Empat tokoh politik Malaysia siap bertarung pada pemilu 19 November 2022. Ini menjadi kesempatan terakhir bagi Anwar Ibrahim untuk bisa mencicipi kursi PM.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Tiga tokoh telah menjabat perdana menteri (PM). Mahathir Mohamad bahkan pernah menjadi pemimpin terlama Asia ketika menjabat selama 22 tahun hingga 2003. Dua kandidat lain adalah Muhyiddin Yassin dan Ismail Sabri Yakoob. Hanya Anwar yang belum pernah memimpin Malaysia.
Di kalangan warga Malaysia kerap muncul gurauan, Anwar selalu menjadi pengiring pengantin dan tidak pernah menjadi pengantin. Gurauan ini metafora karier politik Anwar yang belum pernah menjadi PM dan mentok sebagai kandidat.
Tampilnya empat sosok di bursa kandidat PM itu adalah sekuel drama gejolak politik di negeri jiran, empat tahun terakhir ini. Bisa dikata, di pusaran sosok-sosok itulah alur cerita drama tersebut mengalir. Dalam empat tahun itu sudah tiga kali PM berganti: Mahathir-Muhyiddin-Ismail.
Pemilu pada 19 November adalah pemilu dipercepat dari jadwal semula tahun 2023 setelah PM Ismail membubarkan parlemen pada 10 Oktober lalu. Alasannya, butuh mandat rakyat agar tercipta pemerintahan kuat, stabil, dan dihormati.
Lebih dari 21 juta warga Malaysia memiliki hak memilih 222 anggota parlemen federal dan anggota legislatif di tiga negara bagian. Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO), motor koalisi Barisan Nasional, bersaing melawan tiga koalisi utama: Perikatan Nasional (Muhyiddin), Pakatan Harapan (Anwar), dan Gerakan Tanah Air (Mahathir).
Masih adakah peluang bagi Anwar mewujudkan impian lamanya menjadi PM? Beberapa survei memperlihatkan, Anwar perlu bekerja ekstrakeras dan mungkin butuh sentuhan keajaiban. Menurut survei nasional Merdeka Center, yang dirilis pada 4 November, Anwar tertinggal 8-12 persen poin dari dua pesaingnya. Dengan sokongan kelompok etnis minoritas China-India dan warga kota (sepertiga pemilih), koalisi multietnik pimpinannya memang paling disukai pemilih.
Namun, Anwar tidak mendapat dukungan mayoritas warga Melayu karena sikapnya yang tak mau berkompromi dengan pandangan dan kepentingan mereka. Ia juga menolak bermitra dengan koalisi lain meski pemilu ini diprediksi tak akan menghasilkan dukungan mayoritas pada koalisi tunggal.
Dalam karier politiknya, Anwar dua kali digadang menjadi PM penerus Mahathir. Terakhir, kesempatan emas itu datang pada 2020 saat pemerintahan kedua Mahathir bubar. Kesempatan itu melayang. Ada kesan langkah politik Anwar kurang luwes dalam bermanuver menghadapi atmosfer politik gaya Melayu di negeri jiran.
Di kalangan internal koalisinya pun ada tekanan agar Anwar menepi dan memberikan kesempatan kepada wajah baru. Kepada Reuters, Jumat (4/11/2022), Anwar mengaku paham batas jangkauannya. ”Apakah saya masih dianggap relevan atau tidak beberapa tahun ke depan, biar rakyat yang menentukannya,” katanya.
Pemilu kali ini jadi kesempatan tendangan terakhir Anwar, apakah membuahkan gol atau tidak.