Jumlah peserta didik berkebutuhan khusus cenderung terus meningkat. Perlu penguatan pendidikan inklusif melalui peningkatan profesionalisme bagi sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.
Oleh
IQBAL FAHRI
·4 menit baca
Tren peningkatan jumlah peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah inklusi akhir-akhir ini kian tampak jelas. Paling tidak, berdasarkan hasil penerimaan peserta didik baru atau PPDB pada situs dan pemberitaan resmi Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat dan Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, jumlah peserta didik berkebutuhan khusus tahun ini meningkat dibandingkan dengan PPDB tahun lalu.
Pada PPDB Jawa Barat, jumlah peserta didik berkebutuhan khusus di jenjang SMK meningkat 39 persen, dari 53 anak pada 2021 menjadi 87 anak pada 2022. Pada PPDB Kota Yogyakarta, jumlah peserta didik berkebutuhan khusus di jenjang SMP meningkat 30 persen, dari 87 anak pada 2021 menjadi 126 anak pada 2022. Peningkatan peserta didik berkebutuhan khusus di Jawa Barat dan Kota Yogyakarta setidaknya dapat menjadi cermin pada daerah lainnya, terlebih data terperinci masih sulit diperoleh secara komprehensif.
Tren kenaikan tersebut apabila ditinjau dari perspektif psikologi sosial patut diduga karena terjadi pergeseran pola pikir (mindset) masyarakat yang menguatkan kesadaran, rasa percaya, serta ekspektasi masyarakat terhadap pendidikan inklusif sebagai solusi pendidikan ketika memutuskan menyekolahkan buah hatinya di sekolah inklusi. Terlepas dari perspektif yang masih memerlukan kajian mendalam, realitas ini memunculkan pertanyaan besar; mampukah pemerintah dan sekolah penyelenggara pendidikan inklusif merawat rasa percaya (trust) dan memenuhi ekspektasi masyarakat melalui pendidikan inklusif yang berkualitas sebagai respon atas peningkatan jumlah peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah inklusi?
Kurikulum Merdeka
Filosofi dan desain Kurikulum Merdeka yang digadang-gadang memuat prinsip inklusivitas seperti angin segar yang memicu spirit penguatan pendidikan inklusif. Ibarat sebuah kapal besar, Kurikulum Merdeka dipadati oleh sejumlah prinsip dari berbagai konsep pendidikan termutakhir termasuk inklusivitas. Pada tahap ini, Kurikulum Merdeka mampu menghadirkan kebaruan-kebaruan yang ditunggu-tunggu praktisi dan pegiat pendidikan inklusif.
Namun tantangan mulai terlihat pada tahap implementasi (dokumen dan asesmen pembelajaran) yang sangat diperlukan pendidik dalam membelajarkan peserta didik berkebutuhan khusus di kelas inklusif. Padahal, inti dari pemenuhan hak belajar bagaimana peserta didik berkebutuhan khusus dapat mengakses elemen dan capaian pembelajaran pada setiap mata pelajaran yang diajarkan di kelas.
Patut digarisbawahi, implementasi pembelajaran di kelas inklusif yang kompleks bukan semata-mata domain pendidik saja. Kerangka (framework), pendekatan, dan strategi pembelajaran yang tepat dalam membelajarkan peserta didik berkebutuhan khusus di kelas inklusif mesti tersedia sehingga pendidik memahami tahapan yang dilakukannya. Selain itu, memastikan dukungan sumber daya kolaboratif yang membawa keberhasilan belajar bagi semua peserta didik termasuk peserta didik berkebutuhan khusus.
Filosofi dan desain Kurikulum Merdeka yang digadang-gadang memuat prinsip inklusivitas seperti angin segar yang memicu spirit penguatan pendidikan inklusif.
Ketentuan modifikasi kurikulum, asesmen diagnostik sebagai rujukan penyusunan program pembelajaran individual, dan keluwesan pendidik menentukan kegiatan pembelajaran sesuai karakteristik peserta didik bukan tergolong terobosan baru dalam prinsip dan solusi pembelajaran di kelas inklusif. Esensi pendidikan inklusif menekankan penumbuhan benefit sosial seperti keterikatan atau keterlibatan (engagement), memperlancar akses belajar dengan beragam cara (multiple ways), dan pemanfaatan teknologi terkini (emerging technology) yang semakin mempermudah akses belajar.
Esensi tersebut menjadi isu sentral di berbagai forum dan jurnal internasional. Namun, hal ini masih terasa asing bahkan ”barang langka” dalam pengembangan inklusivitas Kurikulum Merdeka termasuk produk turunannya. Inklusivitas seperti mengalami kawin paksa dengan mahar mewah tanpa mencermati lebih dalam esensi, karakteristik, dan tujuan besarnya.
Kesepahaman konsep pendidikan inklusif
Penguatan pendidikan inklusif melalui peningkatan profesionalisme bagi sekolah penyelenggara pendidikan inklusif mulai menggeliat dari tingkat pusat sampai daerah. Sejumlah daerah ada yang memulai sesi pelatihannya dari kepala sekolah, guru bimbingan konseling, guru, dan guru pembimbing khusus (GPK) secara bertahap. Sementara Kemendikbudristek menginisiasi pelatihan pendidik atau GPK secara daring, ditambah sejumlah pendidik yang diseleksi untuk mengikuti sertifikasi bidang Universal Desain for Learning (UDL) di satu perguruan tinggi Amerika Serikat secara daring melalui program beasiswa.
Serangkaian langkah tersebut memunculkan pertanyaan mendasar; konsep pendidikan inklusif seperti apa yang hendak dikembangkan di negeri ini dan diyakini bersama dapat membawa keberhasilan? Kesepahaman atas konsep pendidikan inklusif yang diusung dapat menjadi arah dan acuan dalam mewujudkan pendidikan inklusif yang berkualitas pada setiap jenjang pendidikan.
Kesepahaman dapat menjamin sinkronisasi materi pada setiap tahapan yang saat ini dilakukan oleh pusat maupun setiap daerah berdasarkan selera penyelenggara. Selain itu, kesepahaman yang dibangun mesti dengan cermat mengakomodir kebaruan pendidikan inklusif seperti UDL yang tidak semata-mata terkait cara mengajar tetapi mengubah pedagogik umum menjadi pedagogik inklusif.
Oleh karena itu, saatnya para pemangku kepentingan, pakar pendidikan inklusif, pegiat, dan praktisi duduk bersama menyepakati arah dan konsep pendidikan inklusif secara simultan. Perlu disadari bahwa pendidikan adalah proses yang tidak dapat diulang kembali. Pencederaan potensi keberhasilan belajar semua peserta didik termasuk peserta didik berkebutuhan khusus dapat terjadi apabila kurang cermat dalam mengelolanya.
Iqbal Fahri, Wakil Ketua Pokja Pendidikan Inklusif Kabupaten Bogor; Kepala SMP Daar el-Salam (Sekolah Inklusi) Gunungputri Kabupaten Bogor; Konsultan dan Pengembang Sekolah Inklusi