat kebutuhan pembiayaan kesehatan serta pensiun di masa depan.
Jumlah penduduk dunia mencapai delapan miliar jiwa (November 2022). Afrika menjadi benua dengan laju pertumbuhan penduduk tertinggi (2,5 persen), dan Eropa yang terendah (hanya sekitar 0,01 persen). Pertumbuhan penduduk Asia kurang dari 1 persen/tahun. Jumlah penduduk Afrika diperkirakan mencapai dua kali lipat pada 2050, dan setelahnya secara perlahan namun pasti, mengejar bahkan melampaui jumlah penduduk Asia. Afrika akan menjadi benua berpenduduk terbesar di dunia.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencatat penurunan angka kelahiran global. Jumlah anak per perempuan (total fertility rate/TFR) terus turun dari sekitar 3,7 anak (1980) menjadi 2,4 anak (2022). Berbeda dengan tren global, perempuan di Afrika rata-rata memiliki empat anak. Pertumbuhan penduduk dunia akan melambat, kecuali di Afrika.
Ilustrasi
Asia Tenggara cenderung serupa tren global dengan angka kelahiran rendah. Vietnam, Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam, dan Singapura bahkan memiliki angka kelahiran (TFR) di bawah dua anak per perempuan. Jumlah penduduknya berpotensi turun di masa depan. Indonesia, Myanmar, Kamboja, dan Laos sudah mendekati replacement level 2,1 anak per perempuan; penduduk akan tumbuh stabil di angka yang rendah dalam 20 tahun ke depan.
Penduduk dunia terus menua, dengan jumlah warga lanjut usia (lansia) di atas 60 tahun mencapai 1,4 miliar jiwa, diperkirakan terus naik hingga 2,1 miliar jiwa (2050). Universitas Oxford mencatat peningkatan umur median, dari 20 tahun (1970) menjadi 30 tahun (2022).
Artinya, 50 persen penduduk global saat ini berusia di atas 30 tahun. Umur median biasa digunakan sebagai ukuran statistik kependudukan yang mewakili usia tengah populasi. Monako memiliki umur median penduduk tertua di dunia (53 tahun), diikuti Jepang (48 tahun) dan Italia (47 tahun).
Negara Eropa, seperti Jerman, Belanda, dan Portugal, mendominasi umur median tertua. Sebaliknya, Niger di Afrika Barat menjadi negara dengan umur median termuda di dunia, yaitu 15 tahun. Dari 20 negara dengan umur median termuda, 19 negara berada di Afrika, plus Afghanistan menjadi satu-satunya negara di luar Afrika.
Urbanisasi (peningkatan proporsi penduduk perkotaan) meningkat drastis. Bank Dunia mencatat 56 persen penduduk dunia tinggal di perkotaan (2022), akan terus naik hingga 70 persen di 2050. Kota menjadi pusat aktivitas ekonomi utama dunia dengan kontribusi 80 persen perekonomian global.
Bank Dunia mencatat 56 persen penduduk dunia tinggal di perkotaan (2022), akan terus naik hingga 70 persen di 2050. Kota menjadi pusat aktivitas ekonomi utama dunia dengan kontribusi 80 persen perekonomian global.
McKinsey Global Institute bahkan memperkirakan setengah dari pertumbuhan ekonomi dunia sepanjang 2010- 2025 disumbangkan hanya oleh 440 kota di negara berkembang. Jumlah consuming class, terutama di kota, meningkat tajam dari 36 persen (2010) menjadi 53 persen (2025) penduduk dunia. Consuming class adalah penduduk berdaya beli tinggi, berpendapatan di atas 10 dollar AS per hari (mempertimbangkan paritas daya beli).
Peluang bagi Indonesia
Perubahan struktur umur penduduk dunia berdampak terhadap pola produksi dan konsumsi global. Revolusi industri akan semakin cepat sebagai respons atas masalah kelangkaan tenaga kerja di negara maju. PBB memproyeksikan jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) di China (salah satu pusat aktivitas industri manufaktur dunia) akan turun signifikan dari 1 miliar (2010) menjadi 849 juta orang (2050).
Aktivitas produksi akan bergeser ke negara berkembang yang memiliki banyak tenaga kerja. Negara maju kemungkinan membuka keran migrasi masuk untuk memenuhi kebutuhan pekerja.
Indonesia masih berada dalam periode bonus demografi dengan jumlah pekerja melimpah sehingga dapat mengisi peluang itu. Meskipun banyak jenis pekerjaan menghilang akibat revolusi industri keempat, beberapa jenis pekerjaan akan tetap bertahan. Indonesia bisa jadi pilihan relokasi industri manufaktur global dan memanfaatkannya untuk keluar dari perangkap pendapatan menengah (middle income trap/MIT).
Namun, Indonesia masih menghadapi masalah produktivitas. Salah satunya akibat kesenjangan keterampilan pekerja. Pekerja berketerampilan tinggi jumlahnya terbatas dan kualitas/keterampilan tak identik dengan tingkat pendidikan. AS mengalami kesulitan menemukan pekerja berkualitas akibat hanya 15 persen lulusan pendidikan tingginya mengambil bidang STEM (science, technology, engineering, and mathematics). Sementara, di China, 42 persen sarjananya lulusan STEM, mendukung pengembangan industri manufaktur.
Jika ingin menjadi pilihan relokasi industri, pendidikan di Indonesia harus mencetak banyak lulusan berkualitas di bidang STEM. Pendidikan bukan sekadar meningkatkan status sosial individu, tetapi juga memenuhi kebutuhan keahlian di era disrupsi, adaptif terhadap perkembangan teknologi dan kemajuan industri ke depan. Bagaimana mungkin kita punya banyak lulusan STEM jika kapasitas perguruan tinggi di bidang tersebut kecil? Kinerja pendidikan tidak hanya tingkat pendidikan penduduk, tetapi juga kualitas pendidikan.
Strategi berikutnya, kita harus memperluas mitra kerja sama ekonomi global. Afrika akan menjadi benua berpenduduk terbesar di dunia dan didominasi usia muda. Konsentrasi penduduk juga berada di Asia Selatan. Dari 4,7 miliar jiwa penduduk Asia, hampir 2 miliar jiwa tinggal di Asia Selatan (2022). Afrika dan Asia Selatan akan mengalami pertumbuhan consuming class.
Terkait tren urbanisasi, tak ada pilihan, kita harus membangun kota berdaya saing tinggi dan efisien bagi lokasi industri. Sistem transportasi massal dan jaringan utilitas perkotaan harus dikembangkan untuk mendukung produktivitas dan mobilitas yang efisien. Pembangunan infrastruktur perkotaan dengan teknologi smart city harus mempertimbangkan pengembangan ekosistem ekonomi digital dan inovasi perkotaan.
Jika mampu menyusun strategi yang tepat untuk memanfaatkan peluang perubahan demografi global, Indonesia akan menjadi negara maju di 2045.
Sonny Harry B Harmadi Ketua Umum Koalisi Kependudukan Indonesia, Pengajar Ekonomi dan Demografi di ITS