Perang Rusia-Ukraina masih akan berlangsung. Kita harus bisa memetik banyak pelajaran darinya, sekaligus beradaptasi dengan kondisi dunia yang berubah gara-gara perang itu.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Pada 24 Februari mendatang, genap satu tahun perang Rusia-Ukraina berlangsung. Tak ada tanda-tanda bahwa perang ini akan segera berakhir.
Saat mulai bangkit karena pandemi Covid-19 mereda, sebagian besar negara di dunia terkejut dengan serangan militer Rusia ke Ukraina pada 24 Februari 2022. Harga energi langsung meningkat karena suplai minyak dan gas dari Rusia terganggu. Pasokan bahan makanan gandum juga tersendat, mengingat Ukraina termasuk produsen penting bahan baku mi serta roti itu. Sanksi yang diterapkan Barat guna menghukum Moskwa turut membuat pasokan energi dan bahan makanan kian terganggu.
Negara-negara di dunia pun harus menerima kenyataan untuk segera beradaptasi. Mereka tidak bisa menunggu sampai perang selesai. Penyesuaian harus dilakukan dan hidup dengan realitas bahwa perang terus berkecamuk di Ukraina.
Ditulis Kompas edisi Senin (20/2/2023), salah satu dampak dari perang Rusia-Ukraina ialah melemahnya permintaan dari negara-negara Eropa. United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) melaporkan, di hampir semua bagian dunia, pertumbuhan perdagangan pada triwulan III-2022 turun dibandingkan triwulan II-2022. Penyebabnya ialah perang Rusia-Ukraina, selain inflasi yang tinggi serta kenaikan suku bunga di AS dan Eropa. Namun, hal tersebut tak terjadi di Asia Timur. Tidak ada penurunan di kawasan ini.
Karena itu, berkonsentrasi pada perdagangan di Asia penting dilakukan. China, faktor utama ketahanan kawasan Asia, merupakan mitra krusial bagi negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Dengan kata lain, perang di Ukraina kian mendorong Asia sebagai pusat pertumbuhan dunia, dengan kontribusi terbesar dari China. Perlu kiranya bagi kita untuk pandai-pandai mengarungi kondisi mutakhir ini.
Dalam aspek militer, perang Rusia-Ukraina menunjukkan dengan jelas wajah pertempuran di masa depan. Pengerahan pasukan besar-besaran tak lagi menentukan jalannya perang. Teknologi telah beralih sebagai pemegang peranan penting. Sebagai contoh, jumlah tank Ukraina berkurang gara-gara terkena serangan pesawat nirawak (drone) kamikaze dan rudal antitank berpemandu (ATGM) milik Rusia. Selain itu, Kyiv melaporkan, seiring operasi militer Rusia, terjadi serangan siber ke Ukraina yang dilakukan oleh Moskwa.
Dengan demikian, negara-negara lain, seperti Indonesia, perlu secepat mungkin meningkatkan teknologi militernya. Penguatan kapasitas sipil juga harus disadari menjadi bagian penting dalam menghadapi ancaman perang pada masa mendatang. Ketahanan siber, misalnya, tak bisa hanya menjadi urusan militer, tetapi juga merupakan tanggung jawab semua institusi sipil.
Perang Rusia-Ukraina masih akan berlangsung. Kita harus bisa memetik banyak pelajaran darinya, sekaligus beradaptasi dengan kondisi dunia yang berubah gara-gara perang itu.