”Rembugan” Plus Sayur Lodeh
Presiden Jokowi mempromosikan ”sayur lodeh” kepada Megawati pada pertemuan di Istana Merdeka. Sayur lodeh sayur kesayangan Bung Karno. Harapannya, pertemuan Jokowi dan Megawati berlangsung dalam sukacita dan keakraban.
Sabtu, 18 Maret 2023, Ketua Umum DPP PDI-P Megawati Soekarnoputri bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka.
Presiden ditemani Pramono Anung yang juga kader PDI Perjuangan (PDI-P), sementara Megawati didampingi Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto. Mereka berbincang-bincang selama kurang lebih tiga jam, diselingi santap siang. Menunya, selain nasi dan lauk pauk, juga sayur lodeh, sayur kesayangan Bung Karno.
Siapa yang pernah menikmati sayur lodeh di istana, apakah di Istana Merdeka, Gedung Agung Yogyakarta, Istana Tampak Siring Bali, atau Istana Cipanas? Kalau pernah, pasti akan mengacungkan jempol betapa nikmatnya rasa dari sayur lodeh olahan istana-istana tersebut.
Mengapa? Jawabannya, karena cita rasanya benar-benar dijaga sedemikian rupa agar rasanya identik dengan sayur lodeh kegemaran Bung Karno.
Sayur lodeh ini resepnya langsung diberikan oleh Bung Karno dan dimasak Mbok Citro Sentono, pengasuh Adis (nama panggilan Megawati). Ia perempuan asal Karanganyar, Jawa Tengah. Tentu Mbok Citro mendapat arahan dari Ibu Fatmawati, istri Bung Karno yang sejak awal mengetahui masakan kesukaan suaminya itu.
Mbok yang satu ini memang jago dalam hal masak-memasak. Tangannya dingin sehingga apa pun yang ia masak dengan bumbu-bumbu pilihannya terasa sangat sedap dan nikmat.
Baca juga : Simbol Sayur Lodeh di Pertemuan Jokowi-Megawati
Khas Bung Karno
Sebelum berbicara mengenai sayur lodeh, khususnya sayur lodeh yang digemari Bung Karno, kita juga harus berbicara mengenai bahan-bahan olahannya, apa saja yang harus ada dan tidak ada di dalam sayur lodeh khas Bung Karno tersebut. Dari penuturan Ibu Citro Sentono, pernyataan Bung Karno atau Ibu Fatmawati saat masak atau makan bersama di meja makan, sayur lodehnya mempunyai ciri khas yang lain dari sayur-sayur lodeh dari daerah lainnya di Indonesia.
Salah satu yang harus ada di dalamnya adalah rebung bambu (Dendrocalamus asper). Namun, bukan sembarang bambu, melainkan harus jenis bambu petung yang rebungnya sebesar paha anak remaja. Bambu ini salah satu jenis bambu yang memiliki ukuran lingkar batang yang besar dan termasuk ke dalam suku rumput-rumputan.
Bahan olahan lain adalah santan kelapa, yang tidak boleh terlalu kental atau terlalu encer. Sayur lodeh ini juga tidak boleh menggunakan bumbu kecombrang atau kantan (Etlingera elatior) karena ada juga sayur lodeh yang dicampur kantan sehingga rasanya berbeda.
Rasa manisnya juga tak boleh tertinggal, meski tak terlalu manis. Yang perlu dijaga dalam sayur lodeh khas Bung Karno adalah tidak terlalu asin atau kelebihan garam. Namun, yang sulit adalah menjaga agar rasa pedas dari cabai dalam kuah sayur lodeh itu sesuai dengan selera Bung Karno. Cabai yang digunakan cabai merah, bukan cabai rawit, sehingga siapa pun yang memakannya tak akan diare.
Simbolisasi
Harian Kompas, halaman 1, edisi Minggu (19/3/2023), menuliskan, Sekjen PDI-P lewat keterangan tertulis menyebutkan Presiden Jokowi mempromosikan ”sayur lodeh” kepada Megawati pada pertemuan itu.
Disebutkan, Rumah Batu Tulis dan sayur lodeh kerap hadir di sejumlah momentum kala PDI-P menyiapkan calon presiden (capres) yang akan diusung. Belakangan isu capres menghangat setelah Presiden Jokowi tampil bersama figur capres potensial, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, pada panen raya padi di Kebumen, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.
