Di tengah situasi perang Rusia-Ukraina yang tampaknya terus bereskalasi, imbauan untuk berunding tak akan didengar. Titik cerah harapan damai belum terlihat.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Belum ada tanda-tanda perang Rusia-Ukraina akan segera berakhir. Kekuatan bersenjata tetap diandalkan untuk mencapai tujuan.
Inggris segera mengirimkan tank untuk membantu Ukraina. Diberitakan Kompas.id, Minggu (15/1/2023), Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak telah meneken perjanjian pengiriman belasan tank ke Ukraina. Bagi Inggris, Ukraina harus memiliki poisisi yang kuat agar tak bisa dipaksa tunduk.
Jerman, yang enggan menyetujui tank buatannya dikirim oleh Polandia ke Ukraina, terus ditekan agar mengubah sikap. Tank Jerman yang dibeli Polandia memang tidak bisa dikirim ke Ukraina tanpa persetujuan Berlin.
Di sisi lain, Rusia terus menyerang sejumlah titik di Ukraina. Di berbagai kota di negara itu, rudal Rusia menghantam sejumlah sasaran, nyaris tanpa bisa ditangkal.
Rusia mengerahkan kekuatan militer untuk menginvasi Ukraina sejak Februari 2022. Serangan ini menjadi puncak dari krisis yang mendera wilayah perbatasan kedua negara sejak sekitar 8 tahun sebelumnya.
Kondisi Ukraina mulai tak stabil, terutama dengan serangan milisi separatis pro-Rusia, setelah rezim di Kyiv beralih berafiliasi ke Barat. Rusia berkali-kali mengekspresikan kekhawatirannya jika Ukraina menjadi anggota NATO. Kalau hal itu terjadi, Ukraina dinilai sudah melanggar batas.
Tim Marshall dalam bukunya, Prisoners of Geography, menulis bahwa siapapun yang berkuasa di Moskwa, sejak beratus-ratus tahun lalu hingga era Presiden Vladimir Putin, selalu mencemaskan serbuan dari Barat. Dataran Eropa Utara nyaris datar membentang dari Eropa barat sampai Rusia, sehingga beribu-ribu prajurit dapat dikerahkan dengan mudah untuk menduduki Moskwa. Berbagai serangan telah dialami bangsa Rusia dalam sejarah mereka.
”Ancaman abadi” yang dihadapi Rusia itu coba diatasi Putin dengan menginvasi Ukraina, meski dunia sepakat pihak manapun tak boleh menyerang negara yang berdaulat. Rusia ingin Ukraina menjamin mereka tak akan pernah menjadi anggota NATO, pakta pertahanan yang dipimpin Amerika Serikat. Sebaliknya, Ukraina tak mungkin tunduk pada kemauan Rusia karena sudah banyak rakyat negara itu meninggal, belum lagi kerusakan infrastruktur akibat invasi.
James K Sebenius dan Michael Singh dalam ”Russia and Ukraine Are Not Ready for Talks” (Foreign Affairs, 11 Januari 2023) menulis bahwa Kepala Staf Gabungan AS Jenderal Mark Milley telah meminta Ukraina untuk ”memanfaatkan momentum” dan bernegosiasi. Namun, imbauan ini segera direspons keras oleh para pendukung Ukraina.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan juga mengingatkan Ukraina dan Rusia segera berunding. Keduanya dinilai tak memiliki persediaan memadai untuk bertahan.
Di tengah situasi perang Rusia-Ukraina yang tampaknya terus bereskalasi, imbauan untuk berunding tak akan didengar. Titik cerah harapan damai belum terlihat.