Survei Litbang ”Kompas” pada 25 Januari-4 Februari 2023 menunjukkan, mayoritas responden ingin memilih calon anggota legislatif secara langsung.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Hasil survei yang dipublikasikan di harian ini pada Senin (6/3/2023) menunjukkan, rata-rata 78 persen responden pemilih partai politik cenderung lebih ingin memilih calon anggota legislatif (caleg) secara langsung, seperti yang dipraktikkan dalam sistem pemilu proporsional terbuka. Hasil ini sesuai pula dengan kecenderungan fraksi di DPR, yang mayoritas menghendaki sistem proporsional terbuka dipertahankan. Rakyat bisa memilih sendiri caleg yang dikenal, disukai, dan diyakini bisa membawa dan memperjuangkan aspirasinya.
Dalam survei Kompas, 17 persen responden saja yang ingin menyerahkan sepenuhnya keterpilihan caleg kepada parpol. Sebagian kecil responden memilih jawaban tidak tahu, tentu saja dengan segala pertimbangannya.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Pasal 353 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu memungkinkan pemilih untuk memilih tanda gambar partai dan/atau nama caleg dalam kertas suara. Tentu saja jika memilih keduanya, nama caleg yang dipilih itu harus berada dalam partai itu. Artinya, pemilih tidak bisa memilih caleg dari partai yang berbeda.
Meskipun hasil survei Kompas itu sesuai dengan pandangan mayoritas partai yang kini memiliki wakil di Senayan, sistem pemilu proporsional terbuka yang dilaksanakan sejak Pemilu 2009 itu kini tengah diuji. Mahkamah Konstitusi (MK) masih menyidangkan permohonan agar pelaksanaan pemilu mendatang kembali pada sistem proporsional tertutup. Setiap sistem pemilu tentu saja mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Mereka yang mendukung sistem pemilu proporsional tertutup berpandangan, partailah yang bertanggung jawab untuk menyiapkan wakil rakyat yang berkualitas, termasuk melalui pengaderan yang baik. Dengan sistem ini tak ada lagi persaingan tidak sehat antarcaleg dalam satu partai, termasuk jual beli suara. Partai pula yang harus membiayai kampanye pada pemilu legislatif.
Sebaliknya, mereka yang menolak sistem ini menilai rakyat yang mempunyai hak pilih sehingga rakyatlah yang harus menentukan wakilnya. Sistem pemilu proporsional terbuka juga mendorong caleg untuk lebih dekat dengan warga yang akan memilihnya. Caleg harus berkampanye sendiri dan dalam praktiknya terjadi ”pertarungan” antarcaleg separtai.
Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menegaskan, ”Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Demokrasi yang dianut negeri ini diartikan sebagai dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Sebagai pemegang kedaulatan, rakyatlah yang berhak memilih wakilnya di lembaga legislatif dan eksekutif.
Konstitusi juga mengatur melalui Pasal 22E Ayat (6), pengaturan lebih lanjut tentang pemilu melalui UU. Artinya, sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup tidak melanggar UUD 1945. Rakyatlah pemilik hak pilih. Partai sebaiknya memfasilitasi hak rakyat dengan menampilkan kader terbaiknya.