Urgensi Persiapan Psikologis untuk Wasit Sepak Bola Indonesia
Tahun ini Indonesia menjadi tuan rumah piala dunia U-20. Sudah selayaknya pihak yang berkompeten mulai menyiapkan psikologis wasit Indonesia karena wasit dituntut tampil di bawah tekanan, apalagi di era VAR.
Dewasa ini olahraga sepak bola profesional telah berkembang menjadi bisnis dengan keuntungan finansial yang sangat besar. Sen (2006) menegaskan sepak bola telah menjadi kegiatan komersial, yang memiliki daya saing nasional dan internasional. Semua ini menjadikan sepak bola dikendalikan oleh motivasi dan tuntutan sponsor dan pasar.
Wasit adalah salah satu yang terkena dampaknya. Tekanan dari tuan rumah kepada wasit sehingga cenderung mendukung tim tuan rumah dengan sistematis, misalnya memberikan lebih banyak waktu tambahan ketika tim tuan rumah tertinggal, juga memberikan gol melalui tendangan penalti merupakan persoalan besar yang terjadi dalam perwasitan sepak bola dunia (Dohmen, 2008).
Wasit sepak bola menjadi sosok yang sangat penting dalam permainan karena margin antara sukses dan gagal bisa tipis dan bergantung kepada pengambilan keputusan sepersekian detik dari wasit. Kondisi ini berkonsekuensi menempatkan wasit di bawah tekanan yang jauh lebih besar.
Baca juga: Dari Kontroversi Wasit hingga Masalah Jersei RANS Nusantara
Dalam konteks olahraga sepak bola nasional, tekanan besar ditempatkan kepada badan yang mengatur sepak bola, dalam hal ini PSSI, untuk memastikan bahwa keadilan terlihat dan benar-benar dilaksanakan. Transformasi dalam pembinaan wasit agar bisa menghasilkan wasit berkualitas adalah keniscayaan.
Profesi sebagai wasit sepak bola merupakan pekerjaan penuh tantangan, yang apabila tidak disikapi dengan baik dapat menimbulkan ketidaknyamanan psikologis kepada diri seorang wasit. Kinerja wasit sepak bola rentan terhadap sorotan kritis masyarakat penonton selain dari pelaku olahraga lainnya. Wasit yang tidak bisa menyikapi secara bijak berbagai sikap serta perilaku penonton dan pelaku olahraga lainnya akan mudah frustrasi, merasa dirinya dipermalukan atau tidak dihargai yang pada akhirnya berpotensi terjerumus pada perilaku tidak obyektif.
Blumenstein dan Orbach (2014) menegaskan bahwa wasit sepak bola yang sukses harus memiliki kemampuan yang baik untuk mengatasi tekanan kompetitif. Persiapan psikologis merupakan alah satu komponen yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja wasit yang optimal. Guillen dan Feltz (2011) menegaskan bahwa aktivitas wasit sepak bola yang sukses dalam memimpin jalannya petandingan harus didukung banyak aspek salah satunya adalah persiapan psikologis.
Persiapan psikologis untuk wasit
Buku teori dan metodologi pelatihan olahraga menunjukkan bahwa persiapan atlet yang optimal terdiri dari persiapan fisik, teknis, taktis, dan psikologis (Bompa dan Haff, 2009). Selain itu, persiapan psikologis pelatih juga dapat memberikan efek positif kepada keberhasilan olahraga yang bersifat kompetitif. Dalam konteks olahraga kompetitif, persiapan psikologis selain diperlukan untuk pemain dan pelatih, juga sudah merupakan bagian penting yang tidak bisa dipisahkan dari wasit dan kajian tentang ini sudah banyak dilakukan (Wolfson dan Neave, 2007).
Persiapan psikologis sama pentingnya dengan persiapan fisik karena dalam perspektif psikologis, tugas wasit sangatlah berat, mereka dituntut untuk tampil di bawah tekanan. Kondisi ini menuntut wasit harus memiliki rasa percaya diri, konsentrasi, memperhatikan berbagai aspek permainan, menjaga ketertiban dan menyelesaikan perselisihan (Guillen dan Feltz, 2011).
Wasit andal memiliki kemampuan hebat untuk mengatasi tekanan. Tekanan dan tantangan itu datang dari media, pemain, pelatih, dan penonton. Menjadi sangat relevan bahwa wasit harus memiliki karakter psikologis yang kuat sebagai fondasi agar bisa menjadi pengadil yang andal dan suskes.
Persiapan psikologis sama pentingnya dengan persiapan fisik karena dalam perspektif psikologis, tugas wasit sangatlah berat. Mereka dituntut untuk tampil di bawah tekanan.
Di antara komponen olahraga, wasit adalah orang yang berada di lapangan permainan untuk menegakkan aturan. Agar tujuan itu dapat diperoleh dengan baik, wasit harus berpegang kepada prinsip netralitas selama memimpin jalannya permainan (Cei, 1994). Wasit sepak bola yang berkualitas adalah wasit yang sudah teruji dalam berbagai event pertandingan akbar dan dia berhasil memimpin jalannya pertandingan dengan baik.
