Gagasan dibukanya kunjungan ke kota-kota di luar Mekkah dan Madinah bagi jemaah haji dan umrah telah disemaikan Gubernur Provinsi Aseer Pangeran Khaled Faisal, 24 tahun lalu. Arab Saudi baru menyadarinya akhir-akhir ini.
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN, DARI KAIRO, MESIR
·4 menit baca
Kolumnis asal Arab Saudi, Ali al-Mazidi, menulis artikel di harian Asharq al-Awsat edisi hari Minggu, 15 Januari 2023, dengan judul ”Terlambat 24 Tahun”. Ia menulis artikel itu untuk menyinggung keputusan Menteri Urusan Haji dan Umrah Arab Saudi Tawfiq Mohammed Alrabiah pada awal Januari 2023 yang mengizinkan para jemaah haji dan umrah dari mancanegara berkunjung ke kota-kota lain di Arab Saudi, selain kota Mekkah dan Madinah.
Selama ini para jemaah haji dan umrah hanya diizinkan mengunjungi kota Mekkah dan Madinah plus kota Jeddah sebagai kota transit menuju Mekkah dan Madinah.
Menurut Mazidi, keputusan Menteri Urusan Haji dan Umrah Arab Saudi itu terlambat 24 tahun dan Arab Saudi mengalami kerugian besar akibat keterlambatan tersebut. Meski demikian, kata Mazidi, hal itu masih lebih baik dibanding tidak mengambil keputusan tersebut sama sekali.
Ia mengungkapkan, sesungguhnya wacana untuk mengizinkan para jemaah haji dan umrah berkunjung ke kota-kota lain di Arab Saudi selain Mekkah dan Madinah sudah muncul pada saat acara pesta wisata di kota Abha, Arab Saudi selatan, pada tahun 1998 atau 24 tahun lalu.
Saat itu, Gubernur Provinsi Aseer, yang beribu kota Abha, Pangeran Khaled Faisal dalam sambutan acara menyerukan agar para jemaah haji dan umrah diizinkan mengunjungi kota-kota lain di Arab Saudi selain Mekkah dan Madinah. Salah satu alasannya, agar kota-kota lain itu ikut pula kecipratan rezeki dari Mekkah dan Madinah.
Pangeran Faisal saat itu berdalih, jika para jemaah haji dan umrah dari mancanegara diizinkan mengunjungi kota-kota lain, hal itu akan menggerakkan perekonomian kota-kota lain tersebut. Bisnis perhotelan, kendaraan sewa, restoran, serta transportasi udara dan darat dari Madinah dan Mekkah ke kota-kota lain itu bakal bergerak dan semuanya menciptakan lapangan kerja. Namun, seruan Pangeran Faisal saat itu ibarat angin berlalu saja karena tidak ada pihak yang menggubrisnya.
Akhirnya setelah 24 tahun, tulis Mazidi dalam artikelnya, Pemerintah Arab Saudi mengambil keputusan sesuai seruan Pangeran Khaled Faisal pada tahun 1998, yakni mengizinkan para jemaah haji dan umrah berkunjung ke kota-kota lain di Arab Saudi. Menurut Mazidi, keputusan menteri urusan haji dan umrah Arab Saudi itu merupakan keputusan besar yang ditunggu-tunggu sejak lama dan akan menggerakkan perekonomian banyak kota di negara tersebut sesuai Visi Arab Saudi 2030.
Keputusan menteri urusan haji dan umrah tersebut sesungguhnya tidak terlepas dari tren kebijakan sosial-ekonomi di Arab Saudi yang kini sedang gencar menyasar dan menggenjot potensi sektor pariwisata. Dalam konteks tersebut, kota Riyadh—ibu kota Arab Saudi—pada 28 November hingga 1 Desember 2022 menjadi tuan rumah konferensi ke-22 Dewan Tinggi Internasional Urusan Pariwisata. Konferensi ini dihadiri sekitar 3.000 delegasi mancanegara yang berkecimpung dalam industri wisata.
Hasil konferensi tersebut adalah Arab Saudi menandatangani lebih dari 50 kesepakatan di sektor pariwisata dengan banyak negara lain dengan nilai lebih dari 50 miliar dollar AS. Menteri Pariwisata Arab Saudi Ahmed Khateb menyampaikan, sektor pariwisata akan menciptakan sebanyak 126 juta lapangan kerja dalam satu dekade ke depan di Arab Saudi. Sektor pariwisata sangat strategis bagi penciptaan lapangan kerja baru karena 70 persen penduduk Arab Saudi saat ini berusia di bawah 35 tahun.
Sektor pariwisata akan menciptakan sebanyak 126 juta lapangan kerja dalam satu dekade ke depan di Arab Saudi.
Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Arab Saudi Nayef Alrojahi mengungkapkan, Arab Saudi mencanangkan bisa menggaet 100 juta wisatawan dari mancanegara hingga tahun 2030. Wisata religi dari industri haji dan umrah selama ini dikenal andalan sektor pariwisata di Arab Saudi.
Jemaah umrah dari manca negara yang datang ke Arab Saudi mencapai 7,44 juta saat ini. Arab Saudi mencanangkan jemaah umrah bisa mencapai 30 juta hingga tahun 2030. Mereka bisa mengunjungi tempat-tempat wisata di luar kota Mekkah dan Madinah.
Belanja jemaah umrah saat ini mencapai 5,6 miliar dollar AS atau sekitar 1.000 dollar AS per jemaah umrah. Pendapatan devisa dari haji dan umrah kini mencapai 60 persen atau sekitar 14 miliar dollar AS dari keseluruhan pendapatan sektor pariwisata Arab Saudi. Menurut Badan Statistik Arab Saudi, sektor pariwisata menyumbang 3,5 persen pendapatan nasional negara atau 22,8 miliar dollar AS per tahun.
Karena itu, Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) meletakkan haji dan umrah sebagai salah satu dari tiga proyek besar, di luar minyak dan gas, sebagai andalan bagi terwujudnya Visi Arab Saudi 2030. Arab Saudi pun mencanangkan penambahan jumlah jemaah haji dari sekitar 2,5 juta selama ini menjadi 2,7 juta per tahun dan lalu bisa menjadi 3,1 juta jemaah haji per tahun di masa mendatang.
Arab Saudi juga mencanangkan penambahan jemaah umrah dari sekitar 8 juta per tahun saat ini menjadi 20 juta pada masa mendatang.
Proyek penambahan jemaah haji dan umrah tersebut bertujuan untuk mencapai target devisa yang selama ini hanya 14 miliar dollar AS dari haji dan umrah. Targetnya, devisa dari pengelolaan haji dan umrah bisa naik menjadi 20-25 miliar dollar AS di masa mendatang.
Bisa jadi keputusan menteri urusan haji dan umrah Arab Saudi mengizinkan para jemaah haji dan umrah dari manca negara berkunjung ke kota-kota lain di Arab Saudi, selain kota Mekkah dan Madinah, dalam upaya akselerasi mencapai target devisa 20-25 miliar dollar AS itu.