Di tengah kebangkitan China, agar tercipta keseimbangan, kehadiran konkret Uni Eropa melalui investasi dan perdagangan sesungguhnya sangat diperlukan oleh ASEAN.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
AP/GEERT VANDEN WIJNGAERT
Presiden Dewan Eropa Charles Michel (kanan) berbicara dengan Presiden Joko Widodo dalam pembukaan KTT Uni Eropa-ASEAN di Brussels, Belgia, Rabu (14/12/2022).
Relasi Uni Eropa dengan ASEAN sudah berlangsung 45 tahun. Hubungan itu melintasi berbagai dinamika yang memengaruhi politik dan ekonomi dunia.
Pada akhir 1970-an, era Perang Dingin Barat-Timur ditandai dengan pertarungan Amerika Serikat versus Uni Soviet. Medan laga pertarungan terutama terjadi di dataran Eropa. Perlombaan senjata nuklir menjadi penanda pentingnya.
Waktu itu, Asia belum menjadi motor pertumbuhan. Negara raksasa China masih menjalani konsolidasi internal yang tak mudah walau gagasan untuk membuka luas ekonomi domestik telah matang. Wilayah Indo-China juga masih didera perang nan kejam yang menelan jutaan korban warga sipil.
WANG ZHAO/AFP
Sambil memeriksa ponselnya, seorang pria menunggu di stasiun kereta di Beijing, China, 8 Desember 2022. China telah menjadi kekuatan utama dunia yang bersaing dengan Amerika Serikat.
Kini situasi berubah. Raksasa China melesat menjadi kekuatan utama dunia, menyaingi AS. Pertarungan pengaruh berlangsung di antara keduanya. Medan laga pertarungan terutama berada di Asia, termasuk Asia Tenggara.
Asia juga telah menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dunia. Negara-negara di Asia Tenggara tak lagi seperti pada 1970-an: miskin dengan penduduk kurang berpendidikan.
Dalam konteks itulah, 45 tahun hubungan diplomatik ASEAN dengan Uni Eropa (UE) diperingati di Brussels, Belgia, Rabu (14/12/2022). Ditandai dengan pertemuan para pemimpin puncak kedua pihak, peringatan sangat positif karena fokus pada tantangan sekarang yang tidak mudah.
RIZA FATHONI
Pekerja memanen kelapa sawit di areal perkebunan PT Sawit Sumbermas Saran Tbk (SSMS) di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, April 2021. Penjualan produk sawit di Eropa menghadapi tantangan yang terkait dengan isu lingkungan.
Presiden Indonesia Joko Widodo menyinggung perlunya kesetaraan antara ASEAN dan UE. ”Jika kita ingin membangun sebuah kemitraan yang baik, kemitraan harus didasarkan pada kesetaraan, tidak boleh ada pemaksaan,” kata Presiden Jokowi dalam pertemuan, seperti dikutip Kompas.
Apa yang disampaikan Presiden Jokowi mengingatkan bahwa masih ada ”ganjalan”. Produk tertentu dari negara Asia Tenggara dinilai telah dihambat untuk masuk ke pasar Eropa. Sebaliknya, sejumlah kalangan di Eropa melihat hal itu sebagai wujud komitmen mereka terhadap lingkungan serta pembangunan yang berkelanjutan. Upaya lebih serius, sekaligus jujur dan terbuka, harus dilakukan kedua pihak agar potensi hubungan ekonomi yang besar di antara Eropa dan Asia Tenggara menjadi sepenuhnya aktual.
Hal penting yang juga terungkap dalam pertemuan UE-ASEAN ialah transisi energi. Unggul di bidang teknologi dan pendanaan, Eropa penting kiranya lebih agresif untuk mendorong transisi energi di Asia Tenggara. Kerja sama yang dibangun kedua belah pihak harus saling menguntungkan agar transisi energi terwujud dengan baik dan negara-negara Asia Tenggara tak sampai terjebak utang yang sangat memberatkan.
Di tengah kebangkitan China, agar tercipta keseimbangan, kehadiran konkret UE melalui investasi dan perdagangan sesungguhnya sangat diperlukan oleh ASEAN. Di sisi lain, Eropa juga merasa harus lebih dekat dengan Asia Tenggara guna merespons perkembangan persaingan AS-China. Intinya, Eropa dan Asia Tenggara saling membutuhkan.