IKN, Organisasi dan ”Reverse Policy”
Otoritas Ibu Kota Nusantara (OIKN) sudah beroperasi. Ada sejumlah tantangan yang harus teratasi. Selain masalah remunerasi pimpinan dan staf, status kepegawaian, juga terkait masalah insentif dan kemudahan berinvestasi.
Usia Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara telah lewat setahun.
Inilah dasar hukum yang kuat, yang tak pernah terealisasikan pada rezim pemerintah terdahulu, sekalipun wacana pemindahan ibu kota negara sudah bergaung dari waktu ke waktu. Selambatnya akhir 2022, Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) harus sudah beroperasi penuh, menjadi pengampu utama fungsi persiapan, pembangunan, pemindahan, dan nantinya juga penyelenggara pemerintah khusus IKN.
Organisasi OIKN yang definitif sudah mulai terisi. Awalnya kepala dan wakil kepala yang dilantik Maret 2022. Sejumlah posisi pejabat pimpinan tinggi madya juga mulai terisi dengan pelantikan sekretaris, tiga deputi, serta kepala unit hukum dan kepatuhan pada 13 Oktober 2022. Mereka diangkat dengan mengacu pada ketentuan bahwa untuk pertama kalinya mereka bisa ditunjuk Presiden berdasarkan usulan kepala OIKN. Menyusul kemudian pelantikan empat deputi pada 15 Februari 2023, dua di antaranya hasil seleksi terbuka yang prosesnya dimulai akhir Desember 2022.
Tantangan organisasi
Sebagai organisasi baru, yang dibebani tugas mengelola proyek (super) strategis nasional, problem klasik yang bakal muncul adalah berapa penghargaan yang pantas diterima pimpinan dan staf OIKN. Salah satu preseden yang kerap dijadikan acuan untuk meminta remunerasi lebih tinggi sebagai ”ASN-plus” adalah Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias pascatsunami 2004.
Permasalahan mengenai paket remunerasi bagi pimpinan juga sudah mulai teratasi, setidaknya setelah terbit Perpres No 13/2023 yang mengatur hak keuangan dan fasilitas lain bagi kepala dan wakil kepala OIKN yang secara posisi merupakan pejabat setingkat menteri dan wakil menteri. Dengan acuan itu pula kemudian pejabat di level lebih bawah tentu mulai berhitung berapa remunerasi yang bakal diperoleh, hal yang kian menjadikan OIKN seolah ”gula-gula” yang dirubung begitu banyak peminat yang ingin bergabung di dalamnya.
Baca juga : Pembangunan IKN Tidak Akan Terhentikan
Baca juga : Fisik Ibu Kota Nusantara Terus Dibangun
Selesaikah urusan? Belum sepenuhnya. Di organisasi OIKN masih banyak posisi kunci yang belum terisi. Dari 27 posisi jabatan tinggi pratama, sepuluh kepala biro dan direktur sudah dilantik 13 Januari 2023. Posisi selebihnya belum terisi karena seleksi terbuka tak mendapatkan kandidat yang dinilai memenuhi kualifikasi. Ada juga kandidat terpilih yang sudah siap dilantik, tetapi terganjal status yang non-PNS/ASN, sehingga belum mungkin diangkat untuk jabatan pimpinan tinggi pratama/eselon 2.
Hal ini pernah dipersoalkan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), November 2022, saat proses seleksi terbuka sedang berlangsung. Tak mengherankan jika saat membuka kembali seleksi untuk posisi kepala biro dan sejumlah direktur pada 20 Februari 2023, kesempatan itu hanya diberikan kepada ASN.
Di luar jabatan definitif/organik yang diatur berdasarkan Perpres No 62/2022 tentang OIKN dan Peraturan Kepala OIKN No 1/2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja, OIKN juga pernah mewacanakan membentuk organ ad hoc yang akan membantu struktur organik. Bisa jadi itu didasari dalih untuk percepatan kinerja dan menjadikan OIKN sebagai organisasi yang agile seperti didengungkan di awal pembahasan RUU IKN.
Hal itu sudah mulai terealisasikan, dimulai dengan adanya posisi penjabat chief urban mobility sebagaimana terwartakan di hadapan publik. Soal seberapa banyak posisi ad hoc setara chief seperti itu yang akan diimbuhkan, belum ada informasi yang dibuka secara terang kepada publik. Atas hal tersebut, tanpa transparansi yang memadai, persoalan laten potensial muncul, yakni perbenturan dengan struktur organik.
Bagaimana relasi dan mekanisme proses bisnis antara penjabat organik dan organ ad hoc itu? Tanpa kejelasan mekanisme ini, OIKN seperti sedang membiakkan organisasi-bayangan tanpa kontrol, alih-alih menjadi penguat sinergi dan koherensi organisasi baru seperti OIKN. Untuk itu, OIKN perlu berkaca pada kasus shadow organization di Kemendikbudristek yang pernah jadi polemik pada September 2022.
Pertanyaan berikutnya, bagaimana target kerja OIKN mulai periode 2023, terlebih ketika mereka belum mendapatkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tersendiri. Adalah sebuah kesalahan elementer jika kemudian OIKN menggunakan itu sebagai dalih untuk menumpukan seluruh tanggung jawab pembangunan infrastruktur dasar ke kementerian/lembaga (K/L) lain.