Media menuliskan itu berdasarkan keterangan tertulis Sekjen PDI-P. Sayur lodeh adalah simbol yang disampaikan Presiden Jokowi untuk mengingatkan Megawati saat makan bersama Bung Karno di Istana Merdeka, yang menjadi tempat bertugas sehari-hari Presiden Jokowi. Apalagi pertemuan dilakukan selama tiga jam.
Dua jam pertama, pertemuan dilakukan secara khusus di tempat yang kira-kira dapat mengundang Megawati mengingat saat bersama Bung Karno. Satu jam berikutnya, makan siang bersama dengan menu di antaranya sayur lodeh, sayur kesayangan Bung Karno.
Secara kasatmata publik bisa membaca bahwa mengajak Megawati bertemu di tempat ia bermain di masa kanak-kanaknya, dan bersama-sama menikmati sayur lodeh yang menjadi makanan khas ayahnya, adalah pendekatan khusus yang dilakukan Presiden Jokowi terhadap Megawati, yang bisa mendatangkan memorabilia, nostalgia, kenangan, kebanggaan, kehormatan, dan kedekatan.
Hingga akhirnya, suasana pertemuan akan terjaga dengan kebahagiaan, kesenangan dan sukacita, serta kesamaan pandangan dan penerimaan. Tujuan akhir pertemuan dan keakraban itu diharapkan bisa dicapai dan disepakati.
Disebutkan, Rumah Batu Tulis dan sayur lodeh kerap hadir di sejumlah momentum kala PDI-P menyiapkan calon presiden (capres) yang akan diusung.
Dan memang sejak dulu sudah terwujud. Menurut penulis, simbolisasi dari kebersamaan menikmati sayur lodeh itu terwujud karena baik Presiden Jokowi maupun Megawati, Hasto, dan Pramono sama-sama penganut ideologi dan pikiran-pikiran Bung Karno, seperti halnya penulis. Sebagai kakak, penulis mengenal dengan baik bagaimana Megawati dan Presiden Jokowi, termasuk alam pikirannya, sebagai tokoh Marhaenis dan Soekarnois.
Megawati, ketua umum, dan Jokowi adalah salah satu kadernya yang tengah mengemban tugas besar dan mandat rakyat Indonesia hingga 20 Oktober 2024, setelah sukses memimpin pada periode pertama pemerintahannya (20 Oktober 2014-20 Oktober 2019).
Harapan Presiden Jokowi tentu sejalan dengan harapan Megawati, menyejahterakan dan mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Tentu saja logis jika sosok Prabowo dan Ganjar menjadi salah satu topik yang dibicarakan terkait Pemilu 2024. Tentu bukan kebetulan jika kedua tokoh yang punya elektabilitas tinggi itu sempat diajak Presiden bertemu petani dan melihat sawah dan tanaman padi yang hijau royo-royo di Kebumen.
Foto mereka bertiga kemudian dipublikasikan di mana-mana dan viral di media sosial. Sementara menteri-menteri dan pejabat lain yang diajak Presiden Jokowi tetap berada di tempatnya dan tidak bersama-sama dengan Presiden dan dua tokoh tersebut saat juru foto mengabadikannya.
Sayangnya, seusai acara, keduanya tak memberikan penjelasan apa pun. Beberapa hari kemudian, saat ditanya jurnalis dalam kunjungan kerjanya, Presiden membenarkan pertemuannya dengan Megawati membahas soal capres pada Pemilu 2024. Pertemuan itu juga disebut menghasilkan kesepahaman soal pemimpin masa depan.
Namun, Presiden enggan menyebutkan nama capres yang dibahas. Ia meminta awak media menanyakannya kepada Megawati. ”Yang jelas, saya memberikan pandangan-pandangan, dari angka-angka yang kami miliki, dan dari data yang kami miliki,” tambahnya (Kompas, 21/3/2023).
IKN dan ”reshuffle”
Pertemuan itu dari kacamata PDI-P, juga publik, tentu hal penting mengingat hingga kini PDI-P belum juga mengajukan calonnya. Prabowo sendiri sudah dicalonkan partainya, Gerindra, sebagai presiden, walaupun masih belum beruntung pada Pilpres 2014 dan 2019 melawan Jokowi.
Megawati masih diam seribu bahasa soal hal tersebut. Biasanya, Megawati mempunyai waktu dan momen yang tepat untuk mengumumkannya. Toh, masa pendaftaran capres baru dimulai 19 Oktober hingga 25 November mendatang. Presiden pun masih fokus mengebut kemajuan setelah dua tahun pemerintah menangani Covid-19.
