Menghambat Oligarki dan Oligopoli Melalui Penguatan KPPU
Untuk menghambat oligarki dan oligopoli, penguatan KPPU menjadi sangat strategis dan urgen. Penguatan kewenangan KPPU yang paling penting berkaitan dengan pengumpulan alat bukti terhadap pelanggaran UU Persaingan Usaha.
Sistem ekonomi pasar yang pertama kali diperkenalkan Adam Smith didesain untuk mengalokasikan sumber daya ekonomi secara efisien dan berkeadilan kepada setiap orang. Efisiensi dicapai melalui peran “tangan tidak nampak” (invisible hand). Sementara aspek keadilan dicapai melalui instrumen perpajakan untuk mentransfer sumber daya ekonomi dari kelompok kaya ke miskin.
Impian Adam Smith ternyata jauh dari kenyataan. Ekonomi pasar dengan invisible hand tidak bekerja baik. Akibatnya, perekonomian terpusat kepada segelintir pelaku usaha (oligopoli) yang memiliki market power (kekuatan mengendalikan pasar). Bahkan oligopolis menjelma menjadi oligarki yang mengatur urusan publik.
Pengalaman Emerging Market Economies (EMEs) menunjukkan fenomena persekongkolan antar oligopoli (kartel) untuk mengatur produksi, menetapkan harga, dan membagi wilayah pemasaran. Persekongkolan ini tidak hanya secara horisontal antar pelaku usaha, tetapi juga secara vertikal antara penyelenggara negara dengan pelaku usaha (public cartel) yang populer dengan sebutan oligarki.
Baca juga: Mengikis Oligarki Ekonomi
Hal di atas sejalan dengan tulisan Abdillah Toha berjudul Oligarki (Kompas, 21/2/2023). Tulisannya menekankan bahwa fenomena oligarki tidak hanya di Indonesia tetapi juga di negara dengan sistem demokrasi maupun otoriter. Sebagai contoh, Amerika Serikat (AS) yang dipimpin secara bergantian oleh presiden dari Partai Republik dan Partai Demokrat dengan kebijakan dalam berbagai hal hampir sama. Hal ini disebabkan oleh adanya deep state yang mengendalikan negeri itu.
Kekuatan pasar
Diskurus mengenai keterkaitan antara oligopoli, oligarki, dan penguatan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai otoritas persaingan mengingatkan kembali kepada ekonom Perancis, Jean Tirole. Tirole meraih hadiah nobel ekonomi tahun 2014 atas penelitiannya mengenai regulation and market power, yaitu regulasi dan kekuatan oligopolis mengendalikan perekonomian.
Penelitian Tirole berkesimpulan bahwa pasar yang dikuasai oleh oligopoli dengan market power memerlukan pengaturan oleh pemerintah dalam regim competition policy dan pengawasan otoritas persaingan melalui penerapan competition law. Hal ini sejalan dengan ekonom Robert J Shiller, pemenang hadiah nobel ekonomi tahun 2013, yang menyatakan bahwa pasar yang tidak efisien perlu diatur dan diawasi.
Gagasan tersebut menjadi dasar bagi pemerintah dan otoritas persaingan di seluruh dunia menyusun strategi menghambat penyalahgunaan posisi dominan oleh para oligopoli. Dimana, segelintir produsen bersekongkol dengan cara bersepakat secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi, untuk menetapkan harga, membatasi produksi, membagi pasar dan berkolusi memenangkan tender.
Pengalaman di masa lalu, oligopoli dengan kemampuan mendikte pasar diciptakan oleh penguasa. Pada fase selanjutnya, oligopoli bertransformasi menjadi oligarki.
Terdapat konsensus di antara para ekonom bahwa pasar cenderung berbentuk oligopoli, dimana hanya terdapat beberapa pelaku usaha (oligopolis) yang menguasai pasar dan memiliki market power. Para oligopoli berperilaku abused of market power, yaitu menyalahgunakan posisi dominannya di pasar dengan mengeksploitasi konsumen melalui harga tinggi dan membatasi penjualan.
Sehingga, pasar persaingan sempurna yang terdiri dari banyak produsen hanya bersifat artifisial. Pasar persaingan sempurna dicirikan oleh banyak pelaku usaha, informasi setiap pelaku usaha sama, tidak ada hambatan masuk dan keluar pasar, barang dan jasa yang dijual homogen, dan pelaku usaha tidak dapat mempengaruhi harga.
Pengalaman di masa lalu, oligopoli dengan kemampuan mendikte pasar diciptakan oleh penguasa. Pada fase selanjutnya, oligopoli bertransformasi menjadi oligarki. Hal ini dapat diamati dalam kasus tata niaga impor komoditas pangan dan tender pengadaan barang/jasa pemerintah dengan persyaratan keikutsertaan yang hanya bisa dipenuhi oleh segelintir pelaku usaha.
Penguatan peran KPPU
Lalu apa solusi bagi Indonesia? Ada baiknya merujuk kepada pengalaman Korea Selatan. Sejak krisis ekonomi 1997/1998, Korea Selatan mengubah haluan ekonominya dari kontrol negara yang ditopang segelintir Chaebol (sebutan untuk oligarki Korea Selatan) ke mekanisme pasar dengan pengawasan dan pengaturan ketat. Dimana, otoritas persaingan Korea Selatan, yaitu Korea Fair Trade Commission (KFTC) diberdayakan dengan kewenangan besar untuk mengawasi dan melakukan penegakan hukum persaingan terhadap perilaku anti persaingan.