Toh selama ini pekerjaan infrastruktur dasar, seperti akses jalan logistik dan tol, Bendungan Sepaku Semoi berikut intake Sepaku, dan hunian untuk pekerja konstruksi, dikerjakan Kementerian PUPR. Persemaian Mentawir yang kerap dikunjungi Presiden dan direncanakan jadi pemasok utama reforestasi IKN dikerjakan terutama oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Realitas bahwa K/L teknis terkait masih jadi pelaksana utama, termasuk soal penganggaran, tentu tak bisa jadi tameng bagi OIKN untuk lepas tangan atas koordinasi keseluruhan proses menjelang pemindahan ibu kota negara —yang akan dinyatakan dalam sebuah keputusan presiden yang diperkirakan terbit sebelum masa pemerintahan Joko Widodo berakhir 20 Oktober 2024.
Belum lagi jika kemudian muncul overclaimed, kontribusi minimal yang diakui sebagai hasil kerja OIKN, misalnya. Bahwa masih ada kendala dalam organisasi OIKN, ya, tetapi apakah kemudian ini akan terus-menerus dijadikan alasan? Toh selama ini OIKN selalu menyatakan bahwa koordinasi dan kolaborasi menjadi bagian penting dalam cara kerja mereka.
Saat ini, pemerintah sedang menyiapkan revisi UU IKN yang telah masuk Program Legislasi Nasional 2023.
”Reverse policy”
Saat ini, pemerintah sedang menyiapkan revisi UU IKN yang telah masuk Program Legislasi Nasional 2023. Bukan praktik jamak untuk sebuah UU yang baru berumur setahunan, dengan materi strategis ”kelas berat”, seperti UU IKN. Sebagian pihak menyebut revisi harus dilakukan karena IKN sepi investor sekalipun OIKN dalam beragam kesempatan menyebut terjadinya oversubscribed, dengan lebih dari 140 investor menyatakan minat berinvestasi di IKN.
Dari pembicaraan mengenai skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU), disebutkan tiga konsorsium tertarik pada proyek pembangunan perumahan dan telah melakukan pembicaraan intensif. Sesuai ketentuan, manakala OIKN telah beroperasi, kepala OIKN-lah yang bertindak sebagai penanggung jawab proyek kerja sama (PJPK) tersebut. Sesuai permintaan kepala OIKN, September 2022, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas diminta menjadi pengusul penyempurnaan atas UU IKN.
Proses penyiapan materi revisi sudah berlangsung intensif, mengapungkan pertanyaan berikutnya: bakalkah terulang pengalaman pembahasan UU IKN terdahulu, yang hanya butuh 40-an hari untuk sampai ke pengesahan UU?
Saat ini DPR sedang menjalani masa reses hingga pertengahan Maret 2023 dan kalaupun pengajuan revisi UU dilaksanakan segera setelah bersidang; apakah cukup energi bagi DPR (dan DPD) untuk membahasnya secara layak dan berhati-hati, terutama mengingat mulai triwulan II-2023 akan semakin disibukkan dengan beragam agenda politik menjelang Pemilu 2024. Atau memang sengaja membuat langkah selipan di tengah kepadatan agenda tersebut?
Soal substansi, sejumlah isu perubahan sudah mulai disampaikan ke publik, misalnya penguatan kelembagaan dan kewenangan OIKN. Salah satu klausul yang berpotensi dimasukkan adalah untuk ”membenarkan” masuknya non- ASN di level JPT pratama/eselon 2.
Jika memang niat untuk menjaring putra-putri terbaik bangsa bisa bergabung di OIKN sudah muncul dari awal, tanpa dasar regulasi yang kokoh, kenapa proses yang menabrak regulasi yang sudah ada saat itu tetap dilanjutkan? Juga yang jadi topik hangat adalah menyangkut insentif dan kemudahan berinvestasi, termasuk mengenai tenggang waktu hak menyangkut pertanahan.
Skenarionya, materi rancangan peraturan pemerintah (yang tak kunjung usai) diadopsi ke dalam revisi UU untuk dapat kedudukan hukum yang lebih kuat. Hanya saja, dengan proses yang telanjur berjalan, bagaimana asumsi studi kelayakan yang akan dipergunakan para investor manakala ketentuan mengenai masa hak guna usaha (HGU) existing jauh lebih pendek ketimbang yang bakal diusulkan di revisi UU?
Singkatnya, yang dihadapi OIKN dan juga bangsa ini secara keseluruhan dalam pembangunan IKN amatlah menantang. Hanya saja, tentulah tidak elok jika kebijakan dibuat berlaku mundur, seperti sekadar untuk melegitimasi langkah-langkah yang telah ataupun sedang berjalan tanpa landasan kebijakan dan regulasi yang benar. Istilah reverse policy menjadi riskan manakala diterapkan hanya sekadar untuk menjustifikasi ketelanjuran. Belum lagi jika ketergesa-gesaan dalam menyiapkan policy tersebut kembali terulang dengan partisipasi publik minimal yang sekadar ada.
Singkatnya, yang dihadapi OIKN dan juga bangsa ini secara keseluruhan dalam pembangunan IKN amatlah menantang.
Presiden Jokowi dalam berbagai kesempatan telah mencanangkan upacara peringatan ulang tahun kemerdekaan RI 17 Agustus 2024 bisa dilaksanakan di Nusantara. Kata pindah telah direduksi menjadi sekadar ”upacara”, di mana niat awal dengan bersandar pada konsep ibu kota yang utuh bisa jadi hanya akan direalisasikan dengan pekerjaan cut and fill untuk menyiapkan tanah lapang, dengan 16.990 ASN gelombang pertama yang berpindah pada 2024 akan jadi peserta utama upacara itu.
Kita mafhum bahwa OIKN dan K/L teknis terkait sedang berkejaran dengan waktu dalam memanggul misi besar merealisasikan legacy Jokowi menjelang akhir masa jabatannya. Namun, jangan sampai impian besar itu berjalan dengan lambaran proses yang cacat dan mengabaikan banyak kaidah kenegaraan.
Agus PambagioPemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen, PH& H Public Policy Interest Group