Spekulasi pun berseliweran. Sejumlah nama bermunculan, termasuk nama Ketua DPR Puan Maharani, keponakan penulis, dan Ganjar. Meski belum dicalonkan, elektabilitas Ganjar dari berbagai survei, termasuk survei Kompas, tampaknya menunjukkan angka tinggi. Tentu, sambil menunggu calon, tak ada salahnya Prabowo menemui Ganjar, dan Ganjar pastinya meminta izin terlebih dahulu kepada Megawati untuk bertemu.
Hal lain yang mungkin dibahas adalah penunjukan Anies Baswedan jadi capres dari Nasdem, dan ternyata Anies sudah ”berkampanye” ke beberapa daerah sebelum masa kampanye bagi capres dan cawapres tiba.
Tentunya, sedikit banyak ada pemikiran dari Megawati dan Presiden Jokowi tentang kemungkinan akan ”tergerusnya” sebagian massa PDI-P—walaupun kecil kuantitasnya—karena hal itu dapat menggelitik secara psikologis massa di basis-basis massa PDI-P.
Masalah lain yang mungkin tak akan terlewatkan adalah pembahasan mengenai perombakan kabinet (reshuffle) yang ditunggu-tunggu rakyat Indonesia dari berbagai komponen, mulai dari partai politik, tokoh masyarakat, kalangan keagamaan (khususnya tokoh-tokoh Islam, baik yang beraliran ortodoks maupun modern), hingga emak-emak yang awam masalah-masalah politik.
Hal lain yang mungkin dibahas adalah penunjukan Anies Baswedan jadi capres dari Nasdem, dan ternyata Anies sudah ”berkampanye ” ke beberapa daerah sebelum masa kampanye bagi capres dan cawapres tiba.
Hal itu, mau tidak mau, harus dilakukan Presiden Jokowi dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi setelah Lebaran. Isu mengenai daftar menteri yang akan diganti dan dari partai mana saja penggantinya sudah beredar. Bahkan, merebak nama beberapa menteri muda yang diisukan akan ”naik pangkat” menjadi menteri.
Selanjutnya, masalah aktual kebangsaan yang strategis dalam rembugan dengan sayur lodeh adalah gagasan besar Bung Karno yang diteruskan Presiden Jokowi, yaitu boyongan ibu kota negara ke Kalimantan.
Dengan target upacara kenegaraan HUT Ke-78 Kemerdekaan RI harus dilaksanakan di Ibu Kota Nusantara (IKN), pembangunan semesta tentu harus didukung oleh PDI-P dan masyarakat Indonesia lainnya.
Bukan hanya karena itu sudah ada dalam UU, tetapi juga kenyataan sesaknya ibu kota dan kesemrawutan di metropolitan Jakarta. IKN yang jadi tekad Presiden Jokowi menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru di Indonesia timur dan kota masa depan yang pro-lingkungan dan kota hijau tampaknya harus diwujudkan.
Dari sisi ini, tampaknya Megawati pun akan mendukung penuh IKN sebagai opsi kemajuan bangsa Indonesia.
Hal lain dari substansi pertemuan yang diberitakan adalah soal Rumah Batu Tulis. Dalam berita yang dimuat itu masih terjadi salah kaprah. Untuk membahas hal-hal strategis negara menjelang pemilu, pertemuan antara Megawati dan Presiden Jokowi di antaranya digelar di Istana Merdeka dan Rumah Batu Tulis.
Rumah Batu Tulis di Bogor bukanlah sebuah istana meski dituliskan dalam situs Sekretariat Negara. Rumah itu statusnya milik keluarga Bung Karno dan dikelola Megawati setelah ditunjuk oleh keluarga Bung Karno. Oleh Bung Karno, rumah kediaman itu diberi nama Hing Puri Bima Sakti, jadi bukan Istana Batu Tulis.
Kini, hasil rembugan dengan sayur lodeh khas Bung Karno diharapkan oleh kaum patriotik Soekarnois, kaum Marhaenis, benar-benar sesedap dan senikmat rasa sayur lodeh kegemaran Bung Karno.
Hidangan yang kerap disantap presiden pertama RI itu telah membawa dampak positif bagi bangsa dan rakyat Indonesia dalam rangka mempertahankan eksistensi Pancasila 1 Juni 1945 dan UUD asli Revolusi 1945 dalam bingkai NKRI. Demikian pula, harapan menjelang Pemilu 2024, bangsa Indonesia akan mendapat pemimpin yang amanah seperti halnya sosok Presiden Jokowi.
Guntur Soekarno, Ketua Dewan Ideologi DPP Persatuan Alumni GMNI dan Pemerhati Sosial