Sejalan dengan hal tersebut, penguatan KPPU menjadi sangat strategis dan urgen, khususnya yang berkaitan dengan beberapa poin, yaitu: penambahan kewenangan, kejelasan status kelembagaan dan kepegawaian.
Agenda penguatan KPPU relevan mengingat saat ini sedang dilakukan proses rekruitmen pimpinan KPPU yang baru, periode 2023-2028. Prosesnya sudah selesai di tingkat panitia seleksi dan sedang menunggu usulan presiden ke DPR untuk dipilih paling kurang sembilan orang komisioner.
Baca juga: KPPU: Tingkat Persaingan Usaha di Indonesia Belum Cukup Sehat
Penguatan kewenangan KPPU yang paling penting berkaitan dengan pengumpulan alat bukti terhadap setiap pelanggaran UU Nomor 5 Tahun 1999. Ada lima tugas pokok KPPU, yaitu: penegakan hukum terhadap praktik monopoli dan kartel, praktek bisnis yang tidak fair, abused of bargaining posisition usaha besar terhadap kecil, keterlambatan notifikasi merger dan akuisisi serta advokasi kebijakan persaingan.
Berkaitan dengan hal di atas, terdapat dua kewenangan baru yang dibutuhkan oleh KPPU, yaitu: pertama, kewenangan penggeledahan dan penyadapan. Kewenangan ini diperlukan mengingat persekongkolan antar pelaku usaha tidak dilakukan secara konvensional seperti beberapa tahun yang lalu, dimana perjanjian dilakukan secara tertulis. Saat ini persekongkolan menggunakan platform digital.
Kedua, penegakan hukum persaingan secara lintas batas negara. Dimana kegiatan bisnis tidak dibatasi oleh batas teritorial negara karena penggunaan platform digital sehingga pelanggaran hukum persaingan bersifat extraterritorial yang dapat merugikan perekonomian nasional. Saat ini, extraterritorial enforcement masih pada level koordinasi dan pertukaran data antar negara.
Namun ketentuan hukum persaingan yang merugikan pelaku usaha perlu perubahan, yaitu kewajiban notifikasi merger dan akuisisi (M&A) dalam regim post merger notification sehingga denda keterlambatan notifikasi M&A hanya bersifat administratif. Idealnya, ketentuan notifikasi M&A menggunakan regimpre merger notification yang penilaiannya menekankan pertimbangan dampaknya ke persaingan usaha di pasar.
Selanjutnya, penguatan kelembagaan KPPU yang muaranya kepada status kepegawaian staf KPPU. Saat ini, KPPU disebutkan sebagai lembaga independen yang masuk dalam rumpun eksekutif. Kelembagaan KPPU bertanggungjawab melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU No 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Perdebatan hukum yang tidak ada ujungnya, terkait pengangkatan sekjen KPPU harus diakhiri oleh Kementerian PANRB.
Salah satu permasalahan kelembagaan KPPU berkaitan dengan pengangkatan sekertaris jenderal (sekjen) KPPU yang tidak sama dengan kementerian/lembaga lainnya. Sekjen KPPU diangkat sendiri oleh pimpinan KPPU dengan hak dan kewajiban yang berbeda dengan sekjen kementerian/lembaga pada umumnya.
Perdebatan hukum yang tidak ada ujungnya, terkait pengangkatan sekjen KPPU harus diakhiri oleh Kementerian PANRB. Dimana pemerintah hanya bersedia mengangkat sekjen KPPU jika disetarakan dengan pejabat eselon II, padahal tanggung jawabnya sangat besar, lebih besar dari kapasitasnya sebagai eselon II.
Implikasi dari ketidakjelasan status kelembagaan KPPU adalah status kepegawaian staf KPPU yang hingga hari ini juga belum jelas. Pegawai KPPU terbagi menjadi dua, yaitu Aparatur Sipil Negara (ASN) dari kementerian/lembaga yang ditugaskan ke KPPU dan pegawai yang direkrut KPPU secara mandiri dengan status sebagai pegawai KPPU. Pegawai KPPU bukan PNS sehingga hak-haknya pun berbeda dengan ASN kementerian/lembaga lainnya.
Baca juga: Nama Calon Anggota KPPU 2023-2028 Akan Segera Dikirim ke DPR
Sebelum mengakhiri tulisan ini, ada baiknya menyimak kembali peringatan ekonom AS, yaitu Acemoglu dari MIT dan Robinson dari Universitas Harvard dalam bukunya berjudul: “Why Nations Fail: The Origin of Power, Prosperity and Poverty”.
Keduanya berkesimpulan bahwa permasalahan ekonomi di Afrika, Asia, Eropa Timur, dan Amerika Selatan bukan karena faktor geografi atau budaya, tetapi karena pemimpinnya gagal membuat regulasi yang tepat untuk memberdayakan seluruh aset ekonominya.
Muhammad Syarkawi Rauf, Dosen FEB Unhas; Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Periode 2015 - 2018