Jika indikator tersebut dijadikan acuan, pandangan penggemar olahraga sebak bola sejagat sepakat itu ada pada sosok wasit asal Italia, yaitu Pierluigi Collina. Dalam buku berjudul My Rules of the Game yang terbit pada 2003, disebutkan tiga prestasi spektakuler Collina, yaitu sebagai wasit sepak bola terbaik dalam FIFA Wolrd Final Refrees 2002; wasit terbaik dunia versi IFFHS enam tahun berturut-turut dari 1998 hingga 2003, dan mendapat gelar kehormatan Doctor of Science, dari Universitas Hull di Inggris untuk kontribusinya pada dunia olahraga.
Baca juga: Wasit Didesak untuk Tak Memihak
Atas capaian itu, Collina dinobatkan sebagai wasit sepak bola terbaik yang pernah ada. Berdasarkan prestasi yang luar biasa itu sangat relevan mengungkap testimoni dan kekuatan karakter psikologisnya, sebagai model dan referensi menghasilkan wasit-wasit lainya yang berkualitas di Indonesia.
Menilai kekuatan karakter seseorang tidak mudah dan sederhana, begitu pula kekuatan karakter yang dimiliki Collina. Namun, melalui amatan terhadap perilaku yang konsisten selama memimpin berbagai event akbar pertandingan sepak bola dan itu berjalan baik dan sukses, maka bisa diungkap kekuatan karakter psikologisnya. Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap Collina, buku itu melaporkan bahwa secara psikologis kekuatan karakter yang dimiliki Collina ada tujuh, yaitu tegas, komunikatif, empati, obyektif, konsisten, percaya diri, dan berwibawa.
Menuju wasit berkualitas
Memiliki dan menghasilkan wasit seperti Collina adalah idaman kita semua sebagai pencinta sepak bola di Tanah Air. Kajian teori kepribadian, agar bisa menghasilkan wasit yang memiliki kekuatan karakter identik sama seperti Collina adalah utopia karena berdasarkan teori pembentukan kepribadian manusia termasuk kekuatan karakter itu ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu keturunan dan lingkungan.
Jadi, jika ingin menghasilkan wasit yang mendekati kekuatan karakter seperti Collina, hal yang bisa dilakukan adalah melalui pembenahan faktor lingkungan, yaitu melalui pendidikan, pelatihan, dan sebagainya. Atas dasar teori ini, PSSI bisa menyelenggarakan berbagai kegiatan/program pelatihan psikologis yang terstruktur dan kontinyu untuk meningkatkan kualitas wasit dari aspek psikologisnya.
Jika ingin menghasilkan wasit yang mendekati kekuatan karakter seperti Collina, hal yang bisa dilakukan adalah melalui pembenahan faktor lingkungan, yaitu melalui pendidikan, pelatihan, dan sebagainya.
Asosiasi sepak bola nasional di beberapa negara maju, seperti The Football Association (FA) Inggris dan Deutscher Fussball-Bund (DFB) Jerman, telah melakukan berbagai kajian ilmiah dan kegiatan pengembangan program latihan psikologis untuk meningkatkan kualitas wasit. Blumenstein1 dan Orbach (2014) menegaskan bahwa Asosiasi Sepak Bola Israel atau IFA merupakan asosiasi yang pertama mengembangkan program persiapan psikologis untuk wasit sepak bola. Rencana dan program latihan psikologis yang disusun itu benar-benar penting untuk disertakan sebagai strategi dalam program latihan tahunan bagi para wasit pilihan mereka.
Era VAR
Piala Dunia Rusia adalah ajang pertama kali secara resmi teknologi VAR (video assistant referee) digunakan untuk membantu wasit untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap manakala akan memberikan keputusan terhadap empat situasi yang rawan memicu kontroversi. Empat situasi tersebut meliputi sah tidaknya suatu gol, perlu tidaknya diberikan hukuman pinalti atas pelanggaran di kota 12 pas, keputusan pemberian kartu merah, dan perlu tidaknya peninjauan ulang atas keputusan pemberikan hukuman.
Baca juga: Meski Ditemani Teknologi, Protes kepada Wasit di Qatar Masih Terjadi
Untuk keperluan memonitor pertandingan, memberikan advis kepada wasit diperlukan tiga orang yang mengoperasionalkan peralatan VAR. Para petugas VAR harus menguasai peralatan dan harus menguasai teknis dan aturan main pertandingan sepak bola sehingga advis dan sudut pandang yang disajikan benar-benar sesuai dengan aturan yang ada.
Era teknologi VAR ini sudah di depan mata karena tahun ini Indonesia menjadi tuan rumah piala dunia U-20. Sudah selayaknya para pihak yang berkompeten di bidang ini mulai menyiapkan para wasit Indonesia untuk memasuki era baru, di mana penguasaan terhadap aturan pertandingan sangat dituntut. Aspek psikologis seperti kepercayaan diri dan integritas dalam pengembilan keputusan kini dapat dilihat banyak orang. Meskipun tetap saja ada hasil VAR yang mengundang kontroversi, setidaknya dunia perwasitan sepak bola Indonesia tidak bisa menghidar dari arus kuat teknologi ini.
Paparan tulisan ini diharapkan bisa dijadikan pemikiran oleh pengurus PSSI hasil KLB. Semoga.
Dimyati, Guru Besar Psikologi Olahraga Universitas Negeri Yogyakarta (UNY); Wakil Ketua IPO Indonesia